Iklan

Samurai Terbit di Eropa

narran
Senin, 19 Desember 2022 | Desember 19, 2022 WIB Last Updated 2022-12-19T09:24:49Z

Timnas Jepang, Piala Dunia
NARRAN.ID, OPINI - Awal tahun 2000-an kita tak pernah lupa menyebut salah satu pemain Asia, Hidetoshi Nakata, yang berlaga di kasta tertinggi liga dunia, Serie-A. Cara bermainnya yang atraktif membuat AS Roma bahkan Fiorentina terpukau. Dia memang bukan satu-satunya warga Jepang yang membawa Asia ke pentas dunia. Setelah dia pensiun, pemain Asia membutuhkan butuh waktu lama sebelum hadir pemain lain seperti Nagatomo, Nakamura, Kagawa, Honda, dan Minamino. 

Liga-liga Asia tidak begitu memukau, tetapi sulit ditolak bahwa liga di Jepang jauh mapan. Bukan karena branding serial kartun “Captain Tsubasa”, tetapi mereka sudah memiliki budaya keikutsertaan dalam kancah sepak bola global. Tidak menyangsikan kontribusi liga-liga lain, tetapi kita bisa berdebat panjang bahwa sebelum investor minyak dan negara masuk dalam penataan liga seperti di Saudi Arabia, China, dan Korea Selatan belakangan ini.

Liga domestik Jepang cukup meriah. Dengan memiliki 123 juta populasi dan ditopang ekonomi terkuat ketia di dunia membuat Jepang dan liganya telah menjadi perhatian dunia. Banyak dari pemain muda mereka ditarik oleh para pencari bakat dari eropa. Gerenasi muda Jepang terus berbangga setalah salah satu pemain Takumi Minamino direkrut oleh tim besar Inggris, Liverpool. 

Salah satu kekuatan tim Jepang ini dibandingkan dengan versi sebelumnya adalah banyaknya pemain yang bermain di Eropa. Sembilan belas dari 26 pemain saat ini bermain di Eropa dan ada lebih banyak pemain (delapan) di Bundesliga daripada di Liga J (tujuh). Bahkan ketujuh pemain tersebut termasuk Yuto Nagatomo, yang bermain di Eropa selama 11 tahun, bermain lebih dari 200 pertandingan untuk Inter Milan; dan Hiroki Sakai, yang sukses di Jerman dan Prancis.

Kematangan tim Jepang sudah bisa dilihat sejak pertandingan pertama Piala Dunia Qatar kemarin dengan mengalahkan tim kuat Jerman 2-1. Dunia sedang melihat tim Asia berbenah dan sudah membawa pulang trik dan keahlian yang mereka timba dari liga-liga terbaik eropa selama ini. Mereka kini bukan pemain kelas dunia yang menunggu di bangku cadangan, di Eintracht Frankfurt, Jerma, Daichi Kamada menjadi pemanggul bola sebagai gelandang serang mereka. Kini trend para pencari bakat beralih ke benua Asia.

Terry Westley, mantan bos akademi West Ham yang kini bekerja sebagai direktur teknik J League, sering ditanya klub-klub Eropa tentang bakat yang muncul di Jepang. “Mentalitas, nomor satu,” bahkan saat dia ditanya apa yang begitu menarik bagi klub-klub Eropa. “Anda akan mendapatkan pemain yang ingin berkembang. Sangat teknis. Jika seorang pemain muda Jepang disuruh melatih sentuhannya, mereka tidak akan bosan, mereka akan benar-benar berlatih.” Tim Jepang merasa bahwa kepelatihan di negara mereka terlalu seragam, dan mereka perlu melakukan pekerjaan yang lebih spesifik untuk mengembangkan pemain. Mereka melihat bahwa ini adalah arah yang dituju di Eropa, di mana banyak klub Liga Premier sekarang memiliki pelatih pengembangan individu, atau pelatih transisi untuk membantu pemain berpindah dari akademi ke lingkungan tim utama.

Liga eropa seperti Primier League lebih menyukai pemain yang memiliki postur tinggi. Hal ini sanagat menyusahkan untuk mengambil opsi pemain dari laur standar itu. Ketika banyak pemain Jepang mulai masuk dan menunjukkan skil mereka, semua tidak mengira bahwa rata-rata pemain Jepang memiliki disiplinitas dan pengambilan resiko tinggi. Bagi pemain Jepang ini bukan soal dirinya dan sepakbola, lebih jauh adalah bagian dari kemartabatan negara. Jati diri dan tanggung jawab ini persis seperti perilaku seorang Samurai penuh perhitungan dan jiwa korsa guna  mencoba keberuntungan di luar tanah kelahirannya.

Kisaran transfer pemain Jepang memang selalu jauh dari pemain professional dari benua Amerika Latin dan Eropa. Lima tahun belakangan transfer pemain Asia bergerak tajam. Sebagian dari mereka yang dulu dibeli dengan harga murah dari klub asalnya kini menjelma sebagai pemain rekrutan prioritas. Klub Brighton membayar sangat sedikit untuk Kaoru Mitoma dari Kawasaki Frontale pada 2021. Sekarang, setelah hanya setengah musim Liga Premier di belakangnya, dia sudah terlihat seperti pemain £20 juta. Takehiro Tomiyasu meninggalkan Jepang dengan harga murah ke Belgia pada 2018, kemudian pindah ke Italia pada 2019 dan kemudian ke Arsenal seharga £16 juta pada 2021. Dia sekarang menjadi pemain pilihan pertama di tim papan atas Liga Premier.

Pemain muda Jepang telah membawa atmosfer ke J League. Awalnya sangat sulit sekali pemain muda melakukan debut di liga domestic di saat pemain senior masih tersedian untuk dimainkan. Rupanya budaya semacam itu sudah mandarah daging. Kini kesempatan itu tersedia, di saat sebagian besar datang dari pengalaman liga dunia, sebuah klub akan selalu memilih pemain yang lebih muda daripada yang lebih tua jika mereka sebagus satu sama lain, hanya karena nilai jual kembali. Tapi rasa hormat terhadap senioritas sangat berpengaruh di Jepang. Peluang untuk pemain muda telah dibatasi di masa lalu, dan baru belakangan ini klub J League mulai melibatkan lebih banyak pemain muda.

Lalu apa yang paling menghibur di luar lapangan dari para pemain Jepang itu. Jawabannya sederhana, di luar lapangan, jarang ada pesepakbola Jepang yang muncul di halaman depan surat kabar karena melakukan perselingkuhan yang melibatkan minum-minum, berkelahi, berjudi, atau tertangkap basah dengan istri orang lain. Sekali lagi, rasa malu pribadi akan sangat besar, tetapi rasa malu yang dibawa ke klub tidak akan tertahankan.


Penulis:
Eric Hermawan
(Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Samurai Terbit di Eropa

Trending Now

Iklan

iklan