Media sosial yang gemerlap membantu kita memiliki referensi kecantikan atau ketampanan. Kita bahkan mengeluarkan materi besar menjaga tubuh dan mental tiada habisnya. Rupanya, situasi ini tidak saja terjadi pada perempuan namun juga laki-laki.
Banyak pria remaja dan dewasa mulai mencari titik lemah dirinya dan mendaur ulangnya untuk menarik perempuan. Seperti sebuah kamus, mereka sudah tahu titik mana saja yang akan menarik perasaan bahkan nafsu perempuan. Ganteng bahkan tidak cukup, harus ada kerja keras lain yang membuat performa mereka tetap stabil dan menarik perhatian.
Tubuh laki-laki juga memiliki dimensi sensual yang tidak banyak dibicarakan di publik sebagaiman tubuh perempuan. Tubuh laki-laki yang seksual, benar-benar estetis, dan sama sekali seoalah tidak tahu malu. Jangan salah bahwa banyak sekali lelaki belakangan ini ikut perawatan yang dipercantik, dipreteli, dicabik-cabik, adalah aksesori yang wajib dimiliki oleh para pemuda masa kini. Hingga kita tahu bahwa dari lelaki sudah memiliki anggaran untuk perawatan tubuh yang belum kita dibayangkan jumlahnya.
Situasi ini bisa disebut spornoseksual, individu sangat ingin mengobjektifkan diri sendiri, memuja gym yang ingin diinginkan untuk tubuh mereka lebih idamkan seperti perut sixpack atau apalah itu. Hasrat untuk diinginkan, yang selalu menjadi jantung metroseksualitas yang mementingkan diri sendiri, telah diisi dengan dipersonalisasi, dan “dipornisasi” untuk dunia yang mengagumi selfie.
Ingat, tampan saja tidak lagi cukup sayang. Kamu harus mencari kelebihan lain. Mungkin kita mesti terlihat hebat atau harus memicu“horni. Bahkan tidak jarang, banyak lelaki selalu berharap bisa menjadi sosok yang pandai bercinta. Gila bukan!
Netizen perempuan dari Internasional bahkan Indonesia sering berbisik ramai soal adegan lab yang terkenal di film Captain America pertama (2011) di mana Evans yang culun-kurus (keajaiban CGI!) Diubah, dengan suntikan steroid radioaktif dan mantra pendek dalam microwave raksasa, menjadi Rocky/Men's Health yang diminyaki cover star. Diskusi soal menariknya bentuk sixpack perut Captain America bahkan dieulakan sebagai teman imajinasi seksual perempuan.
Sama halnya dengan Chris Pratt dari Parks and Recreation yang gemuk diubah menjadi dewa sensual antar galaksi pada film Guardians of the Galaxy (2014), dan semua orang terkesima oleh 'efek khusus tersutuktur' ini. Jangan salah bahwa di media arus utama, pria seringkali lebih diobyektifikasi daripada wanita. Bahkan Tuan Gray yang 'ahli' juga seorang spornoseksual yang 'benar-benar diobjekkan'. Ingat dong trailer 2,23 menit untuk 50 Shades of Grey (2015).
Film 50 Shades of Grey (2015) diprotes oleh beberapa feminis atas apa yang mereka lihat sebagai perlakuan merendahkan perempuan dan sikap seksis (meskipun ditulis, disutradarai dan diproduksi oleh perempuan), tidak ada kurang dari tujuh bidikan kamera tubuh Jamie Dornan yang halus dan terpahat di gym, termasuk bidikan cermin yang memberi pada kita. Tampilan depan dan belakang,dan juga bidikan dirinya memainkan piano tanpa penutup dada. Dibandingkan dengan perhatian Ms Steele (Dakota Johnson), mata wanita justru tertuju penuh pada si Dorman. Ngaku gak?
Di Inggris, ketika 50 Shades of Grey memamerkan barang-barang Gray di bioskop, London Underground menjalankan kampanye poster untuk perusahaan suplemen online bernama Bulkpowders.com yang menampilkan seorang pria muda berotot yang telanjang bulat. Faktanya, hampir separuh pria Inggris berusia 16-24 mengonsumsi produk nutrisi olahraga).
Acara yang memiliki rating besar di barat seperti “Love Island” musim 2017, sebuah pertunjukan di mana pria dan wanita harus berpasangan (heteroseksual). Aturannya, pasangan paling populer memenangkan hadiah uang. Di dalamnya menampilkan kontestan wanita dalam bikini duduk-duduk di atas bean bag mendiskusikan ukuran implan mereka. Sementara di latar belakang para pria, mereka berolahraga dengan koper mereka, memompa bean bag serta kesan keringat basah pada dada mereka berkilauan saat kamera memperbesar sorotannya. Begitulah spornoseksualitas terang-terangan dari acara 'heteroseksis' seperti Love Island (para juru kampanye gay mengeluh bahwa acara tersebut tidak memiliki kontestan LGBT) sehingga akhirnya menjadi semacam komedi heteroseksualitas.
Tubuh spornoseksual jelas hasil produksi. Di mana Beckham adalah metroseksual 1.0. Ronaldo adalah 2.0 (walaupun dia mungkin akan menilai dirinya sendiri 5.0) atau mungkin kamu selanjutnya. Khusus Ronaldo, seperti banyak pemuda (pria-wanita) saat ini semua menginginkannya: ketenaran, kesuksesan, uang, tubuh dan juga kecantikan dan kepekaan, dominasi dan ketundukan.
Selama bertahun-tahun dia telah menjadi subjek kampanye metro/homofobia yang kejam di media tabloid Inggris karena dia menyukai warna pink, mengenakan bunga di belakang telinganya saat liburan, jangan lupa kadang Ronaldo menangis. Secara fisik menunjukkan kasih sayang secara fisik kepada teman laki-laki. Di satu sisi, tampaknya sama sekali tidak takut disebut gay atau sama sekali tertarik dengan pendapat pers jika didapati sebagai seorang gay.
Spornoseksualitas juga bukan sesuatu yang terbatas pada dunia media Hollywood, TV, olahraga, dan periklanan. Spornoseksual ada di mana-mana mencoba mendapatkan perhatian kita, dan biasanya berhasil, meskipun kita sudah berusaha sebaik mungkin untuk berpura-pura tidak menyadarinya.
Secara naluriah, spornoseksual tahu bahwa semua objektifikasi diri yang bersemangat ini adalah tentang merayakan bukan kejantanan laki-laki, melainkan keserbagunaan laki-laki dan penemuan kembali atas desain ulang tubuh laki-laki bukan lagi sesuatu yang hanya instrumental, sesuatu untuk menghasilkan barang dan uang, untuk berperang. mengekstrak batu bara, membuat bayi dan membuang sampah, tetapi sesuatu untuk memberi kesenangan.
Melqy Mochamad
(Penikmat Masalah Sosial)