Iklan

Kenapa Kita Selalu Ingin Jadi Kaya?

narran
Selasa, 07 Februari 2023 | Februari 07, 2023 WIB Last Updated 2023-02-07T10:19:43Z

Milenial, Kekayaan, Kesejahteraan
(Sumber: Market Watch)
NARRAN.ID, OPINI - Godaan menjadi kaya adalah mimpi semua orang. Bahkan keinginan itu sering mengendap pada diri seseorang yang tidak memiliki kesempatan apapun menjadi kaya. Mimpi itu gratis, sekedar alasan agar dirinya tidak berderai mata saat kegagalan selalu di depan mata. Menjadi kaya tidaklah wajib, namun dianjurkan. Dalam ajaran agama, orang kaya berpotemsi mudah membantu seseorang dibandingkan dengan si miskin. Dengan menjadi kaya, seseorang bisa menaikkan derajat dirinya dan seseorang. Bahkan banyak nabi konon hanya beberapa yang miskin, selebihnya kaya. 

Benar saja, kaya adalah kelas sosial tanpa hiperbola kata lagi. Materi dan kenyamanan dambaan agar terselamatkan di masa depan. Obrolan di kedai kopi, tema materi finasial wajib dibicarakan. Kadang sebagai masalah atau pamer capaian. Kekayaan membuat banyak orang merasa terluka atau sembuh seketika. Di sisi lain, banyak orang merasa mati rasa saat tidak memiliki uang dikantongnya, dan penuh perasaan semangat walaupun uang tersebut hanya titipan atau pinjaman. 

Uang hanya kertas, tetapi mampu membuat psikologis seseoranng seperti duduk di antara hidup dan mati. Nilainya tidak selalu besar, tapi mampu mebesarkan peluang dan kesemapatan seseorang dan sebaliknya. Kemerdekaan finasial menjadi mata kuliah yang sering dicari dan dipelajari di kanal media sosial. Kita menonton Raffi Ahmad dan Nagita Slavina bukan karena dia entertainer bagus dan menawan, melainkan karena sukses dan kaya. Apakah mereka menginspirasi? Terserah kalian.

Perilaku orang kaya selalu diberikan perhatian lebih. Mereka sering makan dengan harga setara kebutuhan sekunder bahkan tersier orang miskin pada umumnya. Bayangkan saja, makan di restoran elit di Hotel Kempinski, Jakarta, pernah ada menghabiskan hingga ratusan juta. Makanan apa yang seharga dengan jumlah satu tahun gaji kerja UMR di Jakarta? Belum lagi banyaknya merek pakaian yang mereka hapal sampai harga bekasnya di pasaran. Mereka semua adalah masyarakat yang tahu kapana waktunya saving dan selling.

Apakah orang miskin menjemukan? Mereka kadang tidak beranjak bahkan sulit bergerak. Ada yang mendorong gerobak dan tinggal di dalamnya selama belasan tahun tanpa ada rasa bosan dan memikirkan nasib anak-anaknya kelak. Mereka semua terlihat tabah menjadi korban kemiskinan struktural ekonomi. Ini suatu satire tapi nyata adanya. 

Mengacu pada model ekonomi Keynesian terkait dengan konsumsi, umumnya orang kaya nyatanya kebih sedikit makan, dan yang miskin justeru berusaha menutupi kebutuhan makananya lebih banyak. Kenapa demikian? Orang kaya punya banyak pemikiran untuk merubah uangnya dalam bentuk invetasi dan bisnis bukan hanya makan. Membuat saluran uang mengalir tanpa mendereknya, atau uanglah bekerja padanya. Si miskin, yang mereka tahu bagaimana bisa makan, maka semua pendapatannya hanya berusaha menyelesaikan tujuan itu. 

Tapi jangan salah, banyak kebiasaan orang kaya dalam perihal makanan yang justeru membuat mereka terjebak dalam penyakit komplikasi akut. Diabetes adalah bayang penyakit menakutkan yang sering kali menyerang mereka dengan pola konsumsi acak-akan. Bukankah makanan semakin beraroma memiliki potensi kandungan glukosa lebih. 

Ada benarnya buku Homo Deus yang ditulis profesor Yuval Noah Harari, A Brief History of Tomorrow. Ia mengingatkan: “Saat negara-negara terfokus mengentaskan kemiskinan, kita menemukan pembunuh terbesar umat manusia. Bukan lagi kurang gizi, penyakit menular atau terorisme, melainkan gula.” Ada paradoks antara eating too little (yang mengakibatkan kurang gizi) vs eating too much (yang mengakibatkan diabetes dan obesitas).

Pokoknya Kaya

Ada banyak jalan menuju Roma, maka peluang kaya pun demikian. Sudah jadi trend anak muda mencoba peruntungan Bitcoin dan Blockcahain, hingga main judi slot. Cuan mudah mengalir tanpa keringat adalah mimpi dibayankan anak muda. Sempat berharap pada star-up namun gugur saat PHK menggejala belakangan ini. Bagi mereka yang sering bermain Bitcoin, kesempatan kaya mendadak sangat mungkin, dan sebaliknya kere dadakan sudah banyak buktinya. Kalau tidak mau pakai cara modern, bisa juga dengan cara konvensional ala kriminal dengan korupsi dan penggelapan aset dan dana. 

Kaya di masa muda sungguh idaman setiap hamba, apalagi banyak dari anak muda sudah bisa memberdayakan masyarakat. Tidak semua kekayaan buruk, tapi seberapa banyak? Menurut Rhenald Kasali,  kekayaan merupakan pencapaian diri yang sah sepanjang ia tetap dalam kontrol moral dan etik. Dengan kaya kita bisa menolong diri sendiri dan orang lain dari tekanan kemiskinan yang berpotensi menghilangkan martabat. Artinya, kekayaan bukan tujuan hidup, melainkan menjadi jalan budaya untuk membangun keberadaban manusia.

Budayawan YB Mangunwijaya mengatakan, orang bisa disebut kaya jika ia memiliki banyak kemungkinan untuk melakukan berbagai tindakan yang meluhurkan kemanusiaan. Dunia kemungkinan itu adalah nilai-nilai ideal kehidupan yang disangga secara kolektif.

Merasa cukup dalam menyikapi kekayaan merupakan konsep etik dan moral. Ia tidak hanya menghindarkan manusia dari watak tamak, tetapi juga membangun moralitas yang melekat pada kesadaran untuk selalu mau berbagi dengan orang lain. Ibaratnya, orang kaya yang berbudaya tidak akan memperlebar meja makannya hingga menggusur hak-hak orang lain. Ia merasa cukup dengan meja makannya yang kecil atau sedang sehingga masih tersedia ruang bagi orang lain untuk turut menikmati nasi dan lauk kesejahteraan.


Penulis:
Melqy Mochamad
(Penikmat Masalah Sosial)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kenapa Kita Selalu Ingin Jadi Kaya?

Trending Now

Iklan

iklan