Iklan

Tebak Dadu G20

narran
Kamis, 17 November 2022 | November 17, 2022 WIB Last Updated 2022-11-17T06:48:08Z
G20, Politik, Global, Geopolitik

NARRAN.ID, POLTIK - Presidensi G20 Indonesia 2022 berlangsung dalam kondisi yang sama sekali jauh dari ideal. Perang Ukraina-Rusia sebagai proksi pertarungan kepentingan Amerika Serikat bersama Barat melawan Rusia berkomplikasi dan merusak dinamika G20. Fragmentasi tajam

Akibatnya, sejumlah isu sensitif masih belum bisa mencapai titik temu. Capaian-capaian yang ada belum menunjukkan hasil maksimal. Apalagi, perang tidak saja menunjukan bakal berakhir dalam waktu dekat, malah mengalami eskalasi. Rusia melakukan aneksasi wilayah Ukraina, sementara Amerika Serikat bakal menerapkan sanksi baru bagi Rusia. Tensi bukan menurun malah makin tinggi.

Kita juga belum tau apa yang dihasilkan pada agenda perubahan iklim pada G20 tahun. Taukah sama dengan G20 di Roma sebelumnya.Tidak ada kesepakatan, misalnya, tentang keseriusan masing-masing negara untuk membatasi emisi carbon, penyebab perubahan iklim. Juga tidak ada terobosan nyata terkait upaya mengatasi pandemi. Atau apalagi berupaya mengatasi kesenjangan ekonomi, menciptakan tatanan dunia yang lebih adil dan damai. Forum pertemuan G20 jadi lebih mirip pertunjukan teater para pemimpin dunia. Lebih sebagai tontonan ketimbang tuntunan nyata. Bernuansa fiksi ketimbang fakta.

Forum G20 akhirnya memang sekadar sarana bagi para pemimpin negara-negara “kaya” agar setiap tahun bisa berkumpul dan  berwisata mengunjungi tempat-tempat indah di dunia. Apakah pertemuan G20 bisa nyata bermanfaat bagi perbaikan dunia, masih harus ditunggu. Sejauh ini belum ada catatan signifikan yang menunjukkan Forum G20 ada gunanya.

Sejak berdiri pada 1999, Forum G20 belum mencatat kiprah nyata  untuk mampu memperbaiki dunia. Sebagai forum pertemuan pemimpin 19 negara  “terkuat”  ekonominya (plus wakil Uni Eropa), kaliber G20 tidak sefaktual dengan kualifikasi bobot keanggotaannya. 

Forum G20 kerap tidak ada bedanya dengan forum-forum pertemuan di PBB atau berbagai seminar internasional (seperti forum Davos, misalnya). Forum yang hanya menghasilkan dokumen resolusi atau kesepakatan tanpa ada kejelasan implementasi.

Narasi G20 adalah forum ekslusif yang beranggotakan negara-negara  yang menguasai 80% gross domestic product (GDP) dunia; mendominasi 75% perdagangan dunia, dan mencakup 60% populasi dunia. Di atas kertas G20 mustinya sangat powerful untuk bisa mengubah dunia menjadi lebih baik, jika para pemimpin yang hadir memiliki visi dan misi serius untuk memperbaiki dunia. Namun, nampaknya, kesan terhadap “kekuatan” G20 memang tidak sesuai harapan, lebih mirip fiksi ketimbang fakta.

Negara-negara anggota G20 tidak sepenuhnya mencerminkan kekuatan riil ekonomi dunia. Argentina, Afrika Selatan, India, Indonesia, Rusia, Mexico, Brasil, atau Turki, misalnya. Memang negara yang secara GDP dan jumlah populasi besar, tapi benarkah ekonominya kuat? Secara domestik, indeks pembangunan negara-negara tersebut tidak bisa dikatakan kuat. Apalagi jika pendapatan per kapita (GNI) menjadi tolok ukur. 

Kongsi dalam Konflik

Nampaknya hasil G20 belum menemukan titik terang mengenai sikap soal konflik Rusia-Ukraina. Kepala negara keduanya tidak dating ke Bali. Rusia bahkan hanya mengutus Menteri luar negerinya. Sebelumnya, 

AS bahkan mengancam akan memboikot sejumlah pertemuan G20 jika Rusia tidak dikeluarkan dari kelompok itu meskipun sesungguhnya G20 adalah forum kerja sama multilateral bidang ekonomi, bukan forum politik atau forum keamanan. Urusan menjaga keamanan dan ketertiban dunia, itu lebih merupakan tanggung jawab PBB.

Sementara itu, Indonesia sebagai presidensi G20 berkewajiban mengundang negara anggota, terlepas dari apa yang terjadi saat ini. Namun, aksi militer Rusia ke Ukraina menyebabkan semuanya tidak bisa berjalan sebagaimana diharapkan.

Diplomasi negara dapat didefinisikan sebagai seni dan kemampuan memersuasi pihak lain. Itulah yang dilakukan Presiden Jokowi dan juga Menlu Retno Marsudi. Mereka mengontak, menemui, dan berbicara dengan pemimpin-pemimpin penting dunia untuk memperlancar semua rangkaian KTT G20.

Kehadiran Presiden Jokowi ke KTT Khusus ASEAN-AS di Washington sekaligus dimanfaatkan untuk meyakinkan Presiden Joe Biden bahwa kehadiran AS di KTT G20 sangat penting. Sebuah langkah diplomasi yang hebat dilakukan Presiden Jokowi saat menuliskan pesan pada buku tamu pada jamuan santap malam antarpemimpin negara-negara ASEAN dan Presiden Joe Biden.

Soal pangan mestinya sudah ada jalan keluar mengingat setidaknya ada 50 negara yang bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk pasokan gandum mereka.

Selain itu, Rusia merupakan eksportir utama pupuk nitrogen, pemasok kalium terbesar kedua, dan eksportir pupuk fosfor terbesar ketiga di dunia. Ada sekitar 30 negara yang bergantung pada Rusia dalam pasokan pupuk. Perang jelas akan menyebabkan gangguan serius terhadap ketahanan pangan global. So bagaimana selanjutnya? (Red).



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tebak Dadu G20

Trending Now

Iklan

iklan