Sumber: Unsplash/Tamanna Rumee |
NARRAN.ID, OPINI - Perkembangan zaman yang semakin melaju hingga tak terbendung, membuat para pelaku kehidupan saat ini terseret-seret dengan ombak kegengsian. Perkembangan yang begitu cepat, sampai “beli sana beli sini” menjadi kegiatan prioritas. “Edan” menjadi kata yang bisa menggambarkan betapa buasnya ritme kegengsian di zaman ini.
Menjadi kaum konsumtif bukanlah sepenuhnya buruk, karena memang setiap orang sekalipun produsen akan menjadi penikmat juga. Tapi, mengonsumsi secara berlebihan dengan mengikuti hasrat keinginan akan menjadi dampak yang negatif dari banyak sisi. Yaps, hedonisme yang kini merambah dan mengakar di kalangan masyarakat, hingga membuat perubahan gaya hidup yang besar.
Filsuf Mila mengatakan bahwa hedonisme adalah cara hidup di antara orang-orang yang menganggap kesenangan materi adalah alasan utama bagi mereka untuk meraih kebahagiaan. Hal ini tentu bukan dari Indonesia dan beberapa kalangan menyebut bahwa hedonistik adalah gaya hidup dari Barat. Melihat hedonistik merupakan derivasi (turunan) dari pemikiran liberal.
Epicurus juga ikut mendefinisikan bahwa hedonisme adalah sesuatu yang sudah menjadi sifat alamiah manusia untuk dipenuhi. Tapi, filsuf ini menggambarkan hedonisme sebagai hal yang memenuhi keinginannya secara sederhana saja dan ala kadarnya.
Generasi Z dan Gaya Hidup
Walaupun demikian, pandangan masyarakat Indonesia tentang hedonisme makin liar, terutama di kalangan generasi Z. Melalui data sensus tahun 2020, angka generasi gen Z mencapai 27,94%. Cukup besar dan kemungkinan angka tersebut akan naik sampai saat ini. Gen Z menjadi perhatian utama dalam masalah ini karena rata-rata di antara mereka banyak mengejar tren, kesenangan sementara, semu dan sesuatu yang artifisial.
Secara realistis, dalam penelitian secara praktis penulis, tujuh sampai delapan dari sepuluh remaja terpapar dari gaya hidup ini. Dalam hal ini, kita dapat mengetahui ciri- ciri dari hedonistik, di antaranya; nongkrong yang berlebihan secara berkala, gemar berpesta, selalu melihat material orang yang lebih darinya, foya-foya dan lainnya.
Gaya hidup seperti di atas sudah positif bahwa mereka terjangkit hedonistik dan sudah bisa dikategorikan kaum hedonis. Tentu, menjadikan hal itu sebagai gaya hidup disebabkan beberapa pengaruh, baik internal (pribadi) maupun eksternal (lingkungan).
Cara pandang pada kehidupan menjadi penyebab yang sangat perlu diperhatikan. Menganggap bahwa kesenangan hanya diperoleh dari foya-foya, dan mengikuti secara terus-menerus nafsunya membuat dirinya tersiksa.
Selain dari cara pandang yang menjadi pengaruh internal, motif dari pemenuhan hasrat sering kali disalahartikan kegunaannya. Terkadang niat awalnya hanya sebagai bentuk self reward, tapi lama kelamaan berlebihan bahkan saking kelewatannya tanpa pencapaian pun, tetap saja menghambur-hamburkan materialnya, sehingga menjadi kebiasaan.
Di sisi lain, pengaruh eksternal juga menjadi hal utama yang perlu perhatian besar. Salah satunya, melalui handphone dari tontonan sampai for your page (FYP) yang dimilikinya. Hal ini bisa menjadi sumber transformasi gaya hidup hedonistik. Melihat gaya hidup artis idola, teman karib, yang sudah mapan dan lainnya. Hal inilah menjadi faktor pendorong hedonistik dapat melekat pada diri seseorang.
Selain handphone, tempat pergaulan juga menjadi titik penting tumbuhnya gaya hidup hedonistik. Sebab, di tongkronganlah kebiasaan-kebiasaan baru dengan cepat masuk ke dalam diri, baik itu disadari ataupun tidak disadar.
Konklusi Solutif
Masalah-masalah di atas, menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Solusi yang akan penulis paparkan hanyalah beberapa poin, tentu tidak mencakup semua. Harus juga melihat kondisi dari permasalahan tersebut.
Penulis menempatkan solusi untuk poin pertama yaitu; kesadaran masing-masing tentang pentingnya mengalokasikan keuangan dengan tepat. Mencatat dan membagi pengeluaran dengan baik dan sewajarnya. Membeli apa yang menjadi kebutuhan bukan hanya mengikuti kemauan saja.
Kedua, selektif dalam memilih tempat tongkrongan. Hal ini juga menjadi poin penting yang sangat berpengaruh pada gaya hidup setiap orang. Tak jarang, kita melihat ketika seseorang pulang dari tempat pergaulan biasa membawa kebiasaan-kebiasaan baru.
Semoga dari paparan di atas dapat menjadi pelajaran dan menjadikan kita mawas diri. Sehingga kita semua dapat menyambut apa yang menjadi perbincangan hangat para elite politik saat ini yaitu, bonus demografi di masa keemasan Indonesia tahun 2045. Karena pemuda hari ini yang berjuang dalam berbagai tantangan zaman akan menjadi penentu arah bangsa di masa keemasan bangsa ini.
Penulis:
Mirwan Sudarmawan Rifai
(Mahasiswa Kairo)