(Foto: www.jakartapost.com) |
Pengalaman Jepang lainnya jauh lebih buruk pada 2011, mereka sebagai bagian rantai produski otomotif global justru mengalami kerugian yang cukup fatal akibat parbrik komponen mereka tersapu Tsunami. Dampak itu juga menyasar produksi mobil di India berkurang 70 persen dan di China 50 persen. Kerugian akibat bencana menjadi permanen jika merusak infrastruktur, seperti jalan, listrik, dan instalasi dasar.
Cianjur merupakan wilayah yang mengandalkan agrobisnis dan agrowisata. Dua hal ini sangat vital dalam menunjang kehidupan masyarakat di sana. Pukulan telak semakin merumitkan nasib masyarakat di sana ke depannya, jika di antara korban yang meninggal justru adalah aktor-aktor penting yang memiliki peran krusial dalam penataan masyarakat dan ekonomi warga.
Memang, bencana gempa bumi itu tidak terjadi diberbagai titik di tanah air sehingga muncul anggapan yang terkena bukan kegiatan ekonomi yang menghasilkan banyak uang. Kalau dihitung secara “ekonomi”, dampak berbagai bencana ini masih terhitung “kecil”. Namun, kerugian ekonomi tak dapat semata diukur dari sumbangan yang hilang pada pendapatan nasional, tetapi harus dilihat dari kehilangan yang diderita oleh tiap korban, kehilangan sebagai persentase pendapatan atau kekayaan tiap korban.
Pasca bencana akan terjadi fenomena arus urbanisasi masyarakat ke wilayah perkotaan terdekat seperti Jakarta masih menjadi lumbung rejeki yang dapat menyajikan kemapanan. Karena, 20 persen kegiatan ekonomi nasional terpusat di Jakarta, sehingga celah untuk mencari pekerjaan yang diinginkan masih terbuka lebar. Sisi nilai positifnya akan besar harapan hidup dari mata pencarian itu. Hanya saja, sedikit banyak akan berdampak negatif terhadap ekonomi di desa jika tidak ditemukan langkah kebijakan yang bersifat solutif ke akar permasalahannya.
Jika terjadi tingginya angka urbaniasi setelah bencana, maka hal itu menunjukkan faktor terjadinya adalah instabilitas ekonomi di desa. Desa masih menjadi daerah "anak tiri" dalam kerangka program pembangunan nasional. Minimnya fasilitas dan infrastruktur dalam berbagai aspek menjadi potret yang hingga saat ini masih saja belum menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Dana Desa
Tujuan utama dari dana desa tampak sangat mulia, yang di antaranya adalah ditujukan untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan. Pagu Dana Desa tahun 2022 telah ditetapkan sebesar 68 triliun rupiah dan dialokasikan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten/kota seluruh Indonesia (Kemenkeu RI).
Output dari dana desa secara normatif akan membangun kutub-kutub ekonomi baru dan menambah jumlah orang kaya, khususnya di kawasan perdesaan. Kenaikan jumlah orang-orang kaya secara teoretis nantinya akan berefek pada penguatan konsumsi, perluasan investasi, peningkatan produksi, dan bermuara pada pertumbuhan ekonomi.
Pasca bencana ada korelasi terkait dana desa dan pemulihan ekonomi di lokasi tersebut. Oleh karena itu, obeservasi dari pemerintah pusat yang meninjau lokasi bencana tidak hanya fokus pada pemulihan mental dan infrastruktur tetapi juga praktik ketepatan alokasi pengelolaan dana desa di lapangan. Jika dana desa dioptimalkan dengan baik, seharusnya pemulihan ekonomi desa akan lebih cepat.
Terjadinya bencana juga menjadi koreksi mendalam bagi pengambilan kebijakan untuk meninjau potensi ekonomi masyarakat pada daerah terjadinya bencana. Selama ini, alokasi dana desa belum maksimal jika merujuk pada pembibitan petani muda produktif, peningkatan jejaring pasar, dan perbaikan infrastruktur pasar tradisional. Dalam perjalanannya, dana desa yang telah ditransfer untuk dikelola pemerintah desa ternyata masih membutuhkan waktu untuk bisa diterapkan dengan ideal.
Kita harus siapkan mitigas lain, bahwa pasca bencana umumnya terjadi permasalahan sosial seperti bermula pada jenuhnya kemiskinan, pengangguran, dan ukuran tingkat kehidupan yang lebih layak di desa. Posisi tawar masyarakat desa yang lebih rendah menyebabkan relasi ekonomi antara warga perdesaan dan warga perkotaan timpang. Barangkali hal ini yang menyebabkan tingkat kemiskinan di wilayah desa selalu lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan di perkotaan.
Kita bukan saja butuh relawan kesehatan namun juga ekonomi. Trauma sosial akan berdampak signifikan dengan tingkat kepercayaan produktifitas ekonomi masyarakat Cianjur. Apalagi, sektor pertanian di sana merupakan salah satu tulang punggung pemasok sayur-mayur ke wilayah kota-kota besar seperti Jakarta.
Eric Hermawan
(Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia)