Parlemen
Rusia pada Kamis menyetujui RUU yang memperluas larangan "propaganda
LGBT" dan membatasi "demonstrasi" perilaku LGBT, membuat
ekspresi gaya hidup LGBT menjadi hampir mustahil.
RUU itu
masih menunggu persetujuan majelis tertinggi parlemen mereka, dan tentu saja
tanda tangan pemimpin tertinggi mereka, Vladimir Putin. Fokusnya bahwa setiap
tindakan atau informasi yang dianggap sebagai upaya untuk mempromosikan
homoseksualitas - baik di depan umum, online, atau dalam film, buku, atau iklan
- dapat dikenakan denda yang berat.
Rusia tidak
main-main soal RUU itu, nanti bakalan menyasar semua aktifitas LGBT sampai tindakan
terkecil yang sebelumnya hanya melarang promosi gaya hidup LGBT yang ditujukan
untuk anak-anak. RUU baru itu juga melarang "demonstrasi" perilaku
LGBT kepada anak-anak.
Alasan utama
parlemen Rusia sederhana bahwa terdapat nilai-nilai tradisional yang mereka
anut untuk melawan dominasi dan penagruh barat. Dalam hal ini, mereka mengambil
jarak sosial budaya dengan negara modern eropa seperti Inggris atau Prancis. Liberalisme
hingga detik ini masih dipertimbangkan sebagai cara pandang masyarakat Rusia. Namun
argumen ini sangat politis, banyak mengira hal ini sekedar meluruskan cara
pandang pejabat tinggi saja, sebagaimana halnya mereka menginvasi Ukraina.
Pihak
berwenang telah menggunakan undang-undang yang ada untuk menghentikan pawai
kebanggaan gay dan menahan aktivis hak-hak gay. Kelompok-kelompok hak asasi
manusia mengatakan undang-undang baru ini dimaksudkan untuk mengusir apa yang
disebut gaya hidup LGBT "non-tradisional" yang dipraktikkan oleh
lesbian, pria gay, biseksual dan transgender dari kehidupan publik sama sekali.
Undang-undang
akan mengenakan denda yang cukup besar untuk mengadakan unjuk rasa kebanggaan
gay atau memberikan informasi kepada anak di bawah umur tentang komunitas
lesbian, gay, biseksual dan transgender. Individu yang melanggar hukum akan
didenda hingga 5.000 rubel atau sekitar 1,3 juta rupiah. Lain cerita bagi organisasi media yang sengaja melakukan
propaganda LGBT dapat dihukum hingga 1 juta rubel atau sekitar 260 juta rupiah.
Ada catatan
menarik, rupanya RUU itu terdapat ketentuan yang memungkinkan petugas polisi
untuk menangkap dan menahan (hingga dua minggu) setiap warga negara asing atau
turis yang mereka curigai sebagai gay, lesbian, atau “pro-gay.”
Siapa Penyokongnya?
Meskipun
perlakuan tidak adil terhadap kaum gay dan lesbian terlalu umum di dunia kita,
hal itu tidak sering menjadi berita utama internasional. Padahal sejak Juli
2022 lalu, Putin sudah mengesahkan undang-undang yang melarang adopsi anak-anak
kelahiran Rusia oleh pasangan gay serta semua pasangan atau orang tua tunggal
yang tinggal di negara-negara di mana kesetaraan pernikahan ada.
Gereja Ortodok
Rusia di bawah kepemimpinan Patriarch Kirill I, dituduh sebagai pendukung utama pejabat Kremlin atas RUU Anti-LBGT itu. Mereka
bahkan secara terang-terangan melakukan serangan atas para pendukung LGBT yang berdemonstrasi
menolak disahkan RUU itu.
Kristen Ortodok
menilai ada ketidaksinambungan pola pikir kaum LGBT dengan ajaran mereka. Mereka
menyebutnya penyimpangan yang sistemik. Bahkah, mereka menyebut itu sebagai
malapetaka dari barat yang mengancam masyarakat Rusia dan dunia. Tidak salah
jika mereka begitu menempel ketat pada setiap keputusan Kremlin. Hubungan keduanya nyatanya cukup mendalam. Mengingat, tidak ada respon khusus dan sikap Kristen Ortodok Rusia yang menekan Putin menghentikan invasi Ukraina.
Ada dugaan lain yang menyatakan bahwa RUU Anti-LGBT ini sebagai penghambat anak muda Rusia kehilanagan nasionalisme mereka. Apalagi, Rusia saat ini masih banyak membutuhkan sukarelawan muda yang siap turun ke medan laga Ukraina. Namun yang pasti, kita akan akan lebih banyak melihat respon dunia barat, setelah mereka juga tidak berdaya menghentikan invasi ke Ukraina (Red/M21).