(www.tribunews.com) |
Orang kaya kalau mau jadi koboi tak mesti pakai senjata, mereka memiliki perangkat kuat yang disebut orang dalam. Tak mungkin seseorang melalukan sesuatu secara berlebihan tanpa perhitungan. Preman sekalipun jika tidak menghitung dampak, mereka masih dianggap “ingusan”. Jadi analoginya, perilaku anak orang kaya (bar-bar) dengan backround keluarga, rekan, atau tabungan mereka bisa jadi mirip bocah ingusan yang di maksud.
Jika bukan peristiwa pertama, artinya ada masalah serius di mana kita tidak memahami arti menjadi kaya. Umumnya dari sebagian besar yang merasa terlindungan atas economic capital mereka, lebih banyak yang merasa dirinya selalu terancam. Contoh, terdapat makna lain pada komplek perumahan dari tingkah laku orang kaya yang dibalut seolah mencari ketenangan padahal mungkin saja memisahkan diri. Ketika mereka menemukan prilaku yang tidak sama dengan budaya hidupnya, ada kesan alam makluk sosial sekitarnya kurang terdidik dan tak termodernisasi pola pikirnya.
Mari kita fokus pada kehidupan orang kaya, secara umum mereka merasakan diri memiliki pondasi ekonomi dan pengaruh yang membuat mereka lebih leluasa. Sekalipun ukuran badan boleh sama, kontrol pengaruh antara si miskin dan si kaya kadang jauh berbeda. Mereka bisa pamer dengan alasan “keisengan” bukan soal substantif! Masalah apakah mereka hendak mau kemana dengan kendaraannya. Wong duit-duit dia biarkanlah, sergahnya!
Keumunculan orang kaya dengan segala tindak tanduknya selalu memiliki cerita unik. Kadang mereka berbisnis, kadang pula menjaga bisnis orang. Ada pula sebagian dari hasil sogok dan suap atau bahkan melarikan diri dari tanggung jawab pajak. Dalam kasus pemukulan anak pejabat pajak itu, netizen yang “maha canggih” itu sampai iseng menghitung gaji dan keharusan pajak. Ada data tidak linier antara pemasukan dan kepemilikin barang. Konon hartanya dalam LHKPN nya mencapai 50-an miliar. Kalau angka ini hasil gelap-gelapan pajak cukup memilukan rasanya.
Soal pajak orang kaya, menurut OECD (2009), ada empat faktor yang harus diperhatikan dalam menggali potensi pajak orang kaya. Empat faktor tersebut adalah kompleksitas sumber penghasilan, tingginya kontribusi penerimaan pajak, adanya peluang untuk melakukan penghindaran pajak, dan adanya skema khusus untuk meningkatkan kepatuhan pajak orang kaya.
Faktor pertama, yaitu kompleksitas sumber penghasilan, terjadi karena orang kaya sering memperoleh penghasilan dari berbagai sumber. Tidak jarang juga sumber penghasilannya berasal dari luar negeri, di mana pengenaan pajaknya terikat dengan aturan-aturan internasional seperti perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaties.
Faktor kedua, yaitu besarnya kontribusi penerimaan pajak yang berasal dari orang kaya, akan menyebabkan gagalnya pencapaian target pajak apabila orang kaya itu meninggalkan wilayah yurisdiksi pemajakan suatu negara. Hal itu terjadi karena peran penerimaan pajak orang kaya tersebut di beberapa negara sangat signifikan.
Di Inggris Raya, pajak orang kaya berkontribusi 17 persen dari total pajak penghasilan. Bahkan, di Amerika Serikat, kontribusinya dapat mencapai 40 persen dari total pajak penghasilan di wilayah federal. Negara-negara itu melihat ada risiko gagalnya penerimaan pajak apabila orang kaya meninggalkan wilayah yurisdiksi pemajakannya. Sebab, basis pengenaan pajak adalah tempat tinggal (resident), bukan berdasar kewarganegaraan (citizenship). Artinya, mereka akan dikenai pajak di tempat mereka tinggal walaupun penghasilannya bersumber dari negara-negara lain.
Faktor ketiga, sangat mungkin ada aktivitas penghindaran pajak oleh orang kaya. Semakin tinggi penghasilan seseorang, akan semakin tinggi tarif pajak yang dikenakan Selain itu, beragam variasi sumber penghasilan yang sepenuhnya di bawah kontrol mereka dan keterkaitan lintas negara menyebabkan peluang untuk menghindari pajak semakin besar lagi. Belum lagi, hasrat menghindari pajak juga didorong oleh iming-iming bahwa keuntungan yang diperoleh akan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan untuk membayar konsultan keuangan andal.
Faktor terakhir yang menjadi pertimbangan adalah tersedianya skema khusus untuk meningkatkan kepatuhan pajak orang kaya. Sudah mafhum, orang kaya bak selebriti yang menarik perhatian media apabila ada”serangan” pajak. Yang harus dilakukan oleh otoritas pajak adalah meyakinkan publik bahwa sistem perpajakan sudah adil dan menyiapkan strategi peningkatan kepatuhan khusus bagi mereka. Strategi tersebut dapat berupa pertukaran informasi antarnegara. Sebab, disinyalir setiap tahun triliunan dolar pajak hilang oleh aktivitas penggelapan pajak lintas negara seperti menyembunyikan penghasilan di negara-negara surga pajak (tax haven countries).
Nampaknya memang harus ada mekanisme yang secara khusus menyelidiki perolehan materi berlebihan dari orang kaya. Apa perlu ada orang jatuh tersungkur dulu dan netizen iseng biar negara mengaudit rapih harta orang kaya yang mungkin banyak mengemplang kewajiban pajaknya? (Red/Mlq)