Iklan

Ramadhan, Kemana Lagu Religimu?

narran
Selasa, 04 April 2023 | April 04, 2023 WIB Last Updated 2023-04-04T08:08:48Z

 

lagu, ramadhan, musik, sosial
(Sumber: Opera)
NARRAN.ID, OPINI - Hampir memasuki dua minggu bulan puasa ini, tidak ada tanda-tanda munculnya lagu religi yang mengisi ruang produksi dan ruang eksistensi. Padahal, kemeriahan lagu religi kerap memuncak saat Ramadan dan Lebaran. Album-album berlabel religi kerap dijadikan alat peraga dakwah.

Kita tentu ingat lagu-lagu Bimbo, Rhoma Irama, Hadad Alwi, Gigi, Opick dan Ungu sebagai penyanyi lagu religi. Grup musik Gigi dan Opick bisa dibilang paling rajin merilis album religi setiap tahunnya. Acara menghayati Ramadhan dikaitkan dengan lagu-lagu yang mengandung pesan-pesan religi.

Kita juga sering melihat khutbah, diskusi atau buka puasa bersama menghadirkan artis atau grup musik. Di Indonesia, lagu-lagu menghiasi dan mengundang renungan religi, meski tak dipungkiri memiliki tujuan hiburan dan komersial.

Sejak hadirnya perangkat music berbayar seperti Joox dan Spotify, kebutuhan musik meningkat dan interaksi pada lagu dalam negeri semakin beragam. Kuncinya hanya satu seberapa kuat lagu itu bisa trending dalam waktu Panjang. Aplikasi media sosial TikTok sama rumitnya, kadangkala konsisten pada satu latar musik yang sama, dan sebaliknya terus berubah.

Tidak salah jika ingin tahu seberapa dekat bulan Ramadhan tunggulah sampai lagu Maher Zain diputar di mana-mana. Maher Zain memang rutin berkarya karena memang standar musiknya adalah membawa narasi agama dan kebaikan Islam kepada publik. Tidak hanya muslim namun saudara di luar Islam menikmatinya. Lalu ada apa dengan musik religi kita?

Lagu religi merupakan pemaknaan mendalam pada spiritualitas dan kondisi sosial yang ada saat ini. Apa mungkin dengan tidak adanya lagu religi kita bisa berkesimpulan bahwa memang pada dasarnya kita hanya spiritualis namun tidak religius tingkat ibadahnya. Sebut saja, bahwa kita hanya menunggu trend apa saja setiap bulan Ramadhan tiba. Ataukan menu makanan apa saja yang bisa dikonsumsi dan ditaruh pada feed di Instagram.

Lagi pula apa petingnya sebuah lagu Religi di tengah masyarakat yang masih sibuk membedakan jenis keimanan atau simbol agama. Musik sekalipun dianggap komunikasi yang dapat meluruskan, dia juga tidak bisa leluasa dalam lirik kegamaan. Karena alasan sensitif, banyak musisi yang merasa tidak mudah menyusun nada yang menarik dan liriknya mendalam.

Kehabisan Perenungan

Hiburan bulan Ramadhan juga bisa dialihkan pada kegitan komedia. Musik bisa jadi hanya alternatif. Tetapi opsi komedia juga bukan pilihan terbaik. Pilihan waktu dan jenis garapan komedi kentara menjelaskan ''kudeta makna'' atas pengalaman batiniah dan waktu sakral dalam rujukan iman. Orang berpuasa seolah memerlukan ''obat mujarab'' demi melupakan atau menghapuskan lapar. ''Obat mujarab'' itu adalah acara komedi dengan cerita-cerita murahan dan pendangkalan nalar-imajinasi oleh para komedian.

Televisi adalah pusat ''peribadatan komedi''. Umat menempatkan diri secara masal di pelbagai ruang demi menonton televisi. Adegan-adegan ganjil itu telah menjelma menjadi kelaziman selama Ramadan. Penonton mungkin melampiaskan hasrat-hasrat picisan dengan mengonsumsi suguhan komedi. Puasa memang ibadah, tapi menonton acara komedi pun ''hampir'' ibadah harian. Indonesia memang negeri komedi. Ramadan memang menjadi ''bulan komedi''. Kita hidup di rezim komedi!

Veven Sp. Wardhana (2009) mengingatkan, endemi komedi di Indonesia justru menebar manipulasi realitas dan refleksi sosial. Publik telanjur mencandui komedi. Penggarap acara kome¬di lekas mengolah siasat murahan. Acara-acara komedi picisan disuguhkan tanpa memikirkan bobot atau misi adab

Hal di atas setidaknya memberikan gambaran bahwa terlepas memang kita tidak bisa mencari musik religi tetapi kenyataannya kita masih ditekan oleh kebutuhan komedi yang alakadarnya. Hilangnya musik religi pada dasarnya adalah gambaran bahwa ceruk pasar pendengar nada agama memang terang redup.

Sejak genre musik indie diterima kalangan muda-mudi, perlahan kita menemukan bentuk hubungan sosial yang teraktivasi lewat komunitas dan ciri budaya seperti konser, nongkrong, dan ngonten. Di sisi lain, tahun ini tidak banyak musisi yang tergerak menulis lirik. Secara hitung-hitungan ekonomi, pada bulan Ramadhan terjadwal sebagai waktu singkat. Mereka tidak mau bermain dadu alias bertaruh untung rugi dalam waktu satu bulan.  Jadi kita hanya punya satu peluang yakni bernyanyilah lagu religi versi terbaik kita sekalipun itu tidak dapat diperdengarkan pada orang lain.


Penulis:
Melqy Mochamad
(Penikmat Masalah Sosial)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ramadhan, Kemana Lagu Religimu?

Trending Now

Iklan

iklan