Iklan

Waktu dan Pekerjaan Manusia yang Tak Selesai

narran
Minggu, 18 Juni 2023 | Juni 18, 2023 WIB Last Updated 2023-07-03T13:47:18Z

FILSAFAT, kemanusiaan, dunia, manusia, stress
(Sumber: Wired UK)
NARRAN.ID, OPINI - Ada sebuah pepatah yang sudah umum dibicarakan, waktu adalah uang. Pepatah ini setidaknya ingin menunjukkan betapa pentingnya waktu dalam kehidupan. Lebih lagi dalam konteks masyarakat industri, menyia-nyiakan waktu bisa dikatakan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan material. Hitung-hitungan upah pekerja, misalnya, berbasis pada waktu kerja.

Dengan alasan di atas, tak mengherankan jika manusia pada akhirnya menciptakan jam tangan menjadi aksesoris yang melekat pada pergelangan tangan. Memakai jam tangan untuk bisa sewaktu-waktu melirik pada menit dan detik menjadi salah satu simbol kesiapan orang mulai untuk bekerja. Menjadi menarik ketika dalam perkembanganya alasan orang memakai jam tangan bergeser dari nilai gunanya menjadi bagian dari fashion dan bahkan pengakuan status sosial.

Sampai di sini paling tidak bisa dilihat tiga hal yang menunjukkan asalan mengapa orang memakai jam tangan. Pertama dari soal fungsi, yakni sebagai penunjuk waktu. Namun, dengan perkembangan teknologi jam tak lagi sekadar sebagai penunjuk waktu. Ketika jam tangan berbasis digital mulai muncul beberapa fungsi seperti alarm, penghitung waktu mundur, hingga menghitung langkah pemakainya dimungkinkan.

Tak hanya itu, dalam perkembangan teknologi lanjutan, muncul jam tangan pintar makin memperkaya fungsi yang sudah ada. Smartwatch dapat dihubungkan dengan ponsel pintar. Ini memungkinkan segala macam aktivitas di smartphone dapat dipantau melalui jam tangan. Namun dengan segala fitur dan fungsinya yang kaya, inti utama dari jam tangan ialah soal penunjuk waktu.

Alasan kedua yang dapat melatari orang memakai jam tangan soal fashion. Jam tangan diproduksi dan dikembangkan tak hanya melihat basis fungsi beserta fiturnya, namun juga memperhatikan gaya zaman. Dari segi ukuran, bentuk, hingga warna, jam tangan terus dikembangkan untuk mengakomodasi selera penggunanya yang beragam. Hal ini pun memunculkan keinginan orang untuk tak hanya memiliki satu jam tangan saja.

Sebab, setiap memilih outfit dengan tema dan nada tertentu, orang makin merasa perlu mengenakan jam tangan yang sesuai dengan keseluruhan pakaian yang dikenakan. Belum lagi konteks kegiatan yang akan dilakukan pun memengaruhi pilihan model jam tangan pula. Ketika orang sedang jalan-jalan berekreasi, bekerja di kantor, nongkrong dengan teman, menghadiri acara pernikahan, hingga berolahraga di alam bebas tentu pilihan jam tangan yang dikenakan berbeda.

Setelah soal fungsi dan soal gaya hidup, alasan ketiga yang melandasi orang memakai jam tangan ialah soal pengakuan status sosial. Ketika orang mencapai level ekonomi tertentu, pilihan jam tangan berdasarkan merek dan harga adalah hal yang makin diperhitungkan. Menjadi tidak mengherankan jika beberapa perusahaan jam tangan sengaja memproduksi jam tangan mewah yang ditujukan bagi pasar kelas atas. Akhirnya, jam tangan terus menjadi komoditas dalam industri.

Industri

Sebut saja beberapa perusahaan jam tangan yang mengeluarkan brand jam tangan mewah macam Rolex, Bvlgari, Panerai, Omega, dan masih banyak yang lain. Harga-harga jam tangan tersebut fantastis. Kisaran harga jualnya berada di angka ratusan hingga miliaran rupiah.

Hal ini menjelaskan pula fenomena beberapa orang yang menjual jam tangan mewahnya kala pandemi. Artinya tak hanya kemewahannya yang dikejar, di saat-saat sulit jam-jam tangan mewah bisa dijual sebagai barang investasi.

Melihat alasan-alasan di atas, dapat dilihat bahwa pasar pemakai jam tangan tampak akan terus berkembang. Melihat data Badan Pusat Statistik, ekspor dan impor jam, arloji beserta part-nya menyimpan nilai yang tak bisa diremehkan.

Pada bulan April 2023, nilai impor untuk jam dan arloji beserta bagiannya sebesar 23,7 juta dolar AS. Jika dirupiahkan dengan kurs Rp14.600 per dolar AS, angkanya sekitar Rp346,4 miliar. Sementara dari sisi ekspor, nilainya 1,47 juta dolar AS atau sekitar Rp21,5 miliar.

Catatan di atas sedikit menurun, meskipun tidak signifikan, dibandingkan dengan Desember 2022. Nilai impor jam tangan kala itu adalah 23,9 juta dolar AS atau sekitar Rp350,1 miliar. Sementara untuk nilai ekspornya 1,9 juta dolar AS atau sekitar Rp28,6 miliar. Hal yang perlu dilihat secara kritis dalam data ini adalah nilai ekspor yang masih kecil dibandingkan dengan nilai impornya. Artinya, jam tangan masih menjadi komoditas dari luar negeri yang menjadikan Indonesia lebih dominan sebagai pasar ketimbang produsen.

Berbicara soal produk jam tangan lokal, tampaknya merek-merek dalam negeri masih berjuang untuk mendapatkan pamor. Namun, ketika melirik ke beberapa lokapasar (marketplace) tampak beberapa rekomendasi jam-jam tangan produksi lokal. Menarik pula ketika melihat rentang harganya dari Rp500.000 hingga Rp3,9 juta. Ini menunjukkan bahwa produsen jam tangan dalam negeri juga menyasar pasar kelas menengah hingga kelas atas.

Jika melihat data dari trends.google.co.id kata kunci ”jam tangan lokal” dan ”jam tangan brand lokal” memang bukan kata kunci yang selalu populer. Namun, apabila dilihat lebih dekat dalam 90 hari terakhir, tampak dalam beberapa kali kesempatan dua kata kunci terkait jam tangan lokal di atas sempat menyentuh skor 100. Artinya, meski tak konsisten, informasi tentang produk jam tangan lokal pernah mencapai titik puncak pencarian warganet.

Waktu

Dari sisi yang pragmatis, industri jam tangan tampaknya tidak akan redup sebab mencermati dan terus menyadari waktu sudah menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia. Namun menjadi menarik ketika melanjutkan perhatian pada hal yang lebih konseptual tentang waktu. Kembali pada fenomena orang mengenakan jam tangan, manusia senatiasa memiliki cerita tentang waktu.

Sebuah narasi tentang pengalaman tidak mungkin melewatkan unsur waktu di dalamnya. Ketika berbicara tentang unsur cerita ada tiga hal penting yang tidak mungkin hilang yakni tokoh, latar, dan alur. Ada dua hal yang muncul ketika orang membicarakan latar cerita, yakni tempat dan waktu.

Lebih lanjut lagi mengenai waktu, ada dua skala yang bisa dipandang, yakni sempit dan luas. Waktu dalam skala yang sempit ialah sore ini, siang ini, pukul 6 pagi, pukul 12 malam, dan seterusnya. Dalam skala sempit orang menyadari waktu yang paling dekat dengan dirinya. Namun ketika berbicara tentang skala yang besar setting waktu juga dapat dilihat dengan konteks, misalnya zaman industrialisasi, masa reformasi 1998, masa pemilu, abad pertengahan, dan seterusnya.

Begitu pentingnya waktu dalam cerita juga tampak dalam beberapa bahasa yang memberi perhatian ketat pada perkara waktu. Seperti yang umum diketahui bahasa Inggris memiliki past tense, present tense, dan future tense untuk menunjuk peristiwa yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Dengan pertimbangan ini, kata kerja dalam bahasa Inggris berubah bentuk menurut waktu kejadiannya.

Tampaknya, ini pula salah satu yang dibicarakan oleh Heidegger dalam buku Being and Time (1927), yaitu Vergangenheit, Gegenwart, dan Zukunft. Tiga hal ini menujuk konsep waktu tentang masa lalu, saat ini dan masa depan. Dengan demikian, entah disadari atau tidak, ketika seseorang menatap waktu di jam tangannya, sejatinya dalam waktu yang singkat, ia sedang melihat apa yang telah dikerjakannya, apa yang sedang dilakukannya, dan apa rencananya nanti.


Penulis: 
Enka Rista 
(Alumni Pojok Perempuan Sastra)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Waktu dan Pekerjaan Manusia yang Tak Selesai

Trending Now

Iklan

iklan