Iklan

Agama Kurban

narran
Rabu, 30 November 2022 | November 30, 2022 WIB Last Updated 2022-11-30T10:12:40Z

Islam, Idul Adha


NARRAN.ID, SASTRA - 
Beberapa bapak-bapak ngobrol ria di depan kandang besar sapi kurban. Mereka semua calon pembeli sapi yang nantinya disembelih saat Idul Adha.

Nampaknya mereka orang-orang berada, ada yang beli satu ekor sapi bahkan lebih. Pak Rif’an berjalan pelan melewati kerumunan bapak-bapak yang sedang asik sendagurau.

“Pak Rif, sapi bapak yang mana?” tanya seorang bapak sebut saja Ali.

“Kambing pak, bukan sapi,” jawab Rif’an.

“Owalah Kambing, banyak nih pesan kambing?” tanya setengah meledek.

“Baru satu pak, doakan saja pak,”

Sejumlah para pria itu setengah berbisik dan tersenyum sinis. Maklum  Rif’an itu lelaki yang tidak begitu berada secara ekonomi, keberuntungannya hanya tinggal di komplek perumahan bekas warisan kakeknya.

Sejumlah sapi pesanan sudah dinaikkan ke truk masing. Pria lain nampaknya sangat puas dengan ukuran sapi yang mereka beli. Rif’an menarik tali laso di leher kambingnya. Bedanya dia tidak membawa dengan angkutan, dirinya memilih berjalan kaki dengan hewan bawaannya.

Bapak-bapak yang tadi menyapa Rif’an heran mau ditaruh di mana hewan itu. Kalau hendak dibawa ke masjid jaraknya lumayan jauh makan tenaga. Apalagi hal itu tidak mungkin diboyong ke dalam komplek perumahan akan membuat risih karena kambing memiliki bau tidak sedap.

Kendaraan pengangkut sapi tertahan karena macet dan padatnya lalu lalang pembeli kurban. Secara perlahan Pak Ali dan kawan-kawannya baru bisa keluar area arean kandang sapi. Tak selang berapa lama, truk Pak Ali kembali tertahan macet. Kali ini bukan karena padatnya kendaran melainkan tedapat kerumunan. Dari tampilan orang-orang itu nampaknya berasal dari kalangan tidak mampu. 

Perlahan truk mereka berjalan, Pak Ali ingin tau apa penyebab truknya tidak bisa jalan. Mereka kaget ternyata Rif’an telah menggantung kambing yang baru saja dibelinya. Kambing itu sudah tersembelih dan sedang dikuliti Rif’an dan beberapa orang. 

“Buk, ada apa kon antri?” tanya Ali.

“Oh ini ada bagi-bagi daging pak,”

“Loh kan lusa sudah hari raya buk, kok sekarang potongnya?”

“Gak tau pak, tapi ini sudah kambing keempatnya dalam minggu ini bapak itu sembelih,”

“Ibu daftar dulu untuk dapat itu?”

“Oh tidak pak, kita diundang ke sini,”

Ali minta ke supir truknya tancap gas pergi. Sorenya Ali mencari Rif’an untuk menegur bahwa kurban lebih utama disembelih hari raya.

“Pak Rifan, kenapa tidak kasih ke panitia kurban dan diakad?” tanya Ali.

“Saya tidak sedang berkurban, tahun ini saya tidak ada niat kesana,”

“Loh kemaren saya tanya orang di sana, bapak sudah potong empat ekor gimana sih,”

“Oh itu, tapi boleh saya tanya sesuatu pak?” tawar Rif’an.

Ali menganggukkan kepala sembari heran karena dirinya merasa sudah sesuai jalur anjuran agama soal kurban.

“Kapan Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail pak?”

“Loh itu kan sebelum turun perintah Ibadah Kurban,” Ali tangkas menjawab.

“Jadi sebelum perintah itu ada, apa kewajiban Nabi pak?”

“Ya menyembah tuhan dan merawat manusia! Ini muaranya kemana sih pak?” sergah Ali.

Rif’an menghela nafas mengambil jeda untuk menjelaskan.

“Gini pak Ali, jika tujuan kurban selain ibadah juga memberi kesempatan orang miskin merasakan daging. Orang kayak kita bisa makan daging tak perlu Idul Adha. Sedang mereka (dauafa) harus menunggu sampai hari raya, mereka pun melihat kita selalu cek sapi yang kita beli, itu hutang mata. Apalagi mereka belum tentu kebagian dari kurban kita,”

“Terus apa hubungannya dengan saya,” Ali seolah emosi dan terheran.

“Kambing yang saya potong saya niatkan menutupi doa buruk orang duafa yang tidak kuasa menahan rasa ingin makan daging, kita juga dosa jika membicarakan pahala besar dari kurban, di saat mereka juga berdoa pada tuhan agar pahala kita ditolak,” jelas Rif’an.

Ali tertunduk malu segera memutus obrolan begitu saja. Terbesit niatnya meniru tindakan Rif’an tetapi dia tidak kuasa dan lelusa jika ditanya oleh saudara muslim lain soal pilihan tindakan macam Rif’an. Tetapi dirinya tersadar bahwa salah memahami esensi kurban.  Berkurban itu bukan soal kemampuan materi tetapi pemahaman mendalam pada hadirnya peran agama pada seluruh sesama.


Penulis :
Memo Marhaen 
(Penikmat Wacana Sosial)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Agama Kurban

Trending Now

Iklan

iklan