Iklan

Ingat Dek, MU itu Bukan Nankatsu!

narran
Senin, 06 Maret 2023 | Maret 06, 2023 WIB Last Updated 2023-03-07T03:11:17Z

bola, tsubasa, MU, Liverpool,
(Sumber: Pinterest)
NARRAN.ID, INTERMEZO - Sejak kekalahan “Setan Merah” sebutan untuk Manchaster United (MU), bisa juga dibaca Madura United (versi lokal). Kawan saya tidak berhenti riset sejarah MU (ujian IPS). Dia mencatat liga tandang kandang  MU vs Liverpool yang “aduhai” menggasak keperawanan anak Erik Ten Hag sejak mereka menang terus menerus. Akhirnya, tibalah kesimpulan yang membuatnya tetap optimis bahwa MU masih unggul dari tropi dan kemenangan. Entahlah hiburan itu cukup apa tidak, yang penting tidak makan pagar sudah beruntung.

MU seperti bola panas macam sosok politik yang wajib dijadikan bahan obrolan namun tak banyak menginginkan kehadirannya. Tapi MU tetaplah MU, mereka selalu memiliki arsip ingatan dan kenangan yang kuat, bahkan, ketika mereka kalah. Mereka sudah tahu apa yang harus diperbuat. Mekanisme hidup fans MU, maqam-nya satu level di atas supporter Indonesia, fanatisme namun solid. Mereka berjejaring dan sitematis, kapan mereka bikin meme dan kapan serang balik di medsos dilakukan.

Memang, sejak kehadiran owner petro-dollar dari Arab, liga Inggris ditarik panggul materi sehingga terlihat mahal. Seringkali bahkan tidak realistis membajak pemain mandul dengan harga setara skil Zico (Brazil) dan Zidane (Perancis). Uang mengubah tabiat tim Inggris, termasuk MU yang akhirnya tidak pandai mempromosikan akademinya lebih banyak. 

Bagi pecinta liga petani pasca era Industri macam Serie-A dan LaLiga, mereka semua menua dan sudah dilema antara masa “cinta bola atau sekedar ingin tau kabar timnya masih ada apa tidak”. Inter Milan, AC Milan, Juventus, AS Roma, Napoli, bahkan Lazio sudah menjemukan. Anggap saja bahwa tim barusan sudah ejakulasi puncaknya terakhir pada 2010 silam.

Kembali ke Liga Inggris, MU dan Liverpool adalah bab khusus atas derby keduanya. Kita bahkan sering tidak sevisi dengan tujuan tim MU, namun mengasikkan melihat kombinasi antara fans dan klub-nya yang sering kali berbeda haluan saat tidak menemukan kemenangan.

MU Butuh Tsubasa!

Pada dekade 1980-an, lewat manga dan anime Captain Tsubasa karya Yoichi Takahashi, demam sepak bola sudah mulai diperkenalkan di Jepang. Mungkin kala itu banyak yang mencibir mimpi ketinggian Jepang lewat Captain Tsabasa soal bersaing dengan negara-negara raksasa sepak bola.

Captain Tsubasa, serial anime yang sudah beredar sejak tahun 1981 lewat majalah populer Shonen Manga Weekly Shonen Jump, menceritakan perjalanan karier seorang anak bernama Tsubasa Ozora. Dari pemain antar-SD sampai membela timnas Jepang dan bergabung dengan tim Catalonia, klub Barcelona versi Captain Tsubasa. Sementara rival sejak SD Tsubasa, Kojiro Hyuga, memilih merumput di tim Italia, yang mirip klub Juventus. Tsubasa lalu membela timnas Jepang untuk bersaing dengan tim langganan juara dunia, Jerman dan Brasil.  

Mimpi Tsubasa dengan MU itu sama, menang dan terus melaju. Sayangnya MU bukan SMP Nankatsu yang persis dibela Tsubasa Ozora. MU justru lebih mirip SMP Toho sekolah Hyuga yang secara manajemen keras dan asal depak pelatih dan pemain kalau tidak cocok pada kinerja dan mainnya. Alhasil, seringkali MU “modar” morat marit kalau sudah taktik terbaca lawan. 

Ingat, sekalipun anime Tsubasa Ozora juga gagal menginsiprasi timnas Jepang berkata lebih banyak di level lebih tinggi. Kesuksesan Nantaksu sebenarnya memberikan petunjuk soal peran pemain dan fungsinya. Apalagi MU dan Nankatsu sama secara formasi, mengandalkan tiga penyerang dibantu oleh satu gelandang serang.

Pada Nankatsu, Tsubasa sebagai sosok utama di tim, dia bahkan tidak bisa berbuat banyak jika tidak disuplai oper cantik A’la gelandang serang Taro Misaki. Belum lagi, SMP Toho sampai kewalahan jika kedua sayap serang Nankatsu, Teppei Kisugi dan Hijime Taki tampil prima. MU sebenarnya bukan tanpa pemain “ciamik” mulai dari Antony, Bruno, Garnacho, Rashford, bahkan Sancho sudah mapan untuk zig-zag mengukur garis lapangan. Hanya saja MU seringkali seperti orang kekurangan niat yang lupa gawang dan lebih pede untuk sirkus dengan skill serta direkam untuk jadi tambahan adsence kanal YouTube. 

MU masih punya harapan, gambaran itu tercermin dari doa dan tingkat percaya diri fansnya di seluruh galaksi bima sakti ini. Maka seyogyanya, segeralah kembalikan MU sebagai klub yang sudah menganggap bola itu sebagai sahabat-nya, Salam 7-0! (Mqy/Rls).

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ingat Dek, MU itu Bukan Nankatsu!

Trending Now

Iklan

iklan