Iklan

Mati Paruh Waktu di Tengah Kota

narran
Rabu, 11 Januari 2023 | Januari 11, 2023 WIB Last Updated 2023-09-05T11:11:44Z
Intermezo, Jakarta, Anak Muda
NARRAN.ID, INTERMEZO - Ari (26) bekerja full time di perusahaan Jasa. Dia mulai beraktivitas bekerja sejak 07.00 pagi hingga menjelang petang. Resiko jalanan dua dimensi waktu itu tidaklah mudah. Apalagi kantornya tepat di jantung ibu kota, Jakarta. Dia sudah hapal betul titik mana saja yang akan macet tanpa harus melihat tanda warna merah google map atau tidak. Sekalipun hapal bukan berarti dia selamat, dirinya harus merelakan tubuhnya disisipkan suplemen setiap hari agar tubuhnya tetap menopang kinerjanya. Luar biasa, sekalipun dirinya stress naudzubillah, dia masih saja bisa mengendalikan rutinitas itu.

Itu baru kisah Ari, masih banyak seperti dia, ribuan bahkan ratusan ribu jumlahnya melakukan ritual memburu cuan. Hidup kadang menunda mati atau sebaliknya. Pekerja yang ulet bisa saja dia untung besar dan kaya, tetiba tubuhnya balik mengancamnya dengan banyak penyakit dan tekanan yang tidak bisa lagi diajak bicara dari hati ke hari. Ari sering mengeluhkan sakit pada pingganya, di akhir pekan dia tidak bisa membagi waktu lain selain berkonsetrasi istirahat agar otot dan pikirannya pulih, karena masih ada senin-senin lainnya.

Banyak sarjana muda memimpikian bekerja di gedung tinggi di Jakarta. Betapa mewahnya kita jika berjalan dengan name tag tertera perusahaan beken yang kita impikan. Belum lagi mimpi besaran gajinya, kita dapat mengagendakan healing hingga mabok soda di lokasi wisata murah pinggir kota. Kemewahan itu tergantung masing-masing individunya. Walaupun bayangan itu tidak semua menarik, coba tanya anak-anak muda yang bekerja di daerah SCBD, Jakarta Selatan, dengan beban kerja yang rumit dan gaji dengan berbagai level di tanggal berapa gaji mereka habis? biaya kerja bahkan lebih besar dari apa yang didapatkan.

Tidak ada yang lebih menyeramkan selain kata “besok senin”. Kata itu tidak bisa dimafhum sedikitpun. Mereka memulai hari itu dengan marah, gusar, dan akhirnya kembali biasa saja. Semua itu karena tiada pilihan lain selain kerja-kerja. ”Memikirkan kota adalah menyadari aspek konfliktualnya: batasan dan kemungkinan, kedamaian dan kekerasan, pertemuan dan kesendirian, kebersamaan dan perpisahan, yang enteng dan puitis, fungsionalisme brutal dan improvisasi mengejutkan”.

Pernyataan Henri Lefebvre ini bisa digunakan untuk mendekati seperti kota Jakarta, kota yang punya daya-daya bertentangan di dalamnya. Jakarta berpotensi besar menghasilkan hal-hal baik meski secara aktual lebih banyak masalah di sana. 

Kita saksikan ada banyak masalah di situ: macet, banjir, sampah, kepadatan penduduk, pengangguran, kesenjangan ekonomi dan kemiskinan, tata ruang semrawut, minimnya sarana transportasi publik, polusi, korupsi, dan lain-lain. Namun, di kota besar yang bertahan seperti itu pasti ada kekuatan yang bekerja. Kami coba mengidentifikasi kekuatan itu untuk memperoleh pemahaman mengenai tuntutan yang dihadapi pemimpin Jakarta.

Yoi, Jakarta!

”Di Jakarta, Tuhan menciptakan orang Indonesia.” Ungkapan JJ Rizal saat diskusi dengan kami menyiratkan kekuatan Jakarta sebagai tempat berkumpul orang dengan latar belakang berbeda. Potensi perubahan perilaku dan perubahan politik ada di situ meski tentu mengandung potensi konflik.

Di Jakarta tumbuh kesadaran pelestarian lingkungan dan ide perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang memenuhi kebutuhan mereka. Sudah terbentuk gerakan politik hijau di kota ini. Kesadaran itu tumbuh dan mulai mengonsolidasi kekuatan.

Potensi pariwisata Jakarta tergolong besar. Ada pantai, laut, pulau, situs budaya, sentra perbelanjaan, beragam kuliner, dan seni. Peristiwa sejarah penting banyak terjadi di sini dan itu bisa jadi obyek wisata menarik jika dikelola dengan baik.

Di tepian kota besar ini banyak tersimpan keluh. Tidak sedikit yang menyerah di awal dan gagal di akhir. Kota sebesar Jakarta memang tidak bisa ditaklukkan tetapi mampu dikendalikan. Jika kita mau apa-apa tinggal klik mbah google langsung telusur mengarahkan kita persis di titik mana dan kliteria seperti apa yang kita inginkan. Tentunya tidak gratis, untuk mencapainya kadangkala kita butuh gengsi bahkan jual harga diri.

Apa mungkin juga kota Jakarta dan kota lainnya memang perlu di desain ulang seperti Kota Neom ala Sultan Salman, Saudi Arabia. proyek konstruksi megabesar milik Arab Saudi. Konsep kota futuristik yang mengadopsi bentuk garis atau lorong lurus itu begitu mirip dengan Kota Linier karya Arturo Soria y Mata di Madrid, Spanyol. 

Keduanya sama-sama memimpikan kota yang efektif berbasis angkutan umum massal, bebas polusi, dan selaras dengan alam. The Line dirancang penuh dengan ruang hijau di antara berbagai bangunan untuk berbagai fungsi. Di sana akan ada hunian, kawasan industri, pusat penelitian, tempat olahraga dan hiburan, serta obyek wisata.

Tidak ada kendaraan pribadi di sana. Dengan lima menit jalan kaki, siapa saja bisa mengakses berbagai sarana dan prasarana publik. Dengan menggunakan angkutan umum vertikal, mirip lift, orang bergerak cepat dari bagian bawah ke puncak dinding kota. Dari ujung satu ke ujung lain ditempuh hanya 20 menit saja memakai kereta supercepat. Ada bandar udara, juga pelabuhan, di sana. Kota senilai 725 miliar dollar Amerika Serikat itu ditargetkan mulai mewujud. Kelak, kota ini akan dihuni 9 juta jiwa, nyaris setara dengan penduduk Jakarta dan Seoul di Korea Selatan. Namun, total luas The Line hanya 34 kilometer persegi, sementara Jakarta 661,5 kilometer persegi dan Seoul 605,2 kilometer persegi.

Tapi bisakah seorang seperti Ari membayangkan hidup di kota seperti Neom dengan harga yang fantastis. Di Jakarta saja masih banyak yang hanya mengandalkan tempat tinggal kontrakan seadanya. Harga rumah tidak sebanding dengan besaran umum gaji di Jakarta, apalagi di kota lainnya. Berharap pulang dari kemacetan bisa rebahan dan tenang dengan mimpi kaya dan sejahtera tunggu dulu. Ada banyak yang mecoba itu sebagian berhasil, sebagian lagi tumbang sebagai statistik orang kalah dan tergusur jauh dari perkotaan. Tenang ada weekend kok! (Red/Mlq)


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Mati Paruh Waktu di Tengah Kota

Trending Now

Iklan

iklan