Sumber: Jawapos |
Ketua Umum Partai Golkar itu tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung sekitar pukul 08.40 WIB. Pemanggilan Airlangga sebagai saksi sejatinya dilakukan pada Selasa, 18 Juli lalu. Namun dia berhalangan hadir dan dijadwalkan pemanggilan ulang.
Kepala Pusat Informasi dan Penerangan Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan pemeriksaan Airlangga berkaitan dengan pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari-April 2022. Pemeriksaan tersebut dilakukan berdasarkan fakta persidangan para terdakwa yang kini sudah divonis di pengadilan. “Saksi Airlangga diperiksa untuk perkara atas nama terpidana Indrasari Wisnu Wardana dan kawan-kawan,” ujar Ketut.
Indrasari merupakan bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. Saat pemeriksaan di Kejaksaan, Indrasari menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya dari kalangan perusahaan produsen minyak goreng. Ketiganya adalah Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group, Stanley M.A.; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan General Manager PT Musim Mas, Picare Tagore.
Kejaksaan juga menetapkan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei sebagai tersangka. Pendiri dan penasihat kebijakan/analisis PT Independent Research & Advisory Indonesia itu direkrut Muhammad Lutfi, saat Lutfi masih menjadi Menteri Perdagangan, untuk mengatasi persoalan minyak goreng. Menurut Kejaksaan, Che Wei bersama empat tersangka lainnya dianggap mengkondisikan pemberian izin ekspor CPO untuk beberapa perusahaan. Para tersangka tersebut saat ini telah menjadi terpidana setelah majelis kasasi Mahkamah Agung memvonis mereka masing-masing dengan pidana selama 4-5 tahun penjara.
Kasus tersebut menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng. Setelah putusan Mahkamah Agung, tim penyidik Kejaksaan Agung menetapkan tersangka korporasi terhadap tiga perusahaan, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, pada 15 Juni lalu. Tim penyidik Kejaksaan menggeledah kantor PT Wilmar Nabati Indonesia atau Wilmar Group (WG) yang beralamat di Gedung B & G Tower Lantai 9, Jalan Putri Hijau Nomor 10, Kota Medan. Kantor Musim Mas atau Musim Mas Group (MMG) beralamat di Jalan K.L. Yos Sudarso KM 7.8, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan.
Lokasi ketiga, yakni kantor PT Permata Hijau Group (PHG), di Jalan Gajahmada Nomor 35, Kota Medan. Penggeledahan dilakukan pada Kamis, 6 Juli lalu. “Dari ketiga tempat tersebut, tim penyidik menyita sejumlah dokumen dan aset,” ujarnya.
Dari kantor Musim Mas disita tanah dengan total 277 bidang seluas 14.620,48 hektare. Adapun dari kantor PT Wilmar Nabati Indonesia disita tanah dengan total 625 bidang seluas 43,32 hektare. Sedangkan dari kantor PT Permata Hijau Group (PHG) disita tanah dengan total 70 bidang seluas 23,7 hektare.
Dari penggeledahan tersebut, tim juga menyita mata uang rupiah sebanyak 5.588 lembar dengan total Rp 385.300.000, mata uang dolar Amerika sebanyak 4.352 lembar dengan total US$ 435.200, mata uang ringgit Malaysia sebanyak 561 lembar dengan total RM 52 ribu, dan mata uang dolar Singapura sebanyak 290 lembar dengan total Sin$ 250.450. “Penyitaan dan penggeledahan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor PRINT-1334/F.2/Fd.1/07/2023 tanggal 5 Juli 2023,” ujar Ketut.
Pemeriksaan Airlangga Masih Penyelidikan Awal
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi, mengatakan tim penyidik meminta penjelasan Menteri Airlangga perihal kebijakannya dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng. Kuntadi menuturkan, dalam kasus minyak goreng, berdasarkan fakta persidangan, terbukti bahwa kebijakan menteri dalam pemberian izin ekspor CPO untuk beberapa perusahaan malah menimbulkan kerugian perekonomian negara.
“Untuk membuat terang peristiwa pidana, kami memandang perlu untuk memeriksa Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Perekonomian, khususnya berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab beliau untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng dan pemberian fasilitas ekspor CPO,” ucap Kuntadi.
Soal dugaan keterlibatan Airlangga dalam kasus CPO, Kuntadi mengatakan, tim penyidik masih harus mendalami fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan. “Jadi, bukan terlibat. Dari pemeriksaan ini, kami masih meminta konfirmasi sehubungan dengan jabatan dan kedudukannya (Airlangga Hartarto),” ujarnya.
Kuntadi menegaskan, masih sangat prematur menyatakan Airlangga terlibat dalam kasus ini. Sebab, kata dia, pemeriksaan terhadap Airlangga masih penyelidikan awal. “Proses masih berjalan dan itu masih kami lihat perkembangannya. Jadi, tunggulah, jangan terburu-buru,” ucap Kuntadi.
Menanggapi hal tersebut, dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, mengatakan pemanggilan terhadap Airlangga bertujuan mengembangkan penyidikan kasus CPO setelah putusan pengadilan. Menurut Azmi, sepanjang terdapat bukti adanya dugaan ikut berperan atau membantu, sekalipun hanya turut serta, tindakan orang tersebut bisa dianggap sebagai perbuatan tindak pidana. “Perbuatan inilah yang nantinya digali lebih jauh untuk dimintai pertanggungjawaban pidana,” ucapnya.
Dalam kasus ini, kata dia, bisa jadi penyidik menemukan adanya rangkaian peristiwa keterkaitan antar-pelaku. Karena alasan itulah Kejaksaan menilai perlu memeriksa Airlangga. “Dari pemeriksaan itu, nantinya ditemukan apakah tindakannya itu personal atau terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan,” ucapnya. Azmi yakin pemeriksaan terhadap Airlangga murni untuk meminta klarifikasi sehubungan dengan adanya peristiwa pidana dalam kasus CPO minyak goreng. “Pemanggilan ini tidak ada kaitannya dengan dimensi momentum tahun politik,” ucap Azmi.