NARRAN.ID, POLITIK - Malam tadi semua mata dunia kira-kira tertuju pada pembukaan piala dunia 2022 di Qatar. Qatar telah membuat pertunjukkan termahal sejak piala dunia itu digelar. Tak tanggung-tanggung, Qatar menghabiskan lebih dari 3000 triliun untuk bersolek diri. Angka itu 10 kali lipat dari dana yang dikeluarkan oleh Russian pada piala dunia 2018 lalu yang hanya menghabiskan 200 triliun lebih.
Namun, bagi pengamat politik ada satu gambaran menarik dari pembukaan ajang lima tahunan itu, yakni hadirnya putra mahkora Arab Saudi, Mohammad Bin Salman, saat pembukaan. Sejajar dengan pemimpin Qatar Mohammad Tamim Al- Thani, keduanya nampak asik tersenyum bersama. Padahal, kedua negara itu banyak memperkirakan sedang melakukan perang dingin. Pertemuan keduanya di pentas sepak bola itu mengejutkan dan terbilang berani.
Arab Saudi lewat panggerannya yang baru selelsai G20 di Bali itu, nyatanya benar berusaha memperbaiki hubungan diplomatiknya. Saudi butuh tambahan rekan di jazirah arab untuk sama-sama mengkohkan pengaruhnya. Saat Qatar berbeda sikap politik, jazirah arab benar-benar tekotakkan. Qatar seolah negara semenanjung arab yang sendirian namun bergigi.
Melihat perkembangan negara Qatar dan berbagai kemajuan dalam mendapatkan kepercayaan dunia internasional. Nampaknya Saudi tidak punya banyak pilihan selain kembali merangkul negara Qatar. Saudi sebelumnya terlinat hubungan tidak baik dengan Amerika perkara OPEC yang memasukkan Rusia sebagai anggota serta mengatur pasokan minyak global.
Kisah Rumit
Sikap yang diambil Arab Saudi dalam memutus hubungan diplomatik dengan Qatar sangat mengejutkan. Apalagi langkah itu disertai dengan penutupan jalur perbatasan darat, laut, dan udara dengan Qatar. Tidak hanya itu, Arab Saudi bersama sekutunya di Teluk memerintahkan warga Qatar untuk keluar dari wilayahnya dalam jangka waktu 14 hari.
Bahkan, saluran televisi Al Jazeera resmi diputus dan ada larangan keras bagi warga Arab Saudi dan sekutunya untuk bersimpati pada Qatar. Warga mereka yang bersimpati pada Qatar akan dikenai denda yang lumayan besar. Konon jersey Barcelona yang ada logo Qatar juga dilarang beredar di Arab Saudi.
Langkah ini sekali lagi mengejutkan. Saya yakin, orang-orang Teluk dan warga Arab umumnya pun tidak bisa menalar apa yang terjadi saat ini karena mereka selama ini ibarat sebuah keluarga besar di bawah payung Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).
sebenarnya perseteruan Arab Saudi dan Qatar bukan hal yang baru. Ibarat sebuah bom, hubungan panas-dingin antara kedua negara bisa meledak sewaktu-waktu, karena kedua negara mempunyai perbedaan yang mendasar dalam menyikapi perubahan besar Musim Semi Arab dan pergeseran geopolitik di Timur Tengah.
Yang paling mencolok adalah konflik politik di Yaman dan Bahrain. Arab Saudi mengerahkan segala kekuatannya untuk mendukung penuh rezim yang berkuasa di Yaman dan Bahrain di tengah guncangan politik yang sangat dahsyat. Selain kedua rezim negara tersebut dianggap sebagai loyalis terhadap Arab Saudi, keduanya secara geografis juga berbatasan langsung dengan Arab Saudi. Jika salah satu negara lepas ke tangan rezim yang loyal terhadap negara lain, khususnya Iran, maka akan memberikan dampak yang serius bagi masa depan rezim Arab Saudi saat ini.
Posisi Qatar terhadap kedua negara yang sedang bergejolak sebenarnya netral. Hal tersebut bisa dilihat dari pemberitaan Al Jazeera yang memberikan porsi yang sama terhadap rezim dan pihak oposisi. Setidak-tidaknya Qatar memandang bahwa warga Yaman dan Bahrain bisa menentukan masa depan negara mereka sendiri tanpa intervensi terhadap pihak lain. Karena itu, Al Jazeera berusaha obyektif melihat gelanggang perseteruan politik di Yaman dan Bahrain.
Saat ini, jujur saja, posisi Yaman dan Bahrain sama sekali tidak menguntungkan Arab Saudi. Setelah bertahun-tahun konflik meledak, pihak oposisi di Yaman dan Bahrain masih belum bisa ditaklukkan oleh rezim yang loyal terhadap Arab Saudi. Bahkan, posisi kelompok oposisi makin menguat. Qatar melalui televisi Al Jazeera selalu membuat framing, bahwa Iran adalah pihak yang dituduh sebagai otak di balik kukuhnya perlawanan oposisi, baik di Yaman maupun Bahrain.
Diplomasi Bola
Jangan lupakan bahwa ada empat negara di jazirah arab yang akan berlaga di piala dunia kali ini, yaiti Qatar, Saudi, Arabia, Maroko, dan Tunisia. Kenapa Iran tidak masuk? Ya, kerena Iran bagian wilayah Persia dan bukan disebut sebagai Arab. Sekalipun negara Iran berdempetan langsung dengan tetanggarnya Irak.
Arab Saudi berkepentingan selain dirinya akan menonton timnas negaranya berlaga, tetapi menjadikan agenda ini mencari celah agar Qatar kembali menjadi saudara tua mereka yang sama-sama memiliki hubungan panjang yang baik selama ini. Walaupun saat pertemuan negara-negara teluk, kedua kepala negara itu sama-sama pasang muka dingin. Mereka tidak saling menyapa dengan akrab dalam budaya arab, senbagaimana kepala negara yang sama-sama memiliki mayoritas penduduk penganut Islam.
Bola tetaplah bola, dia tidak diwajibkan membawa nuansa politik. Tetapi bukan berarti bahwa bicara sepak bola tanpa berpoltik, nampaknya akan sangat naif. Di luar konteks poltik global keduanya, kita lebih baik fokus pada tim kebanggan kita masing-masing (Red/M21).