Iklan

Pangan Ramadan bagi Kaum Miskin

narran
Selasa, 28 Maret 2023 | Maret 28, 2023 WIB Last Updated 2023-09-05T11:01:54Z
islam, puasa, ramadan, kaum miskin
(Sumber: Hidayatullah.id)
NARRAN.ID, OPINI - Menjelang Ramadan dan Lebaran, hampir selalu terjadi harga bahan pangan pokok selalu naik. Secara berurutan dari tahun ke tahun terdapat tiga komoditas naik tajam, yaitu gula, bawang merah, dan daging sapi. Naiknya harga ini menjadi kabar buruk bagi kalangan miskin, dan preseden buruk bagi instansi pemerintah yang lolos dari perannya. 


Walaupun masih banyak cara lain agar tidak membebani orang miskin, seperti: Bagaimana meningkatkan penerimaan pajak, mengefisienkan anggaran berbagai departemen dan lembaga tinggi pemerintah (misalnya mengurangi perjalanan bisnis ke luar negeri), memberantas korupsi dan hal-hal percuma lainnya.

Ramadan seringkali menjadi paradoks, di mana pengeluaran individu kaum muslim khususnya tiba-tiba membengkak bukan sebaliknya. Begitupun perputaran uang selama bulan Ramadhan lebih cepat, pasalnya banyak sekali nasabah bank dan pegadaian mencoba peruntungan menjadikanya sebagai modal jualan menu berbuka. 

Berdasarkan laporan riset SurveySensum, masyarakat bersiap menghabiskan rata-rata Rp 6,9 juta selama Ramadan 2022 lalu. Jumlah tersebut meningkat sekitar 10% dibandingkan Ramadhan 2020, ketika pandemi Covid-19 pertama kali merebak.

Berdasarkan riset tersebut, rata-rata anggaran belanja publik pada 2019 adalah Rp 6,8 juta. Jumlah tersebut kemudian menurun menjadi 6,3 juta pada tahun 2020 dan selanjutnya akan menurun menjadi 6,2 juta pada tahun 2021. Faktanya berdasarkan survei ini, 57% responden menyatakan akan membelanjakan lebih banyak di Ramadhan 2022. 

Pemerintah sudah mengetahui penyebab kenaikan harga pangan, sehingga secara teori mudah untuk menghadapinya. Ada tiga sebab utama yang umumnya dapat membentuk poros eksplosif pertumbuhan harga tahunan, yaitu ketergantungan impor, konsentrasi distribusi, dan lemahnya peran stabilisasi Bulog. Terapi fakta di lapangan terdapat hambatan yang lebih kompleks yang membutuhkan peran sektor lain.  

Masalah impor tersebut dilengkapi dengan tingkat konsentrasi distribusi pelaku terhadap beberapa bahan pangan seperti gula, kedelai, jagung, daging dan (juga) beras. Kita mesti tawarkan dua konsep dalam mengontrol saluran distribusi oligopolistik yakni lewat sistem perdagangan dalam negeri terpusat dan jalur impor.

Rusaknya mata rantai ketahanan pangan juga ditambah dengan tindakan kurang bertanggung jawab oleh segelintir orang yang memiliki izin impor. Impor pangan secara komersial dapat menguntungkan secara politis karena sifatnya terkonsentrasi pada aktor-aktor yang secara sengaja mengatur pasokan dan harga. Oleh karena itu, solusi yang bisa dilakukan dengan  mengatur aktor domestik dan membatasi penguasaan barang pada segelintir aktor/kelompok. 

Puasanya Orang Miskin

Puasa adalah pembelajaran manusia untuk menghindari keserakahan. Selama Ramadan, umat Islam dilatih untuk hidup sederhana, menahan nafsu, menahan lapar dan menahan amarah untuk mencegah keserakahan dan perbuatan maksiat. Jika kita semua, terutama para penguasa negara, menginternalisasikan pentingnya puasa di bulan Ramadhan, maka persoalan-persoalan yang merusak negara pasti bisa teratasi. 

Ramadan menjadi petunjuk bagi pemberdayaan suatu komunitas miskin. Untuk orang kaya lebih mudah menjalani kekhusyukan ibadah puasanya dikarenakan kepemilikan modal dan bekal mempersiapkan resiko lapar dan haus serta keperluan menjelang lebaran nanti. Bagi orang miskin yang bekerja di sektor rendah, ada beberapa tantangan mengingat tidak semua mode pekerjaan dapat berjalan efektif karena beratnya tantangan menjalani rutinitas pekerjaan selama bulan puasa yang akhirnya mengurangi pendapatan. 

Puasa Ramadhan menjadi bulan berbagi namun memiliki kerumitan tersendiri dikarenakan sikap tidak peka pada pengolahan pangan. Kadang bahan makanan berbuka puasa selalu berlebihan dari yang kita butuhkan untuk konsumsi. Akhirnya banyak sekali sisa makanan yang tidak mubazir. Menurut laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa 'The State of Food Waste in West Asia' tahun 2021 sekitar 25-50% dari makanan yang disiapkan di dunia Arab selama Ramadan terbuang sia-sia. Di UEA, limbah makanan berlipat ganda selama Ramadan, merugikan ekonomi lokal lebih dari $3,5 miliar per tahun.

Makanan yang terbuang harusnya menjadi tabungan bagi daya tahan orang miskin. Tidak saja pada bulan puasa namun pada waktu setelahnya. Kajian Food Loss and Waste (FLW) yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappnas, World Resources Institute (WRI), UK-FCDO dan Waste4Change menunjukkan produksi FLW di Indonesia antara tahun 2000 hingga 2000 Pada tahun 2019 bervariasi antara 23 hingga 48 juta ton per tahun, yaitu H. 115-184 kg/penduduk/tahun. Dampak  kerugian ekonomi yang ditimbulkan juga luar biasa, yakni sebesar Rp 213 triliun hingga Rp 551 triliun setiap tahunnya, atau 4 hingga 5 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.  

Stabilitas Pasar

Kaum miskin selalu terkejut saat harga naik. Tetapi sebagian besar dari mereka memang tidak menyadari alasan lain yakni kurang maksimalnya pengawasan dan kontrol pasokan yang harus dibenahi. Salah satunya seringkali selama bulan puasa prakiraan produksi pangan dalam negeri tidak dibuat secara akurat, sehingga tanggal pengiriman tidak realistis. Hal ini membuat neraca produksi rentan. 

Kebutuhan pangan merupakan penentu, jika pasokan pangan cukup namun harga tinggi. Masyarakat memungkinkan menjangkaunya. Tetapi dalam kondisi sebaliknya, maka kaum miskin akan semakin tertekan. Ada tiga hal kedepan yang bisa dilakukan;

Pertama, kelanjutan kebijakan dan strategi keragaman pangan untuk mempertahankan atau bahkan memperkuat pola konsumsi pangan lokal.

Kedua, upaya pelestarian lahan pertanian secara berkelanjutan harus lebih diperhatikan. Karena diasumsikan bahwa lahan pertanian akan dikonversi secara besar-besaran menjadi lahan non-pertanian.

Ketiga, memberikan insentif dalam beberapa aspek strategis untuk mendorong munculnya petani muda, petani millennial. Tujuan Departemen Pertanian adalah untuk menghasilkan 2,5 juta petani milenial pada tahun 2024. Program ini sangat strategis karena minat petani muda di sektor pertanian semakin menurun. 

Kehadiran negara dalam pemenuhan kebutuhan pokok tidak hanya berarti memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga memastikan bahwa semua pelaku terkait, terutama petani, mendapatkan insentif nilai produk yang sesuai atas kerja kerasnya dalam berproduksi pangan. Dimensi pangan bukan hanya soal kesejahteraan bagi jutaan petani yang sangat bergantung pada sektor pertanian. Perannya juga sangat strategis terkait dengan kebutuhan utama masyarakat. 

Akhirnya, urgensi bulan puasa ini bisa menjadi rahmat yang tidak saja dimiliki kaum muslimin Indonesia, tetapi dapat menjadi berkah bagi masyarakat untuk saling merendah hati dan berbagi terutama kepada mereka yang tersisihkan karena tidak bisa menunaikan kebutuhan primernya. 


Penulis:
Mohamad Mardiono
(Utusan Khusus Presiden Bidang Kerjasama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pangan Ramadan bagi Kaum Miskin

Trending Now

Iklan

iklan