Iklan

Seteru Global Dalam Bingkai Bola

narran
Kamis, 24 November 2022 | November 24, 2022 WIB Last Updated 2022-11-24T07:11:28Z
Iran, AS, Piala Dunia, Qatar 2022, Politik

NARRAN.ID, ANALISIS - Iran tidak pernah mentakwil mimpi mereka masuk ajang piala dunia 2022 Qatar bersama negara yang mereka sangat benci, Amerika Serikat. Walaupun fakta di lapangan semua biasanya saja. Pemain-pemain kedua negara sudah sering kali bertemu di ajang liga-liga eropa. Baik pemain Iran, Mehdi Taremi (FC Porto) atau Sardar Azmoun (Bayer Leverkusen) sudah sering bertemu pemain timnas AS seperti Weah yang juga membela klub Lille di Liga 1 Perancis. Lalu kenapa pertemua dua tim ini menjadi begitu seru?

Negeri para mullah itu merupakan negara yang sering menjadi wakil Asia dalam piala dunia. Prestasi itu bahkan tidak lepas dari diaspora pemain di liga-liga eropa. Mereka bukan saja menjadi dirinya, tetapi harkat martabat Iran itu sendiri. Berbeda dengan AS, olahraga di sana memang tidak sepopuler Rugby atau Baseball. Namun jangan salah, sejak banyak pemain eropa hijrah meramaikan Liga Amerika MLS, animo masyarakat Amerika kian tinggi. Apalagi, AS sudah dua kali berturut-turut menjadi kontenstan piala dunia. Pertemuan Iran dan Amerika Serikat hanya dua kali bertatap muka dilapangan. Bahkan pertandingan itu disebut dengan oleh media The Guardian dengan julukan “The Mother of All Games”.

Jauh Dari Sepakbola

Sejak jatuhnya pemimpin pro-AS, Reza Pahlevi pada 1979 keinginan AS untuk lebih dalam pengaruhnya di wilayah berkas kekuasaan Persia itu sirna. Terlebih lagi, AS tak bisa melupakan sebuah pengalaman Iran saat dipimpin oleh Presiden Ahmadinejad yang membawa rasa tersendiri bagi rakyat negeri para mullah itu bahwa kakunya dalam berkomunikasi dengan Amerika Serikat soal PLTN dan dugaan membuat bom nuklir membawa dampak yang tidak mengenakkan di mana membuat Iran diberi berbagai sanksi dan embargo ekonomi. 

Akibat hal tersebut, membuat Iran tak bisa menjalin hubungan dagang dengan banyak negara dan kesulitan menjual minyak kepada negara-negara yang selama ini menjadi langganannya. Sanksi dan embargo ekonomi pastinya mengimbas pada sulitnya masyarakat untuk memperoleh kebutuhan hidup.

Masa delapan tahun di bahwa Ahmadinejad dirasa sudah cukup bagi rakyat yang ingin perubahan sehingga dalam pemilu presiden yang berlangsung beberapa bulan yang lalu, kubu reformis Hassan Rohani mampu memenangi pemilihan presiden mengalahkan kelompok-kelompok konservatif. Hassan Rohani reformis benar adanya dan bukan pencitraan, buktinya dirinya mulai melakukan reformasi dengan membuka kemungkinan membangun kembali hubungan dengan Amerika Serikat.

Poros panas di kawasan itu tidak hanya bersumbu antara Amerika Serikat dengan negara-negara Arab (sunni) namun juga dengan negara Persia (syiah). Dengan demikian bila ada ‘kesepakatan damai’ antara Iran dan Amerika Serikat, di mana masalah nuklir bisa diselesaikan dengan cara win-win solution, maka suasana panas di kawasan itu akan berkurang. Sejatinya, jika ditarik berdasarkan geopolitik di jazirah arab, maka pertemuan Iran dan Saudi Arabia tidak kalah panasnya.

Kita ketahui bahwa Iran, di kawasan itu merupakan salah satu kekuatan militer yang cukup ditakuti. Negara-negara Arab yang berseteru dengan Iran tak mampu untuk membendung kekuatan militer Iran sehingga mereka harus mengundang Amerika Serikat ke kawasan itu. Bila kesepakatan damai Iran-Amerika Serikat terjadi maka secara otomatis ketegangan Arab-Iran akan melunak sebab negara-negara Arab yang mayoritas berada di bawah ketiak Amerika Serikat akan didorong oleh Amerika Serikat agar mereka menahan diri dan tak neko-neko ke Iran.

Pengalaman pahit di Afghanistan membuat AS tetap tidak jera, yakni justru seperti mau mengobarkan perang lagi—minimal membuat ketegangan lagi—di kawasan lain di Timur Tengah. Apalagi Israel selama ini cukup semangat ingin terlibat dalam operasi militer melawan Iran jika AS kelak memilih opsi militer untuk melumpuhkan instalasi nuklir Iran.

Israel dilansir telah membagi pengalamannya kepada AS tentang aksi menghancurkan instalasi nuklir Irak di Osirak pada tahun 1981 lewat gempuran dengan beberapa pesawat tempur pengebom saat itu. Bahkan, menurut analis politik dan militer Israel. Israel juga meletakkan negeri Azerbaijan sebagai opsi titik telak serangan Israel atas Iran.

Tak mengherankan ketika perundingan hari terakhir antara Iran dan 5 negara anggota tetap DK PBB-AS, Rusia, China, Prancis, dan Inggris plus Jerman, yang dikenal sebagai P5+1-–pada tahun 2013 silam di Jenewa, Swiss, banyak orang Iran tak tidur semalaman menunggu hasil perundingan itu. Lalu, ketika kesepakatan sementara dicapai, sambutan meriah marak di Iran. Hasil perundingan itu berupa pencabutan sebagian sanksi ekonomi atas Iran dan membolehkan Iran melakukan pengayaan uranium, walaupun tidak lebih dari 5%, yang cukup untuk membangkitkan listrik tenaga nuklir yang selama ini diklaim Iran sebagai tujuan utama program nuklirnya walaupun anggota utama OPEC ini sangat kaya minyak dan gas alam.

Masyarakat Iran menganggap hasil perundingan itu merupakan kemenangan Iran walaupun sebagai imbalan, antara lain, Iran harus menetralkan stok uranium yang terkayakan hingga tinggal 20% dan mengizinkan anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melakukan inspeksi harian ke seluruh situs nuklir Iran, termasuk yang di Fordo (di pinggiran kota suci Qum), yang dibangun di bawah ta nah; dan di Arak, dekat Teheran, yang menggunakan air berat untuk menghasilkan plutonium, yang bisa dibuat bom nuklir juga.

Bola-Bola Api

Suasana panas kian terasa saat pemain dari masing-maisng negara mulai melempar niat untuk tidak kalah satu sama lain. Bahkan pada pertemuan awal di piala dunia 1998 Perancis, Presiden Iran Ali Khamenei bahkan pernah dilaporkan memerintahkan para pemain Iran untuk tidak lewat di depan pemain AS. Ini nampaknya bukan gertakan, melainkan suhu politik di luar lapangan sedang disusupkan kepada nyali masing-masing pemain. Iran kala itu menang dengan skor akhir 2-1.

Bagi Qatar, pertandingan ini akan menyedot penonton untut datang ke stadion. Mereka tidak akan peduli apakah pertandingan dua tim kuda hitam ini akan menyulut persoalan lain atau tidak, siapa peduali. Bola tetaplah bola, semua punya peluang untuk menang dan menguasainya. Tim Iran-AS memang dipisahkan politik, namun disatukan sepak bola (Red/M21).

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Seteru Global Dalam Bingkai Bola

Trending Now

Iklan

iklan