Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menyatakan bahwa dengan bergabungnya RK dengan Partai Golkar bakal memberikan beberapa dampak. Pertama, Golkar tentu memiliki segmen baru dalam memperlebar pemilihnya, karena secara infrastruktur pemilihnya selama ini masih terbentuk atas warisan Orde Baru, sehingga bergabungnya RK pemilih pemula dan muda yang kategori Milenial dan Z tentu mudah kenal dengan Golkar. Kedua, Golkar memiliki alternatif lain capres atau cawapres, jika di tahun 2024 Airlangga gagal maju. Apalagi Jawa Barat sebagai basis suara kunci di Pilpes, bakal menguntungkan bagi Golkar atau capres yang diusungnya.
“Kang Emil bisa jadi alternatif nih bagi Golkar di tahun 2024 jika Airlangga gagal maju sebagai capres dan cawapres. Nilai jual Kang Emil itu tentu sebagai Gubernur Jawa Barat, yang basis suaranya sangat menjanjikan sebagai capres atau cawapres. Ya, itu tergantung Golkar lagi mau atau tidak usung Kang Emil’, ujar Arifki.
Golkar ini partai yang tidak memiliki pemilik. Jika dilihat lagi dari pengalaman dua piplres terakhir, 2014 dan 2019 Golkar gagal mencalonkan kadernya sebagai capres atau cawapres. Meskipun secara kursi di parlemen berada di posisi dua. Artinya, banyak kemungkinan yang bakal mengubah konstelasi Pilpres 2024 terutama dengan bergabungnya Kang Emil ke Partai Golkar.
Pada sisi lain, anggota Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) PAN dan PPP juga sudah dilirik oleh figur lain. PAN yang sudah memulai kedekatan dengan Erick Tohir dan PPP yang sedang menunggu bergabungnya Sandiaga Uno sebagai kader partai. Lamanya deklarasi capres dan cawapres KIB menjadikan publik berasumsi bahwa KIB identik dengan Ganjar atau figur-figur baru yang ppuler.
“KIB harus segera deklarasi capres yang berasal dari Ketua Umum. Jika masih terlalu lama memberikan kepastian itu terhadap publik. Wajar saja kan publik menilai KIB bakal menjadi kendaraan untuk Kang Emil, Erick Tohir, Sandiaga Uno, bahkan seorang Ganjar Pranowo”, tutup Arifki. (Red)