(Foto: Istimewa) |
Kebijakan Heru Budi dengan menggelar Christmas Carol di ruang publik ini tentu saja mengikuti jejak Anies Baswedan. Di masa kepemimpinan Anies Baswedan, kegiatan Christmas Carol baru dimulai, tepatnya pada Desember 2019. Lalu dilanjutkan secara daring di pandemi tahun 2020 dengan penampilan spesial dari Ibu Veronica Tan. Dan kembali meriah kembali di tahun 2021.
Berkaca di pelaksanaan Christmas Carol sebelumnya, titik-titik lokasi menggelar Christmas Carol bahkan lebih banyak. Selain di Terowongan Kendal dan Bundaran HI, ada beberapa lokasi lain yang digunakan seperti Karet Sudirman, FX Senayan, Stasiun MRT Blok M, dan Stasiun MRT Cipete, Taman Ismail Marzuki, Stasiun Tebet, Apartemen Epicentrum, Lapangan Banteng, Taman Ismail Marzuki dan banyak lainnya. Jumlah penampil pun berjumlah belasan. Mulai dari solois hingga grup dari beragam denominasi gereja ataupun kelompok umum. Dan bukan hanya mereka yang Kristen dan Katolik tapi juga agama lainnya yang ikut tampil menyemarakkan.
Di media sosial, hubungan Pj. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi dan Anies Baswedan sering dianalogikan seperti air dan minyak. Tidak pernah klop. Heru Budi dianggap selalu membuat kebijakan yang berbeda dengan Anies Baswedan. Harus berseberangan. Benarkah itu?
Sebenarnya, faktanya tidak seperti itu. Netizen di media sosial sering terburu-buru dalam membuat kesimpulan. Padahal, sebuah kebijakan harus dinilai dengan kepala dingin. Harus ditelaah secara perlahan dan mendalam. Tidak bisa main sikat dalam membuat kesimpulan.
Kebijakan menggelar Christmas Carol di ruang publik adalah bukti bahwa Anies Baswedan menegakkan toleransi di Jakarta. Semua orang paham hal tersebut, termasuk Heru Budi. Sebagai orang yang berpendidikan, Pj. Gubernur paham, bahwa kebijakan yang baik harus diteruskan.
Pak Heru Budi sebagai seorang nasionalis sejati, pasti paham bahwa kebijakan Christmas Carol di Jakarta adalah upaya pintar dalam merajut tenun kebangsaan dan merekatkan kebersamaan antar-umat beragama di Jakarta.
Hasilnya pun sudah terbukti. Di masa kepemimpinan Anies Baswedan, Jakarta adalah kota dengan pertumbuhan nilai toleransi terbaik di Indonesia. Hal tersebut berdasar riset dari Setara Institute.
Pak Heru Budi, tentu ingin melanjutkan kebijakan tersebut, karena sudah terbukti mampu memupuk toleransi di Jakarta. Memang seorang pemimpin seharusnya seperti itu. Bila kebijakan pemimpin di masa sebelumnya sudah baik, seharusnya yang diteruskan. Tak perlu diutak-atik.
Lantas, bagaimana dengan jumlah venue yang berkurang? Dulu lokasinya banyak, sekarang hanya tiga. Tenang, jangan berburuk sangka dulu. Pak Heru ingin Christmas Carol digelar di tempat-tempat yang benar-benar terpilih dan memberikan kesan mewah dan meriah.
Bundaran HI, kita tahu sekarang semakin cantik. Hadirnya Halte Transjakarta baru di Bundaran HI membuat titik ini terasa pas untuk menggelar Christmas Carol. Begitu pun dengan Kota Tua Jakarta. Sejak direvitalisasi di masa Anies Baswedan, Kawasan Kota Tua juga semakin cantik dan jadi lokasi favorit kunjungan publik. Tepat sekali untuk menggelar acara seperti Christmas Carol.
Melihat fakta-fakta di atas, sudah jelas bahwa apa yang dilakukan Heru Budi mengikuti dan meneruskan kebijakan-kebijakan Anies Baswedan. Dan pilihan itu sudah tentu sangat tepat. Bila sebuah kebijakan sudah bagus, mengapa harus diutak-atik? Tinggal lanjutkan dan nikmati hasilnya. Heru Budi paham baik hal itu.
Billy David
(Cahaya Dari Timur Foundation)