Foto: Istimewa |
Penggunaan anggaran pemerintah untuk merangsang pertumbuhan bukanlah hal baru. Cina dan AS melakukannya. Presiden Soeharto pernah membuat lembaga khusus untuk meningkatkan penggunaan produk lokal. Sayangnya, upaya tersebut belum dilanjutkan saat ini.
Pengeluaran Rp400 miliar untuk barang dan jasa dalam negeri mendorong pertumbuhan sebesar 1,7 persen. Impian Indonesia menjadi negara kaya pada 2045 bukanlah utopia. Kami berharap pertumbuhan yang dicapai akan berkualitas tinggi. Dulu, pengadaan barang dan jasa pemerintah harus dilakukan melalui negosiasi. Situasi ini membuka peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menguntungkan pengusaha dalam kota yang dibiayai dengan baik.
Di antara optimisme tersebut, dukungan harus diberikan. Kelembagaan harus diperkuat. Lembaga ini harus memastikan keberlanjutan dan pengembangan ke depan, mengontrol kualitas barang dan jasa yang digunakan, memperkuat UKM untuk transisi ke ekonomi digital, meningkatkan keterampilan kepemimpinan UKM terutama dalam manajemen keuangan dan pemasaran, serta meningkatkan jumlah UKM perempuan. seorang pengusaha
Kota Batu tidak kurang telah menjadi lumbung kekuatan agrobisnis di wilayah Jawa Timur. Bahkan ketenaran wisata dan kemampuan produksi alamnya tersiar ke mancanegara. Semua kota produsen menghadapi tantangan dari waktu ke watu. Perubahan mode perdagangan dan pemetaan konsumen yang semakin terfragmentasi. Konsumen semakin spesifik oleh karena itu keharusan memiliki e-katalog yang murah dan fleksibel namun memiliki aturan penerapan dan pemantauan tingkat tinggi.
Rentang Masalah
Selama ini banyak isu strategis seperti pengadaan barang dan jasa pada tahun 2022 yaitu peningkatan belanja secara elektronik (e-purchasing) dan pengunaan produk dalam negeri. Merujuk pada Inpres No. 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Terdapat dua amanat dari Inpres itu. Pertama, menyusun roadmap strategi peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro, usaha kecil,koperasi, termasuk roadmap peningkatan jumlah produk dalam negeri menuju satu juta produk tayang dalam katalog elektronik. Kedua, Mendorong percepatan penayangan produk dalam negeri dan produk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi pada Katalog Sektoral/Katalog Lokal.
Tidak selesai di sana selama ini kita minim analisa merata seperti melakukan analisis penyebab masalah dari “Belum terciptanya keseimbangan (equilibrium) pasar dalam e-purchasing belanja barang/jasa Pemerintah Kota Batu akibat dari disparitas antara kebutuhan (demand) dengan ketersediaan (supply)”. Pertama, ketersediaan barang pada katalog lokal lebih rendah dibanding rencana belanja barang/jasa Pemkot Batu melalui e-purchasing;
Kedua, kurang lengkapnya kecukupan persyaratan administrasi pelaku usaha danetalase katalog yang masih terbatas. Ketiga, keterbatasan akses informasi dan pendampingan (on boarding) tentang tata cara e-purchasing dan penambahan etalase katalog lokal. Keempat, Keterbatasan sistem pendukung dalam pendampingan (on boarding) pelaku usaha dan prosedur penambahan etalase yang rumit. Kelima, Belum adanya akses informasi, tata kelola e-purchasing, dan pembuatan etalase secara spesifik dan inklusif.
Dari semua masalah di atas semua persoalan akan menju muara tentang mengurai “belum terciptanya sistematika on boarding process, akses informasi dan etalase inklusif yang terintegrasi secara digital” Karena kurang lengkapnya kecukupan persyaratan administrasi pelaku usaha dan etalase katalog yang masih terbatas.
Alternatif
Tidak mungkin masalah itu tidak memiliki jalan keluar. Adapun alternatif solusi dalam mengatasi masalah “Belum terciptanya keseimbangan (equilibrium) pasar dalam e-purchasing belanja barang/jasa Pemerintah Kota Batu akibat dari disparitas antara kebutuhan (demand) dengan ketersediaan (supply)”. Pertama, Mengoptimalkanpendampingan (on boarding) kepada pelaku usaha lokal secara sistematis. Kedua, menyusun modul dan media informasi digital tentang tata cara e-purchasing pemerintah yang bersifat lokalistik. Ketiga, Menambahkan etalase dan kategori secara spesifik dan inklusif pada katalog lokal. Keempat, Menyusun sistematika on boarding process, akses informasi dan etalase inklusif yang terintegrasi secara digital.
Terobosan atau inovasi yang dilakukan dalam Rancangan Aksi Perubahan yang berjudul “BANGGA e-LOKAL (Belanja Pengadaan Barang/Jasa melalui Katalog Elektronik Lokal)” merupakan salah satu inovasi yang akan dilakukan untuk Aksi Perubahan.
Optimalisasi sistematika on boarding process, akses informasi dan etalase inklusif yang terintegrasi secara digital pada katalog elektronik lokal dalam rangka terciptanya keseimbangan (equilibrium) pasar dalam e-purchasing belanja barang/jasa Pemerintah Kota Batu akibat dari disparitas antara kebutuhan (demand) dengan ketersediaan (supply).
Inovasi ini juga memiliki unsur kebaharuan bagi Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kota Batu dan dapat diterapkan secara berkelanjutan untuk mengoptimalkan sinergitas dan peran pelaku UMK-Koperasi dan Pemerintah Kota Batudalam pelaksanaan sistem pengadaan barang/jasa Pemerintah melalui e-purchasing.
Seyogyanya, kita kembalikan pada birokrasi yang menjadi induk dari segala kontrol dan keinginan untuk maju atau tidak. Bila organisasi tidak melakukan inovasi secara berkesinambungan, maka organisasi tersebut tidak dapat berkembang atau tertinggal dalam hal pelayanan. Inovasi perlu diimplementasikan dengan keberanian untuk mengambil risiko dengan mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Budaya inovasi memerlukan dukungan penuh dari semua lini manajemen, dimulai dengan komitmen dari manajemen puncak, organisasi yang mendukung kolaborasi antar lini, serta budaya yang memfasilitasi kreativitas dan keterbukaan. Inovasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil dan tidak diskriminatif, serta akuntabel.