Iklan

Apakah Menikah Solusi Utama Resesi Seks?

narran
Minggu, 15 Januari 2023 | Januari 15, 2023 WIB Last Updated 2023-01-15T10:16:20Z

Resesi, Resesi Seks, Populasi, Dunia, Negara
NARRAN.ID, ANALISIS - Belakangan hangat isu terkait resesi seks. Tingkat kelahiran semakin minim akibat beberapa pilihan untuk tidak menikah dan keengganan individu untuk tidak memiliki seorang anak. Beberapa negara kini juga mengalami mengalami penurunan angka kelahiran yang cukup signifikan. Fenomena ini terjadi karena warga masyarakat di negara tertentu menganggap memiliki anak bukan sesuatu keharusan. China, Jepang, dan Korea Selatan menjadi contoh negara dengan kecenderungan tidak memiliki keturunan sebagai pilihan hidup warganya. 

Ambil contoh China misalnya, negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia itu mengalami tingkat kelahiran yang menurun drastis, yakni sekitar 7,52 kelahiran per 1.000 orang pada tahun lalu. Penelitian dari Communist Youth League of China menunjukkan, hampir 50% perempuan muda China yang tinggal di daerah urban enggan untuk menikah. Tren serupa juga sudah lama melanda Jepang. Pada 2021, tingkat kelahiran bayi menjadi titik terendah sejak 1899. Ditambah lagi dengan rata rata perempuan Jepang yang pertama kali menikah adalah 29 tahun.

Jepang sebenarnya merespon lebih serius lagi, seperti dikutip dari Asosiasi Keluarga Berencana Jepang menyebutkan, Jepang kini menjadi bangsa yang aseksual. Rupanya ini terjadi setelah sebuah survei pada 2015 lalu menunjukkan, 49% warga Jepang tidak berhubungan seks dalam sebulan terakhir, meningkat 5% bila dibandingkan dengan2013.

Kondisi penurunan aktivitasseksinilahyangkemudian memunculkan sebutan resesi seks. Frasa ini merujuk pada istilah ekonomi yang menunjukkan penurunan dalam dua periodekuartalanberturut-turut. Bila diperbandingkan dengan China dan Jepang,Korea Selatan (Korsel) justru sudah memberlakukan daruratresesi seks.

Tingkat kesuburan diKorsel hanya 0,8% pada 2021 dan jumlah pernikahan hanya 193.000 atau terendah sepanjang sejarah. Ditambah lagi banyak warga Korsel enggan menikah karena ketidakpastianpekerjaan,mahalnyaharga rumah, dan biaya yang tinggi untukmerawatanak.

Tren resesi seks juga bukan hanya melanda negara-negara di Asia Timur. Jika di Asia seks kerap diasosiasikan dengan penurunan tingkat kelahiran, di Eropa,resesi seks kerap dikaitkan dengan kebahagiaan.

Konteks negara Amerika Serikat (AS), berdasarkan TheAtlantic pada 2018, AS memasuki resesi seks di kalangan generasi muda. Itu terungkap pada survei Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit antara1991 hingga 2017 di mana jumlah anakmuda yang berhubungan badan menurun dari 54% menjadi 40%. Berbeda pula dengan orang Swedia yang mengalami resesi seks karena faktor kelelahan yang berdampak pada penurunan libido.

Tren serupa juga terjadi di Australia. Survei Australia Talks menunjukkan 40% anak muda di Negeri Kanguru itu tidak pernah berhubungan seks. Aktivitas seksual anak muda Australia sama seperti para manula yang berusia di atas75 tahun.

Animo Memiliki Anak Menurun Bagaimana dengan di Indonesia? Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengakui potensi resesi seks di Indonesia bisa saja terjadi, tetapi memiliki waktu dan proses panjang. Hal itu dikaitkan dengan usia pernikahan yang semakin tua, tidak lagi muda.

Tinjauan secara biologis memang hampir-hampir tidak ada resesi seks karena seks merupakan kebutuhan manusiawi. Resesi seks bisa terjadi secara massif atau massal ketika orang tidak punya nafsu seks. Justru kondisi yang terjadi di berbagai negara adalah penurunan animo orang untuk berkeluarga dan animo memiliki anak.

Artinya total angka kelahiran total(totalfertility rate/- TFR) negara-negara itu sudah jauh di bawah dua dan bahkan adayangTFR-nyasatumaupun jauh di bawah satu. Akibatnya terjadi penurunan penduduk di negara tersebut dan dapat berimbas pada pertumbuhan penduduk dunia.

Ada banyak faktor yang mendasari itu, di antaranya faktor keyakinan atau agama, adat-istiadat, dan budaya. Salah staunya faktor keyakinan atau agama mendorong orang di Indonesia untuk menikah atau berkeluarga dan memiliki anak. Apalagi mayoritas pendudukIndonesia beragama Islam dan dalam Islam ada ajaran bahwa menikah setengah dari ibadah sertamemilikianakjugabagian dari ibadah.

Berbeda di negara maju, kenyataan bahwa orang menikah di antaranya ada karena alasan security. Seorang perempuan menikah dengan seorang laki-lakihanya untuk mendapatkan perlindungan atau keamanan dan tidak untuk mempunyai anak. Banyak sebab lain yang menjadikan seseorang memilih untuk tidak beraktivitas seksual. Misalnya perkembangan teknologi yang menyebabkan seseorang memiliki banyak alternatif hiburan/kegiatan untuk dilakukan.

Kesadaran akan pentingnya kematangan kognitif dan emosi untuk menyertai risiko yang bisa muncul seperti kehamilan dan tertular infeksi menular seksual juga mengakibatkan mulai banyakremajayangbertahan untuk tidak buru-buru melakukan aktivitas seksual. Selain itu orang dewasa juga membatasi aktivitas seksualnya dengan alasan yang sama.

Secara keselurhan bahwa di Asia, resesi seks dikaitkan dengan pilihan tidak memiliki anak yang menurutnya hal ini bukan alasan yang tepat. Masyarakat di Asia masih tertarik dengan aktivitas seks karena dorongan seksual masih menjadi dorongandasar yangmemotivasi manusia untuk menjalin relasi intim. Hal ini ditinjau dari banyaknya orang masih tertarik mengonsumsi pornografi, percaya terhadap mitos-mitos seksual,dan menggunakan aplikasi yang terkait seksualitas. Antara minat seksual dan pilihan untuk tidak berkeluarga dan memiliki anak tidak selalu terkait. Mengenai munculnya kecenderungan pada generasi muda Indonesia untuk menunda perkawinan atau memiliki anak, saat ini bukan suatu hal yang harus dikhawatirkan karena pada beberapa kasus bersifat keinginan sementara. (Red).

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Apakah Menikah Solusi Utama Resesi Seks?

Trending Now

Iklan

iklan