Iklan

Bersiaplah, Karena Mata Rantai Pekerjaan Manusia Segera Terurai

narran
Rabu, 26 Juli 2023 | Juli 26, 2023 WIB Last Updated 2023-07-26T07:39:19Z

AI, teknologi, Manusia
Inc.Magazeine
NARRAN.ID, ANALISIS - Pesatnya perkembangan teknologi berpotensi besar mendisrupsi pekerjaan di berbagai sektor lapangan kerja. Forum Ekonomi Dunia merilis daftar pekerjaan yang berpotensi besar digantikan oleh teknologi dan pekerjaan yang masih diminati oleh banyak perusahaan global. Namun, apakah analisis tersebut juga berlaku di Indonesia?

Secara keseluruhan, pasar tenaga kerja telah mengalami gejolak di tahun ini. Pasar tenaga kerja dipaksa bertransformasi dan dituntut memberikan keterampilan lebih baik dalam bursa tenaga kerja. Di saat bersamaan, secara simultan hadir distraksi ekonomi global akibat situasi geopolitik. Selain itu, muncul berbagai tekanan sosial terutama dari sisi gaya hidup dan isu lingkungan yang makin menuntut pasar tenaga kerja untuk beradaptasi dan menyesuaikan dengan kondisi global.

Dalam laporannya di pertengahan 2023, Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) memberikan sorotan terhadap perkembangan kecerdasan buatan yang makin memengaruhi bisnis global. Khusus terkait profesi, WEF bekerja sama dengan Organisasi Buruh Internasional (ILO) memberi daftar pekerjaan yang saat ini paling banyak bertambah dan berkurang seturut jumlah pekerjanya. Selain itu, WEF juga memberikan proyeksi terhadap bidang pekerjaan yang paling cepat berkembang dan menyusut hingga tahun 2027 nanti.

Deretan profesi yang paling banyak bertambah jumlah pekerjanya, yakni para tenaga teknis yang mengandalkan keahlian praksis, diperkirakan akan terus mendominasi di tingkat global. Misalnya, operator alat pertanian, sopir truk dan bus, pengajar pendidikan vokasi, dan pekerjaan di bidang perbaikan mesin atau perbengkelan. Artinya, situasi global saat ini terbukti telah mendorong pasar tenaga untuk langsung terjun ke dunia kerja.

Untuk kategori sebaliknya, pekerjaan administratif terlihat terus menurun jumlah tenaga kerjanya karena pengaruh perkembangan teknologi. Misalnya, pekerjaan data entri, administrasi atau sekretaris, petugas keamanan, kasir, dan pekerja di ”garis depan” layanan lainnya. WEF memberi catatan bahwa para pekerja di bidang administratif ini paling banyak dihentikan perusahaan ketika pandemi Covid-19. Perannya di masa depan secara bertahap digantikan oleh teknologi atau dikurangi jumlahnya demi efisiensi beban upah karyawan.

Dalam analisis lanjutannya, WEF memberikan gambaran bahwa 69 juta jenis pekerjaan baru akan diciptakan dan kemungkinan akan menghilangkan sekitar 83 juta jenis pekerjaan lainnya. Ada juga 14 juta pekerjaan yang mengalami perubahan (shifting) dengan dipaksa menambah deskripsi pekerjaan (jobdesk), tetapi dengan upah yang relatif sama. Dengan kata lain, tuntutan para pekerja dari perusahaannya akan makin kompleks ke depan karena situasi pasar yang dihadapi juga kian dinamis.

Sebagai prediksi, WEF memberi daftar pekerjaan yang akan diminati oleh perusahaan global dalam lima tahun ke depan dan semuanya terkait erat dengan teknologi. Lima teratas adalah spesialis AI dan machine learning, spesialis keberlanjutan (konsultan perusahaan), analis bisnis intelijen, analis keamanan informasi, dan fintech engineer. Sebagai catatan, kelima pekerjaan ini memang sudah menempati papan atas pekerjaan yang diminati sejak riset WEF 2016, 2018, dan 2020.

Seiring dinamisasi pasar tenaga kerja yang mendorong munculnya beberapa jenis pekerjaan baru menyebabkan sejumlah sektor industri mengalami gejolak besar. Industri media, hiburan, olahraga, pemerintahan, sektor publik, dan komunikasi digital adalah bidang yang mengalami gejolak terutama dalam sirkulasi tenaga kerja (rekrutan baru, pekerja mengundurkan diri, pekerja pindah posisi, dan lain-lain). Di bidang-bidang inilah WEF melihat perkembangan teknologi berpeluang besar menggantikan peran tenaga kerja di dalamnya.

Situasi Indonesia

Dalam laporannya, WEF memberikan penafsiran bahwa situasi global yang dianalisis dapat jauh berbeda jika dipadankan dengan situasi riil di sejumlah negara. Terutama di negara berkembang dengan tingkat penghasilan dari pekerjaannya relatif rendah. Begitu juga Indonesia yang tampaknya belum dapat mengacu secara ketat terhadap analisis WEF untuk kondisi pekerjaan dan pasar tenaga kerja. Gambaran mengenai kondisi tenaga kerja ini dapat dilihat dalam laporan Badan Pusat Statistik tentang Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Februari 2023.

Sebelum melangkah lebih jauh, perlu dilihat dahulu kategori penduduk yang masuk dalam kelompok pekerja di Indonesia yang berpotensi terdampak dari situasi global seturut laporan WEF. Dari kategori status pekerjaan utama, persentase penduduk yang bekerja sebagai buruh atau karyawan tercatat sebanyak 36,34 persen dari total seluruh penduduk yang memiliki sumber penghasilan. Jika per Februari 2023 BPS mencatat sebanyak 138,63 juta orang telah memiliki sumber penghasilan atau bekerja, maka diperkirakan penduduk yang bekerja sebagai buruh atau karyawan mencapai 50,38 juta orang.

Angka tersebut belum termasuk jumlah penduduk angkatan kerja yang berstatus pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Untuk saat ini, tingkat pengangguran berada di angka 5,45 persen dan setengah pengangguran di angka 9,59 persen, sehingga jumlah keduanya mencapai 15,04 persen. Dengan kata lain, dari 100 penduduk terdapat 15 orang di antaranya yang berstatus pengganguran dan setengah menganggur.

BPS membagi 17 kategori lapangan pekerjaan utama yang diisi oleh penduduk yang bekerja. Lapangan pekerjaan di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat paling banyak menyerap tenaga kerja, yakni sebesar 29,36 persen. Disusul oleh sektor perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, serta penyediaan akomodasi makanan dan minuman.

Tenaga produksi atau operator alat serta pekerja kasar industri menjadi jenis pekerjaan yang paling banyak diisi oleh pekerja di Indonesia (30,31 persen). Posisi kedua ditempati tenaga usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan (28,71 persen) dan disusul oleh tenaga usaha penjualan (19,65 persen). Selanjutnya, untuk tenaga tata usaha dan sejenisnya hanya 5,11 persen.

Dari deskripsi data tersebut dapat ditarik sejumlah kesimpulan terkait situasi ketenagakerjaan di Indonesia. Pertama, perkembangan teknologi dan situasi global berpotensi memberi dampak pada 50,38 juta penduduk Indonesia yang saat ini bekerja sebagai buruh ataupun karyawan perusahaan. Selain itu, masifnya teknologi ini juga kian mengancam para angkatan kerja yang masih menganggur ataupun semi pengangguran untuk kian sulit memasuki pasar kerja. Oleh karena itu, dalam perhitungan lima tahun ke depan, penduduk yang saat ini berusia 13 tahun sekalipun sudah harus menyiapkan diri menjawab tantangan pasar tenaga kerja di masa depan.

Kedua, postur pasar tenaga kerja Indonesia saat ini masih dominan di bidang praksis yang berkaitan dengan sektor industri baik skala besar maupun menengah. Setidaknya dalam lima tahun ke depan, sektor-sektor ini tidak termasuk dalam bidang industri yang terimbas besar dari adopsi kecerdasan buatan (AI) di perusahaan-perusahaan. Begitu juga jenis pekerjaan tata usaha atau sekretariat yang hanya memiliki porsi kecil dibandingkan jenis pekerjaan lainnya sehingga juga masih tergolong minim terdampak dari penggunaan AI itu.

Ketiga, ada sejumlah pekerjaan yang terancam hilang dengan adanya adopsi teknologi AI. Bidang industri yang terkait erat dengan penyedia layanan seperti administrasi pemerintahan, informasi dan komunikasi, serta aktivitas jasa lainnya akan terancam tergantikan oleh AI. Hanya saja, diperkirakan imbasnya masih relatif kecil dalam skala nasional.

Persiapan

Kendati hasil analisis WEF tidak dapat menjadi acuan secara baku untuk pasar tenaga kerja di Indonesia, tapi setidaknya dapat memberikan gambaran persiapan dalam lima tahun mendatang. Salah satu sorotan lain yang dibuat WEF ialah upah riil para pekerja makin menurun akibat biaya hidup yang makin tinggi yang tidak disertai dengan peningkatan upah yang signifikan. Salah satu penyebabnya karena adopsi teknologi sedang gencar diupayakan oleh banyak perusahaan demi menurunkan beban biaya pengupahan karyawan.

Polisi mengatur lalu lintas pada persimpangan jalan di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (3/7/2023). Bekerja sama dalam Project Green Light dengan Google, Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah memasang teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di 20 simpang jalan sejak April 2023.

Arah gerak banyak perusahaan di Indonesia dalam adopsi teknologi itulah yang kemudian membuat pekerjaan di bidang teknologi informatika (TI), mahadata (big data), dan pembelajaran mesin (machine learning) memiliki daya jual yang tinggi diikuti ”harga pasar” yang tinggi atas profesinya. Sementara itu, pekerjaan administratif, seperti peladen, jasa kebersihan, dan petugas keamanan, menggunakan kerja sama dengan pihak perusahaan alih daya (outsource) guna menekan biaya.

Dihadapkan dengan situasi ini, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 yang berfokus pada akselerasi pendidikan vokasi pada 21 Februari 2023. Diharapkan, transformasi dunia pendidikan vokasi kian terakselerasi dengan penguatan kolaborasi pemerintah, lembaga pendidikan atau pelatihan vokasi, dan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Salah satu tujuan aturan baru ini adalah menciptakan kesesuaian (link and match) antara pendidikan vokasi dan lapangan pekerjaan mendatang. 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Bersiaplah, Karena Mata Rantai Pekerjaan Manusia Segera Terurai

Trending Now

Iklan

iklan