(Sumber: Bisnis Indonesia) |
Program pun dilanjutkan dalam skema Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi dengan target capaian pada tahun 2010. Untuk merealisasikannya, pemerintah menyusun sejumlah langkah operasional, di antaranya optimalisasi kelahiran, penyediaan bibit bermutu, dan pengembangan sumber daya manusia melalui kelembagaan.
Namun, beragam strategi tersebut belum juga membuahkan hasil berupa swasembada daging sapi. Pemenuhan kebutuhan daging sapi dalam negeri masih disokong oleh impor sekitar 30 persen. Padahal, suatu negara dapat dikatakan berhasil swasembada jika mampu memenuhi pasokan domestik minimal 90 persen.
Meskipun demikian, rencana meraih swasembada daging sapi tetap terus diupayakan. Pemerintah kembali menargetkan Indonesia mampu memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri pada tahun 2022. Selain swasembada, pemerintah juga menargetkan Indonesia mampu mengekspor daging sapi
Namun, lagi-lagi skenario itu belum mampu diwujudkan hingga sekarang. Kegagalan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar, apakah akan memengaruhi peta jalan pemerintah dalam meraih swasembada daging sapi dan kerbau dan juga target lumbung pangan Asia pada tahun 2045?
Alih-alih terus meningkat, proporsi produksi daging lokal sebagai syarat swasembada justru kian menyusut. Berdasarkan data Outlook Daging Sapi 2022 Kementerian Pertanian, produksi daging sapi lokal tahun 2017 mampu mencapai 76,6 persen, tetapi pada 2022 justru susut menjadi 61 persen. Pada periode itu, volume produksi daging sapi terus berkurang dari 486.300 ton menjadi 440.700 ton. Ironisnya pada saat bersamaan, porsi impor daging kian meningkat dari 25,7 persen menjadi 34,4 persen.
Artinya, kondisinya masih belum berubah jika dibandingkan dengan satu dekade silam. Bahkan, dapat dikatakan relatif terjadi kemunduran. Pasalnya, proporsi impor terus meningkat seiring dengan volumenya yang juga kian bertambah, dari 163.000 ton menjadi 248.000 ton pada periode yang sama.
Berdasarkan data terbaru dari paparan Badan Pangan Nasional dalam diskusi swasembada daging, 6 Juni 2023, produksi daging sapi dan kerbau nasional hanya memenuhi 52,9 persen dari total kebutuhan nasional. Kerbau turut diperhitungkan lantaran komoditas tersebut masuk dalam klasifikasi lembu yang kini sering digunakan untuk menambal kebutuhan daging sapi nasional.
Secara rata-rata, produksi daging sapi dalam negeri hanya menyumbang 55 persen sepanjang 2020-2022. Sisanya ditutup dengan mendatangkan daging impor. Sama seperti data Kementerian Pertanian, tren impor daging sapi dan kerbau juga terus meningkat. Tahun 2020 sebanyak 329.000 ton dan diproyeksikan meningkat hingga 371.000 ton pada tahun ini seiring dengan perkiraan kenaikan total konsumsi daging. Kondisi tersebut menunjukkan, cita-cita swasembada daging sapi masih di angan-angan.
Fenomena ”tradisional” itu bisa jadi menjelaskan alasan turunnya produksi daging sapi di tengah konsistensi kenaikan populasi sapi. BPS mencatat, populasi sapi potong meningkat 16 persen atau sekitar 2,6 juta ekor sepanjang satu dekade terakhir. Namun, pada periode yang sama, jumlah sapi yang tercatat dipotong di rumah pemotongan hewan justru turun 38,9 persen atau sekitar 553.000 sapi.
Kondisi ini menuntut perhatian lebih dari pemerintah jika swasembada daging sapi ingin diwujudkan. Menjadi ironi ketika produksi dalam negeri tak mampu mencukupi kebutuhan domestik, sedangkan populasi sapinya tercatat tertinggi. Atau, catatan populasi itu hanya sekadar proyeksi tanpa ada realitasnya? Pasalnya, di tengah populasi yang meningkat, nyatanya impor daging justru kian membanjiri negeri ini. (Red)