(Sumber: www.telltaletv.com) |
Sedang jiwa rombakan alat tersesat dalam pusaran cahaya yang menggelimang. Bahkan cahaya menggilakan mereka lupa derajat dirinya dan berselimutlah dirinya dengan banyak alam pikir yang teruruai menjadi senjata dan pengaman sekelompok faham. Apa salah jika kita bertamasya ria dalam kelap.
Dalam gelap menyambang terdengar lecutan petir menyambar, bukan gelap yang datang menghantarkan tetapi tegun kakalutan manusia dengan alam kepuasan tanpa kemanusiaan. Pecutan halilintar terdengar menyambar alam menyembul kekatakun yang menyenangkan pikir karena hiburan hati tak dirasa cukup baginya.
Terdengar dari langkah gontai menyeret-nyeret pergelangan kakinya yang pincang. Sambil tertatih melawan gelap dikarenakan matanya tak mampun melihat. Dialah hakim sambil merengek dan meraba sekelingnya. Sesekali dia menangis dan sesekali pula dia tetawa terbahak-bahak. Ada kalanya meneriakkan.
Hakim pertama : “Bergurulah Kebanaran paham padaku...bergurulah.. ”, jangan sampai dari kalian tak tau ilmuku. Akulah yang pencipta kebenaran dan carut maruk mu. Aku ajak kau melihat manusia ternistakan di sekitarmu.
Langkah hakim terselimpang antara kanan dan kirinya. Obornya mulai beralun kekanan dann ke kiri, tawanya menjadi jadi saat ayunan obor makin kencang kesana kemari.
Hakim kedua : Akan kuajarkan kalian menjadi seorang peduli pada sesamamu, karena di luar sana (sambil menunjuk kearahyang lain) orang sudah tak peduli. Aku yang akan mengajarkanmu mendengar suara kecil sekelilingmu.
Hakim ketiga : dari suara kau kan tau tangis menggema di pojok kota, akan kuajarkan kau peka telingamu (diayun-ayunkan obor yang menyala sambil mengangkat).
Para hakim berputar-putar serampangan, tak lekas mereka sahut-menyahut gurau layaknya mabuk kepayangan. Kala tangis kecil dan kala bahak tawa menggelegar tak beraturan. Hakim pertama meraba-raba tangannya sembari mencari sesuatu untuk diraba.
Hakim kedua menyela-nyela suara yang ada disekeliling, dan hakim ketiga meronta mencoba berkomunikasi dengan sesuatu di depannya namun sayang suaranya terhalang oleh kebekuan dan kerebatasn diri sebagai hakim
Tiba-tiba suara lecutan kembali terdengar dari berbagai penjuru, para hakim bergerak kebingungan ada yang mencari perlindungan. Ada yang menangapi dengan santai. Sambil lalu suara lecutan semakin kencang terdengar.
Datanglah sosok dari alam gelap yaang membawa sebentuk benda ditagannya. Dialah setan penggoda, dengan centilnya setan coba mengitari para hakim sambil meniupkan pembuluh cinta dan dusta kepada mereka.
Setan pertama : heiii....pak tuan penghuni alam sadar ..... kau nampak senang dengan kondismu serba keretbatsan. Kau tak akan mampu mengajarkan apa-apa karena aku lah sebenarnya pencipta kalalimanmu yang berkedok kerah putih. Aku akan ajarkan tentang paham baru yang membuatmu jadi konlemerat tanpa harus peduli kamu larat. Bukan begitu yang kau mau pak hakim.... haha (tawa nyirnyir menjadi)
Tak berselang lama suara timbul lagi.
Setan kedua : apakah kau yang meneriakkan tentang kemanusian tadi...? (setan menanyakan pada hakim berulang ulang), bukankan tuhanku mengajarkan itu dulu sebelum kau bicara pak hakim, sudahlah aku ingin kita sembah kemanusiaan saja tanpa harus memikirkan iman pada tuhan, bukankan seperti itu kau berulah di dunia Nya akhir-akhir ini.....bukan seperti pak hakim (sertan teriak terbahak-bahak).
Dialog pun terjadi:
Hakim pertama : jika kau bisa membuatku demikian, maka jadikanlah aku seperti apa yang kau mau...dengan kekayaan, kesejahteraan dan kejaayaan asal orang disekelingku juga bisa mersakannya (setanpun tertawa lagi)
Hakim kedua : jika kemanusiaan kau bisa buat tanpa kekerasan, aku ikut denganmu (setan menimpali denga kegirangan)
Hakim ketiga : terus menggelengkan kepalanya tanpa henti.
Tiba-tiba dentuman suara mengglegar bembahana, alunan suara membuat si hakim dan setan bingung, suara itu di balas setan dengan pecutan cambuknya. Setan mencari-cari sumber suara.
Setan pertama : jangan ikut campur urusanku sang penguasa kegelapan yang lain, bukankah kau yang memberikan kuasa padaku untuk bebas berkehendan dan perfaham-faham di bumi yang diciptakanya. Kau sama sama denganku. Ini urusanku dan aku kasih para pengemis ini kekayaan dan kesejarteraan. Bukankah ini yang kau mau dalam pintamu wahai gelap...
Setan kedua : jika kau tak sanggup membuat peradaban maka diamlah, kau sendiri adalah kemunaikan atas dalir bertuhan, aku bosan dengan petuahmu pergi sana. Akan aku ajarkan mereka kemanusian dan asas-asanya agar kau tak akan puanya kuasa lagi (setan tertawa lagi)
Suara : jangan berhalakan mereka atas harta dan kemanusian semu yang kau ajarkan. Meraka anak cahaya tuhan raab Mu. Tinggalkanlah biarka sang maha baik hati nurani mereka yaang menuntunnya ke alam sadar bahwa manusia itu merdekan tanpa kau ajarkan ilmu kesesatan padanya.
Setan kembali mecutkan cambuknya tanda tak sepakat dengan tawarannya. Si hakim kebingungan meraba-raba.
Setan pertama: ini sudah tugasku membimbing mereka ke tembok surga duniawi. Dan kau hanya diam dalam urusan alam surgawi. Aku akan jujur padamu, tapi kau tak bisa menghentikan aku dengan petuahmu. Aku aku telah menciptakan jampi-jampi yang telah aku tipu ke masjid, gereja dan tempat ibadah. Bahkan aku telah mengajarkan mereka tuk bangga akan kedaulatan Neraka (setan tertawa)
Hakim kedua: kalian telah mengajarkan kami faham itu, tetapi aku jauh tak mengerti kenapa kau ajarkan ketuhanan dengan tubuh laknat demokrasi yang tak jelas kesudahannya.
Situasi sengang berlangsung lama....., hingga suara dentuman kembali menggema.
Suara : nuranimulah yang tahu kemana faham-faham laknat barat itu akan diajarkan dan kau gunakan.....! suara itu hilang senyap.
Setanpun senang luar biasa atas kemenangannya, dia menarik hakim pertama dan kedua... untuk diajarkan petuah faham laknat untuk diterapkan dalam kehidupannya sambil mematikan obor yang dibawanya.
Hakim ketiga meronta-ronta ketakutan dalam kesepiannya. Hinga kemudian lilinnya pun mati dalam sebuah tanya nya. Faham apa kiranya?
Adi Marco Oetomo
(Penyuka Kajian Sastra Timur)