Iklan

Curiga Politik Identitas

narran
Senin, 09 Januari 2023 | Januari 09, 2023 WIB Last Updated 2023-01-09T16:02:38Z
Islam Politik, Indonesia, Politik Identitas
“Hampir semua keburukan di dunia ini diperbuat oleh orang-orang dengan niat yang baik." TS. Eliot

NARRAN.ID, ANALISIS - Jika politik identitas dalam sistem politik harus disingkirkan, uneg-uneg kemudian bertanya ulang lalu siapa yang layak menjelaskan identitas itu. Jika diungkapkan menyebabkan perasaan tidak nyaman dan sungkan karena menghadirkan posisi superioritas dan emperioritas. Apakah ada cara lain, selain politik yang vulgar dan penuh rasa percaya diri macam ideologi demokrasi sehingga dianggap dapat mewadahi atau meredamnya? 

Tahun politik seakan musim semi bagi tumbuh kembang narasi“politik identitas”. Ada banyak yang berusaha memanennya atau sesegera mungkin memangkas agar tidak mekar sebelum waktunya. Selain jadi meme, frase mantra identitas itu dituduh telah menyebabkan polarisasi sosial yang tajam. Agama, ras, suku, atau (pendapatan) mudah sekali memantik kisruh dan pergumulan pada cawan media sosial. Demokrasi seketika bercorak antagonis dan memaksa orang tidak bersuara soal identitas. Anomali keterbukaan yang sengaja ditekan itu, diupayakan agar trauma publik tidak kian terbuka. 

Dari pemilihan Gubenur DKI sampai Pilpres 2019, kita “kelebihan identitas” yang tidak teridentifikasi. Orang tiba-tiba dianggap rasis pada etnis Cina atau Arab, serta menambahkan warisan masalah yang tidak disadari sebelumnya. Identitas menjadi senjata yang menegaskan posisi dan usaha mendiskreditkan seseorang. Tidak bisa dibayangkan betapa runyamnya perdebatan anatara siapa paling Pancasila diantara ras atau suku yang menjadi taruhan di medan politik identitas itu.

Ada yang diuntungkan dan ada pula dirugikan, sekalipun keduanaya sama-sama tidak sungkan mengarahkan busur identitas pada lawan politik satu sama lain. Kita tak usah memaksa secara etis tidaknya ideologi demokrasi guna menilai itu. 

Sekalipun tidak direstui, politik identitas banyak dirayakan. Donald Trump disambut duka cita saat memenangkan pilpres AS karena dianggap mewakili kalangan pekerja. Mayoritas di antara mereka adalah kalangan kulit putih. Di Italia, Perdana Menteri Matteo Salvini memenangkan pemilu dengan dukungan penuh partai sayap kanan berkolaisi dengan faksi anti-kemapanan. Tragedi Brexit Inggris tidak lepas dari sokongan politik identitas dan memaksanya melakukan referendum atas Uni Eropa.

Dalam bukunya”Against Identity Politics: The New Tribalism and the Crisis of Democracy”, Fukuyama memastikan bahwa abad-21 seolah menjadi posisi waktu yang tidak menguntungkan karena faktor kesenjangan ekonomi yang determinan menjadi isu pokok di negara demokrasi. Sekalipun demokrasi telah berhasil mengekspor teknis politik dari 35 negara menjadi 110 negara atau mungkin lebih. 

Masalah ekonomi sangat terkait pada basis politik identitas agar mudah digerakkan. Rentan sekali dalam kasus Indonesia menjadikanya alat untuk menghantam atau sengaja dihantamkan. Selain karena tidak butuh modal banyak, efek sampingnya lumayan laten adanya. Tahun politik 2024, politik identitas akan bergema dan seolah dianggap kembali menemukan lingkungannya. Tetapi ini kembali lagi pada penyerunya, apakah politik identitas ada atau memang sama-sama meniatkan ada?

Curiga Politis

Politik identitas digadang-gadang menghambat pemilu jurdil. Agama dan ras masih menjadi obrolan sehari-hari. Jika seagama memilih calon berdasarkan ukuran keimanan, ras, atau suku tertentu  itu lumrah dan sama-sama politik identitas. Kecurigaan sebenarnya jatuh pada pemaksaan term agama dan ras kemudian dipasangkan untuk menjatuhkan. Perilaku ini dapat dilakukan baik oleh orang antagonis atau protagonis dalam perumpamaan lakon. 

Peran antagonis akan mengusahakan dan mengumpulkan data atau informasi lengkap maupun sebagian untuk dijadikan propaganda menarik. Harapannya atensi dan partisipasi politik berubah. Orang dengan lakon protagonis tentu tidak tinggal diam. Mereka meluruskan atau merespon balik untuk menyerang balik sebagai respon “didzalimi”. Dengan dua peristiwa di atas keduanya sama-sama melakukan percobaan dengan satu bahan yang sama, yakni sama-sama menjadikan politik identitas sebagai identifikasi.

Kecurigaan merupakan sikap yang terstimulus dan telah menemukan kecenderungan adanya politik identitas di waktu mendatang. Selagi rasa nasionalisme atau kepentingan politik itu masih diwadahi dan dipersilahkan dengan percobaan macam-macam cara, maka selamanya meme politik dan perputaran simbol identitas tersebar mudah dengan penuh rasa penerimaan pada publik.  


Penulis:
Melqy Mochammad
(Penikmat Masalah Sosial)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Curiga Politik Identitas

Trending Now

Iklan

iklan