(Sumber: Concepto) |
Apalagi yang bisa kita lakukan sebagai manusia? Sudah banyak kerja manusia, termasuk berpikir, digantikan oleh teknologi kecerdasan buatan. Kita hanya bisa bengong.
”Apakah Anda tidak membencinya? Ketika Anda mencoba menyelesaikan persamaan gerak terbalik untuk mengambil cangkir dan kemudian Anda mendapatkan tulisan di layar ”Kesalahan 453, tidak ada solusi yang ditemukan?” kata Jon the Robot memberi isyarat dengan lengan kecil yang diartikulasikan ke kerumunan yang menunggu. Kerumunan tertawa seperti dilaporkan majalah Time tersebut.
Eksperimen ini disebut-sebut sebagai aksi komedi. Jon adalah gagasan Naomi Fitter, asisten profesor di School of Mechanical Industrial and Manufacturing Engineering di Oregon State University. Android mungil ini bekerja ketika seorang pawang yang juga harus memegang mikrofon menekan sebuah tombol. Ia lalu menceritakan lelucon yang sama dalam urutan yang sama seperti dalam sebuah komik.
Sejumlah karya seni, salah satunya berupa puisi, dan olahraga sudah ada yang bisa dibuat dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan. Kini lelucon atau komedi juga sudah dibuat oleh mesin. Ide untuk membuat orang tersenyum dengan menggunakan kecerdasan buatan sudah ada beberapa waktu lalu. Orang melihat bahwa komedi atau lelucon banyak dibutuhkan dan di berbagai acara komedi atau lelucon sebagai sarana untuk memecahkan kebekuan.
Pada 2019, Lorenzo Ampi membuat tulisan tentang robot sederhana yang bisa menjawab berbagai pertanyaan. Akan tetapi, jawabannya bisa membuat kita tertawa. Tito Joker adalah fasilitas kecerdasan buatan yang menggunakan pembelajaran mendalam yang canggih untuk menceritakan sebuah lelucon. Tujuannya adalah untuk memahami humor dengan cukup baik untuk menceritakan lelucon yang sebenarnya lucu.
Kenapa dia bernama Tito Joker? Karena dalam bahasa Filipina, ”tito” berarti ”paman” ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dan di Filipina, kita semua memiliki paman yang mengatakan lelucon paling lucu! Kemampuan Tito akan terus meningkat ketika banyak umpan cerita-cerita lucu masuk ke dalam fasilitas ini. Koleksi-koleksi lelucon bila dimasukkan akan makin membuat Tito pintar dan bisa membuat lelucon sendiri.
Di sisi lain pada 2020, di laman Forbes diberitakan, sebuah tim yang dipimpin oleh seorang peneliti di program pasca-doktoral Harvard Business School Michael H Yeomans menguji sejumlah lelucon. Dalam sebuah studi baru, ia menggunakan 33 lelucon untuk menentukan apakah orang atau kecerdasan buatan (AI) dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam memprediksi lelucon mana yang dianggap lucu oleh orang lain. Rasa humor manusia ditantang oleh rasa humor komputer.
”Siapa penilai humor yang lebih baik? Komputer. Algoritma secara akurat memilih lelucon yang orang anggap paling lucu 61 persen sepanjang waktu, sedangkan manusia benar 57 persen sepanjang waktu. Komputer bahkan mengalahkan rekomendasi lelucon yang berasal dari teman dekat dan pasangan. Mereka mengira orang akan memiliki pegangan yang lebih baik pada sesuatu yang subyektif dan personal, seperti selera humor seseorang yang mereka kenal dengan baik. Ternyata tidak terjadi.
Akan tetapi, sejak dulu telah muncul debat tentang, apakah benar komputer bisa paham tentang humor? Di beberapa kasus, lelucon di Facebook sering dianggap terlalu serius. Facebook kurang paham lelucon lokal yang memang kadang bernada ancaman, kekerasan, dan lain-lain sehingga unggahan seperti ini sering hilang dari komentar atau malah pengunggah mendapatkan peringatan bahwa unggahan tersebut tidak memenuhi syarat perilaku komunitas.
Ternyata meskipun komputer jauh lebih baik daripada kita dalam banyak tugas, mereka tidak pandai membuat lelucon. Kesimpulan itu muncul di dalam studi yang dilakukan Rafaela Cortez di dalam sebuah laman bernama Unbabel. Akan tetapi hal itu tidak menghentikan para peneliti untuk membangun algoritma yang menghasilkan komedi. Terlepas dari betapa menyenangkannya menyaksikan mesin berjuang untuk menghasilkan lelucon yang layak, alasan mengapa begitu banyak akademisi dan ilmuwan menjelajahi dunia humor komputasional yang menarik bukanlah sesuatu yang aneh.
Pengembang, ilmuwan, dan akademisi bekerja untuk membuat interaksi manusia-mesin menjadi alami dan personal seperti percakapan antara dua teman. Untuk itu mereka perlu menangani pemrosesan bahasa alami (natural language processing), mengajar komputer untuk memproses, menganalisis, dan mereplikasi struktur bahasa kita. Semua itu bukan tugas yang mudah seperti yang ditunjukkan oleh manual Linguistik Matematika. Tugas-tugas ini sangat sulit sehingga bapak kecerdasan buatan Alan Turing dapat dengan tepat menjadikan percakapan yang lancar dalam bahasa alami sebagai inti dari tes kecerdasannya.
Lalu apakah suatu saat komputer akan menggantikan manusia dalam membuat lelucon? Kembali ke tulisan Time di awal, ada pandangan umum yang mengatakan bahwa robot harus melakukan pekerjaan yang terlalu kotor, berbahaya, atau membosankan bagi manusia. Jon the Robot yang penampilan langsungnya sejauh ini terbatas pada serangkaian pertunjukan pra pandemi sebenarnya belum sampai pada titik di mana hal itu dapat mengancam mata pencarian komedian.
Akan tetapi, sebelum komputer dimatikan, Jon selalu mengeluarkan kalimat yang sama, ”Jika Anda menyukai saya, tolong pesan saya dan bantu saya mengambil pekerjaan Anda”. (Red/AM)