Realitasnya, revolusi mental malah berisi harapan palsu, jauh dari cita-cita, dan tidak seperti yang dibayangkan. Publik bisa dengan mudah membuktikan dalil tersebut karena faktanya hadir dan dipertontonkan dengan begitu telanjang.
Sebut saja hasil reshuffle Senin (17/7) lalu, satu menteri dan dua wakil menteri jelas-jelas berasal dari kantong relawan. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi ialah Ketua Umum Projo, organisasi massa pendukung Presiden Jokowi.
Paiman Raharjo yang dilantik sebagai wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, merupakan pentolan relawan Sedulur Jokowi. Lalu ada Nezar Patria, Staf Khusus Menteri BUMN, loyalis Presiden Jokowi yang kini menjadi Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo).
Bagi-bagi jabatan untuk bekas tim sukses dan relawan semakin menabalkan revolusi mental ramai sensasi minim esensi. Mudah untuk diucapkan tanpa berdaya saat diaplikasikan. Harapan baru yang ditawarkan, harapan palsu yang dirasakan.
Sehari sebelum reshuffle itu dilaksanakan, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh sebenarnya sudah mengirimkan sinyal. Surya mengingatkan agar revolusi mental dengan roh perubahan dan gotong royong jangan sampai mogok di tengah jalan.
Tapi apa mau dikata, reshuffle ialah hak prerogatif Presiden. Ia punya kuasa, bagi-bagi kursi menteri pun suka-suka. Bukan didasarkan atas semangat gotong-royong, melainkan nafsu agar orang-orang dekatnya ketiban jabatan.
Padahal, ada ungkapan Jawa yang berbunyi kacang ora ninggal lanjaran yang berarti kebiasaan anak selalu meniru dari orang tuanya. Bukan tidak mungkin rakyat di bawah nantinya meniru sikap Jokowi yang telah mereduksi makna gotong-royong ke persoalan bagi-bagi kekuasaan.
Niat menghadirkan revolusi mental sebagai refleksi tajam guna mengembalikan karakter bangsa pada aslinya justru jauh panggang dari api. Mustahil Indonesia berubah ke arah yang lebih baik kalau Jokowi selaku penggagas tidak komit dengan ucapannya.
Kita tentu harus mengingatkan agar Jokowi betul-betul memanfaatkan sisa waktu pemerintahan yang tinggal satu tahun tiga bulan. Ejawantahkanlah revolusi mental di setiap sendi kehidupan dengan lima gerakan perubahan.
Gerakan Indonesia melayani, gerakan Indonesia bersih, gerakan Indonesia mandiri, gerakan Indonesia tertib, dan gerakan Indonesia bersatu. Publik betul-betul mengharapkan agar revolusi mental jangan hanya diksi tanpa isi.
Jadikanlah revolusi mental sebagai senjata untuk melawan musuh bersama kita, yaitu kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan. Jangan malah menjadikan revolusi mental sebagai sarang bagi bersemayamnya kemunafikan.