Iklan

Investor Ritel Gen Z: Sang Pengubah Peta Permainan

narran
Minggu, 30 Juli 2023 | Juli 30, 2023 WIB Last Updated 2023-07-30T12:33:34Z

gen z, finansial
Detik.finace
NARRAN.ID, OPINI - Pergeseran semacam ini tentu sangat menarik mengingat perubahan peta di lapangan permainan dan kultur investasi yang bergeser pun mungkin saja turut menyelamatkan pasar Indonesia dari kerentanan yang dalam catatan kronologis acapkali terjadi. Kuncinya adalah memperluas basis ritel investor domestik yang dimotori generasi muda ini. Investor ritel pemula ini memberikan harapan bagi pasar modal yang selama beberapa dekade merayap dan kerap rentan terhadap arus modal keluar yang dahsyat.

Bersama dengan generasi milenial, Gen Z telah mendominasi dalam bertambahnya 10,3 juta investor pasar modal dan kapitalisasi pasar senilai 600 miliar dollar AS. Apabila dibandingkan pada 2017, jumlah investor tersebut telah meningkat sekitar sembilan kali lipat. Tidak dapat dimungkiri bahwa lonjakan pertumbuhan tersebut juga berdampak kepada dominasi investor ritel dalam aktivitas perdagangan harian di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebesar 44,9 persen.

Padahal, sejak hari pertama perdagangan hingga tahun 2014, jumlah emiten di Indonesia hanya 506. Dalam rentang dekade, jumlah tersebut dikategorikan naik relatif lambat. Perbedaan lalu muncul berkat milenial dan Gen Z yang berduyun-duyun masuk ke pasar modal.

Jumlah perusahaan publik yang terdaftar di BEI kemudian menjadi 833 pada Januari 2023, tumbuh cukup signifikan dari hanya 521 perusahaan pada 2015. Selain itu, jumlah penawaran umum perdana (IPO) tahun lalu saja mencapai 59 dengan penggalangan dana mencapai 2,4 miliar dollar AS—tepat di belakang Thailand dalam ranking teratas menurut laporan Deloitte (2023).

Untuk mewujudkan potensi penuh dari penciptaan kekayaan melalui pasar modal dan menghindari kerentanan, partisipasi investor ritel perlu ditingkatkan secara bertanggung jawab. Hanya dengan basis investor ritel domestik yang luas dan kuat pasar modal dapat terhindar dari risiko pelarian modal oleh insting kawanan investor asing yang sering kali tidak didasari oleh faktor-faktor domestik.

Dalam rangka memperluas basis investor ritel domestik, tentu dibutuhkan upaya penguatan kolaborasi yang baik dalam ekosistem pasar modal itu sendiri. Mempertahankan keterlibatan dan kepercayaan para investor ritel, terutama yang baru dan akan masuk sangat penting mengingat kerentanan pasar domestik. Secara kronologis, pasar modal Indonesia adalah yang paling rentan terhadap arus keluar modal di Asia Tenggara.

Beberapa capital flight yang paling menonjol adalah pada triwulan kedua 1994, pelarian modal mencapai rekor 3.920,96 juta dollar AS (bahkan lebih tinggi dibandingkan periode tahun 1997 dan 1998), pada akhir 2000 (4.051,83 juta dollar AS), pada triwulan keempat tahun 2006 (4 miliar dollar AS), pada akhir 2008 (5,56 miliar dollar AS), pada kuartal ketiga tahun 2011 (32,02 miliar dollar AS), dan pada tahun 2013 (2,3 miliar dollar AS). Masalah ini dapat dijelaskan oleh ekonomi makro, yaitu pertumbuhan, inflasi, kesenjangan suku bunga, utang luar negeri, dan FDI, dan juga oleh faktor non-makro ekonomi seperti stabilitas politik, korupsi, dan masalah regulasi.

Meskipun demikian, ada banyak tantangan untuk mengembangkan basis investor ritel domestik. Tantangan tersebut mulai dari kurangnya pemahaman masyarakat dan sumber daya manusia, proses bisnis yang tidak efisien, dan pilihan produk yang terbatas, hingga investasi ilegal yang marak.

Dengan kata lain, kesenjangan krusial tetap ada dalam perlindungan, keandalan informasi, personalisasi, dan literasi keuangan. Strategi yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut, antara lain, meningkatkan pengalaman pengguna di bursa, meningkatkan literasi, pola pikir digital dan pertumbuhan dalam hal keuangan, serta melindungi investor itu sendiri.

Karena investor ritel pemula umumnya dicirikan dengan pemahaman yang terbatas dan hanya mengikuti tren, serta emosi yang tidak stabil, hal itu menimbulkan risiko bagi investor itu sendiri, pasar modal, dan sektor keuangan secara luas. Sebagai pijakan dasar, penting bagi investor memahami bahwa emosi dan sentimen selalu akan memengaruhi perilaku investasi dan isu ini sangat fundamental untuk dikelola menurut pandangan ekonom dan salah satu investor hebat sepanjang masa, John Maynard Keynes yang menyebutnya sebagai ‘animal spirit’.

Menghidupkan kembali kepercayaan

Untuk meningkatkan keterlibatan dan sekaligus melindungi investor muda, penting untuk menghidupkan kembali kepercayaan sebagai landasan pembangunan pasar modal. Pasar kita hanya akan menjadi bayangan tipis tanpa kepercayaan investor, terutama bagi yang baru masuk dan akan masuk. Selama beberapa tahun terakhir, investor ritel domestik telah tenggelam dalam banjir pengumuman terkait isu skandal akuntansi dan penyimpangan lainnya yang tampaknya tak henti-hentinya di beberapa perusahaan terbesar di negara ini.


Seolah accounting gimmick adalah masalah yang cukup umum. Menurut M-score, kemungkinan kecurangan akuntansi di seluruh perusahaan besar berada pada tingkat tertinggi selama lebih dari 40 tahun terakhir.

Di dalam negeri baru-baru ini, dua BUMN konstruksi, yaitu Wijaya Karya dan Waskita Karya, sedang dalam pemeriksaan atas dugaan manipulasi laporan keuangannya. Keduanya telah mengakali pembukuan dengan menyembunyikan tumpukan faktur dari vendor (menghilangkan beban kewajiban) sehingga beban utang menyusut dan membuat kondisi keuangan tampak sehat meski dalam kesulitan keuangan.

Kasus ini bukan yang pertama kali terungkap. Sebelumnya Kereta Api Indonesia, Kimia Farma, Indofarma, Asuransi Jiwasraya, Garuda Indonesia, Hanson International, dan Envy Technologies Indonesia juga dihadapkan isu yang sama.

 Untuk meningkatkan keterlibatan dan sekaligus melindungi investor muda, penting untuk menghidupkan kembali kepercayaan sebagai landasan pembangunan pasar modal.

Perkara di atas berpotensi menggerus kepercayaan investor dan calon investor terhadap kredibilitas perusahaan publik di BEI. Fakta ini menunjukkan bahwa audit berlapis (yaitu manajemen, dewan komisaris dan komite audit, kantor akuntan publik, Otoritas Jasa Keuangan, dan pemangku kepentingan eksternal) belum dapat menjamin keabsahan laporan keuangan di BEI.

Konsekuensinya ke depan, dewan komisaris sudah seharusnya diisi dengan orang-orang yang benar-benar berkompeten. Kemudian, perlu ada pemeriksaan lebih lanjut oleh OJK terhadap akuntan publik yang bersangkutan. Singkatnya, perlu ada evaluasi komprehensif terhadap three lines approaches dan lingkungan kolaborasinya perlu diperkuat agar mengoptimalkan setiap fungsi secara bertanggung jawab.

Pada level tata kelola perusahaan, membangun kontrol yang kuat atas pelaporan keuangan sangat diperlukan dan perlu peninjauan yang dinamis. Di sisi lain, auditor kantor akuntan publik independen harus menekankan lagi dan mengandalkan kerangka standar yang lebih kuat. Tinjauan berkala oleh OJK tentang peran auditor dalam deteksi kecurangan harus menjadi prioritas utama.

Terakhir, pengawasan pasar modal harus memastikan bahwa standar minimum elemen tata kelola perusahaan dan pelaporan harus dipenuhi oleh perusahaan yang akan terdaftar. BEI selaku pengawas pasar modal perlu lebih selektif dan terus mengutamakan kualitas perusahaan yang akan tercatat secara publik demi melindungi investor sekaligus menjaga kepercayaan yang lebih luas.

Pemangku kepentingan terkait mesti melakukan tindakan cepat dan pasti untuk memulihkan kepercayaan investor muda. Kepercayaan investor sebagai fondasi kesuksesan pasar modal adalah sesuatu yang seharusnya selalu menjadi pertimbangan utama pembuat kebijakan dan badan usaha terkait. Hanya dengan basis investor ritel domestik yang luas, khususnya Gen Z, pasar modal tidak akan rentan lagi terhadap capital outflows.


Penulis:
Andi Suryadi
Investment Research Analyst di CIC
(Tulisan ini dimuat di Kompas.id edisi 30 Juli 2023)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Investor Ritel Gen Z: Sang Pengubah Peta Permainan

Trending Now

Iklan

iklan