Iklan

Psedo Lest-Taiment

narran
Selasa, 15 November 2022 | November 15, 2022 WIB Last Updated 2022-11-16T03:52:02Z

Artis, Hukum, Kekerasan,

(Foto : www.disway.com)

NARRAN.ID, OPINI - Dunia seni pertunjukkan sudah kian tak menarik. Semakin banyak karya yang tidak begitu menyentuh publik. Peran kesenian mereka jauh lebih terasa pada kehidupan nyatanya. Misalnya, seputar gosip asmara, keluarga, dan pergaulannya. Lebih dari sekedar peran dan kebiasaannya, banyak dari pesohor yang sudah menikmati puja-puji masyarakat mengganggap itu sesuatu yang murah. Budaya pemaaf masyarakat kita menjadi “bonus” murahan yang membuat publik figur bisa leluasa melakukan apa saja. Penuh resiko, andaikan kata“maaf “dihilangkan dari kosakata harian, pasti ada jurang psikologis yang menganga dalam pergaulan sehari-hari, yang menyimpan kepedihan dan kebencian. Biarlah diskusi moral dan etik merangai seru di ruang sempit spiritual.

Kekerasan rumah tangga yang dialami pedangdut, Lesti Kejora yang dilakukan oleh suaminya Rizky Billar viral di media sosial. Tetapi pandanganku tertuju pada alasan yang lebih krusial yakni, pentingkah kita mengahkimi dan memaafkan pelakunya. Penonton lebih banyak menginginkan semua artis dipaksa harus tampil dengan selera kita. Kalau perlu, etos kerja dan moral kita setidaknya dipraktikkan mereka. Kejam, tetapi sebagian besar artis memang mencoba kerangka berfikir seperti ini. 

Derita Lesti tidak selesai dengan palu gada hukum formal atau sosial. Sejauh waktu, pertiswa itu telah menjadi tontotan yang menarik sehingga memancing iklan bagi media untuk mendapatkan kesempatan lebih. Kekerasan itu telah menjadi reality show yang kian melambungkan kedua pesohor itu. Hanya saya, kali ini mereka tidak dipanggung seni atau di iklan, melainkan di meja hijau. Sekarang duduk perkaranya berubah, sebagai mana filsuf Jacques Derrida (1930-2004) bahwa pada setiap pengampunan pada dasarnya ada persoalan tentang yang tidak bisa diampuni. Apakah keduanya layak diampuni setelah mereka memilih rujuk dan saling memaafkan.

Jelasnya, Derrida dalam On Cosmopolitanism and Forgiveness (2001), pengampunan dengan sendirinya akan menyatakan tentang kemustahilannya sendiri. Pengampunan merupakan kemungkinan belaka dalam melakukan hal yang mustahil.Pengampunan sejati hanya terjadi pada pemberian maaf terhadap hal yang tidak mampu dimaafkan.

Proses pemaafan Lesti pada suaminya itu terbilang langka dan tidak sejalan dengan animo publik yang meminta hukuman seberatnya. Kadang netizen kita seperti seorang yang sangat liberal dan individualis, yang melempar pesan untuk siapapun tidak mengganggu kehidupan orang lain karena itu sifatnya privasi. Tetapi peristiwa pemaafan itu membuat gambaran berbeda, bahwa kita semua sama-sama menyukai hukum tanagan besi bagi yang perlu mendapatkannya.

Kekerasan rumah tangga tentu merupakan kemelut diselimuti cinta berlebihan. Semua orang mengalaminya, walaupun dengan kadar yang berbeda pula. Namun yang pasti, kekerasan apapun bentuknya semua sepakat itu tidak dibenarkan. Kekerasan yang dilakukan publik figur selalu penting karena mereka disorot dan pernah mendapatkan simpati fans. Kali ini, baik Rizki Billar atau Lesti mendapatkan kritik dan saran sekaligus. Paket lengkap bukan!

Showbiz Kekerasan

Suatu hal menjadi alasan kuat seseorang tetap bertahan dalam hubungan pernikahan beracun adalah cinta. Cinta yang dirasakan secara “membabi-buta” membuat mereka tidak bisa pergi, atau mengapa mereka pergi kemudian kembali. Sebagaimana film romantika, asmara memberikan semangat tambahan pada siapapun, hal itu menjadi bahasa, tanda, gimmick yang paling mudah dimengerti. Anehnya, banyak penelitian seputar kekerasan menunjukkan, para korban kekerasan sendiri menjadi frustrasi karena cinta dan perhatian yang dirasakannya terhadap pelaku. Rasa peduli mereka terhadap pelaku membuat mereka terjerat.

Sebaliknya, pelaku kekerasan menjadi "cerdik dan terampil" dalam memanipulasi perasaan cinta si korban. Pelaku akan menggunakan perasaan peduli dan perhatian si korban untuk mencegah mereka pergi. Misalnya, dengan membuat ancaman untuk menyakiti atau bunuh diri jika korban berniat meninggalkannya. Pelaku mengetahui hal tersebut dapat membuat korban tertekan dan merasa bersalah (walaupun si korban sebenarnya tidak melakukan kesalahan apa pun). Guna mudah difahami, sering kali korban adalah satu-satunya orang yang melihat sisi gelap pelaku. Tak jarang, orang lain terkejut dan tidak percaya bahwa pelaku mampu berbuat kekerasan. Akibatnya, korban sering merasa bahwa tidak ada orang yang memercayainya

Perkara Lesti telah menjadi drama yang membuat lingkungan psikologi sosial semakin menegang. Pemberian maaf Lesti pada suaminya dicap netizen sebagai permainan emosional publik yang berlebihan. Keduanya kini dipojokkanatas sikapnya yang madiri dan sadar itu. Tidak ada lagi kubu antagonis atau protaginis, semacam alur film yang menolak untuk selesai. Tentu kasus ini menjadi konsumsi media untuk kepitalisasikan. Terakhir, ada perumpamaan menarik Milan Kundera dalam novelnya “Žert” yakni dalam sakit hati yang akan dibalasdendamkan ternyata ada "lelucon" lain: manusia terkecoh ketika menyangka bahwa ingatan bisa kekal, dan terkecoh mengira kesalahan masa silam bisa dibereskan. Pada akhirnya, tulis Kundera, dendam dan maaf "akan diambil alih oleh lupa".


Penulis :
Milki Amirus Sholeh
(Penikmat Kajian Sosial)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Psedo Lest-Taiment

Trending Now

Iklan

iklan