Iklan

Sebab, Tidak Semua Lelaki Seperti Uchiha Itachi

narran
Sabtu, 13 Mei 2023 | Mei 13, 2023 WIB Last Updated 2023-06-01T08:34:32Z

manga, sedih, filosofi
(Sumber: Zedge)

NARRAN.ID, INTERMEZO - Konon, perempuan lebih sering menangis daripada laki-laki. Hipotesis ini menjadi lebih valid apabila kita membaca hasil riset dari Profesor Ad Vingerhoets. Riset yang dilakukan di Belanda ini menunjukkan bahwa perempuan menangis sekitar 30 sampai 64 kali dalam setahun, sedangkan laki-laki hanya sekitar 6 sampai 17 dalam setahun.

Ada alasan mengapa hal ini bisa terjadi. Kita bisa merangkumnya pada dua faktor utama: faktor fisiologis dan sosiologis.

Secara biologis, ternyata hormon yang teradapat pada tubuh perempuan dan laki-laki memang berbeda. Tingkat prolaktin atau hormon yang ditemukan dalam air mata emosional jauh lebih sedikit ada pada laki-laki daripada perempuan. Dan hal ini menjadi satu latar mengapa fenomena di atas bisa terjadi.

Tetapi ada faktor lain yang tak kalah penting dan berpengaruhnya, yaitu faktor sosiologis. Dan saya akan mengoceh banyak dalam konteks ini.

Menangis dan ‘Kejantanan'

Kita tahu bahwa menangis memiliki semacam pemaknaan dalam banyak sekali budaya di dunia. Tetapi mayoritas, menangis selalu identik dengan sikap lemah, ‘tidak jantan’, dan ketidakmampuan seseorang dalam mengelola situasi dan perasaan. Menangis seolah melekat pada mereka yang kalah, baik pada keadaan, atau pada seseorang. Dan stereotipe jenis ini, bagi saya, cukup menganggu (jika tidak mau dikatakan berbahaya).

Kegelisahan inilah yang menyeret saya untuk kembali mengingat satu sosok dalam serial anime Naruto. Ia bernama, Uchiha Itachi. Bagi para penggemar anime Naruto, tentu tidak akan asing dengan sosok misterius satu ini. Dengan segala kepedihan dan pengorbanan hidup yang ia lakukan demi desanya (Konoha), Itachi menjadi salah satu sosok paling menarik dalam serial anime dengan jutaan penggemar tersebut.

Hal menarik lain yang bisa kita lihat dari tokoh Itachi adalah kemampuannya mengelola segala kesedihan yang ia rasakan. Dalam keseluruhan serial Naruto, sangat jarang kita menemui Itachi menangis sedu sedan meratapi kehidupan serta kenyataan bahwa ia harus membangkang kepada klan serta membunuh orang tua dengan tangannya sendiri demi setia kepada Konoha. Sebuah kisah yang tragis, tentu.

Tetapi nahasnya, tidak semua lelaki di dunia ini seperti Itachi. Tidak semua cowok di dunia ini mampu melewati berbagai kesedihan dengan muka datar, bersikap seolah semua baik-baik saja, dan sambil lalu ikut geng Akatsuki. Justru sebaliknya, tidak sedikit lelaki yang harus mewek sendirian di kamar, mendengarkan lagu-lagu sedih ST12, Last Child, Kangen Band, atau paling banter Shiela on 7, demi untuk meratapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapan. Dan mari kita sama-sama sepakat bahwa tidak ada yang keliru dengan hal itu.

Efek Buruk Streotipe

Ada alasan mengapa faktor sosiologis yang menyudutkan kaum lelaki dengan kemampuan mengelola emosi yang setipis tisu itu menganggu. Di tengah isu kesehatan mental yang saat ini semakin meruak, sudah seharusnya membuat kita sadar bahwa emosi yang selamanya terus-menerus dipendam adalah keputusan yang dapat mengantarkan seseorang pada tindakan seseorang menyakiti (self-harm) atau bahkan membunuh diri sendiri (suicide).

Perlu ditegaskan bahwa seorang lelaki yang menangis bukanlah suatu hal yang tabu dan tidak perlu direndahkan. Sebagaimana homo sapiens yang memiliki emosi, menangis adalah tindakan wajar dan tidak perlu dimaknai sebagai lemah, tak berdaya, atau tidak jantan. Sebagai makhluk yang memiliki emosi, maka laki-laki juga berhak meluapkannya selama itu tidak menyakiti serta mengganggu diri sendiri dan orang lain.

Problemnya hari ini adalah, fenomena seseorang, keluarga, atau mungkin circle yang memiliki anggapan bahwa cowok nangis itu alay dan tidak gentle sudah kadung kaprah dan dianggap sebagai kebenaran hanya karena menjadi logika umum. Laki-laki seolah dipaksa untuk memendam segala sesuatu betapapun beratnya beban itu bagi mereka. Laki-laki dilarang untuk mengekspresikan apa yang dirasakannya dengan cara menangis hanya karena mereka memiliki penis.

Berbeda dengan perempuan yang seolah mendapat ‘lampu hijau’ dan sangat bisa dimaklumi apabila air mata mereka pecah. Ada semacam stereotipe bahwa perempuan memang sudah semestinya mengekspresikan kesedihan mereka dengan menangis, sebab perempuan adalah makhluk yang sepenuhnya emosional.

Anggapan ini jelas serampangan, dan anggapan ini pula yang menjadi latar mengapa lebih banyak laki-laki yang bunuh diri daripada perempuan, padahal di sisi yang lain justru lebih banyak perempuan yang terdiagnosa depresi atau gangguan mental lainnya. Hal ini karena laki-laki cenderung dianggap lebih kuat sehingga mereka kesulitan untuk mengungkapkan beban emosional yang tengah mereka tanggung.

Tidak salah menjadi laki-laki seperti Itachi yang menghadapi pedihnya kehidupan dengan cara memendam beban sehingga tidak satu orang pun tahu, selama keputusan itu tidak membuatmu jadi gila. Tetapi juga tidak salah untuk menjadi lelaki bawel, sering mewek, dan acapkali murung sebagaimana Naruto demi menghadapi kenyataan yang memang cenderung bikin nyeri.

Yang perlu digarisbawahi ialah: terlepas dari perbedaan hormon, pada dasarnya manusia adalah makhluk emosional, baik itu perempuan maupun laki-laki. Dari premis ini maka tidak perlu ada distingsi antara perempuan dan laki-laki soal bagaimana mereka mengekspresikan emosi mereka.

Lebih jauh, upaya untuk merumuskan serta menata kembali anggapan kita tentang pentingnya proses pengelolaan serta cara mengekspresikan emosi jelas akan sangat membantu proses edukasi mengenai pentingnya kesehatan mental, serta juga membantu masyarakat agar menyingkirkan stereotip tanpa dasar.

Sekian.


Penulis:
Fauzan Nur Ilahi
(Penulis dan Penggera Rontal.id)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sebab, Tidak Semua Lelaki Seperti Uchiha Itachi

Trending Now

Iklan

iklan