Iklan

Berharap Magis Motor Listrik

narran
Selasa, 05 September 2023 | September 05, 2023 WIB Last Updated 2023-09-05T04:02:21Z

motor listrik, anti polusi
Sumber: Naik Motor
NARRAN.ID, ANALSIS - Kita sebenarnya masih meragukan apakah jawaban dari semua masalah polusi udara dan konsumsi berlebihan minyak mentah adalah kendaraan listrik. Baru-baru ini motor listrik kian ramai di jalanan Ibu Kota. Jumlah dealer dan pengemudinya kian tumbuh, namun kesesakan dan macet kian hari tidak bisa berubah. 

Jalanan penuh sesak, lapisan aspal nyaris tak terlihat lagi. Di tengah kepadatan lalu lintas Jabodetabek, dominasi sepeda motor sebagai penguasa jalanan seperti tak terkalahkan. Kendaraan roda dua selalu memenuhi tepian badan jalan, menyelip di sela-sela antrean mobil, juga di jalur khusus bus Transjakarta.

Setiap hari, para pesepeda motor bak pasukan berkuda besi memadati semua ruas jalan di Jakarta dan di kawasan aglomerasi di sekitar ibu kota. Helm-helm warna-warni berkilat-kilat memantulkan sinar mentari yang terik di siang hari atau lampu jalanan di malam hari.

Sepeda motor berjaya di semua medan. Di gang-gang sempit yang hanya selebar kurang dari 1 meter pun pesepeda motor bisa tancap gas. Sepeda motor lincah menembus jalan setapak tanah, seperti saat menerabas pemakaman umum, melaju di trotoar, dan lahan kosong tak bertuan demi menghindari macet.

Kecuali jalan tol, rasanya tidak ada akses yang benar-benar bebas dari sepeda motor. Kalaupun ada, sesekali melintas cepat motor gede pengawal yang ditunggangi polisi atau tentara berseragam. Sepeda motor yang kini menjadi andalan jutaan orang ini tidaklah terjadi begitu saja.

Paparan Katadata yang mengutip Badan Pusat Sstatistik, pada 1949, jumlah mobil penumpang ada 17.626 unit atau 43,08 persen dari total kendaraan. Jumlah ”kuda besi” kala itu hanya 4.584 unit (11,2 persen).

Pada 1956 ada 67.194 unit sepeda motor atau 37,1 persen dari total kendaraan sebanyak 181.046 unit. Mobil penumpang kala itu jumlahnya 61.104 unit (33,75 persen), sisanya bus dan mobil barang.

Sejak 1956 itu, jumlah sepeda motor konsisten tumbuh, bahkan pesat. Pascakrisis 1997-1998 hingga kini, masyarakat makin mudah memiliki sepeda motor dan mobil pribadi berkat kebijakan-kebijakan pemerintah dengan tujuan menggenjot pertumbuhan ekonomi.

Mulai 1998, pasar sepeda motor di Indonesia semarak dengan hadirnya produk asal China yang dijual jauh lebih murah dibandingkan produk serupa asal Jepang yang selalu mendominasi pasar lokal. Walaupun akhirnya meredup sekitar sepuluh tahun kemudian, kehadiran produk asal China mencatat sukses menambah jumlah orang Indonesia yang memiliki sepeda motor.

Usai guyuran produk murah asal China tak berlanjut, ada aturan mempermudah kredit kepemilikan sepeda motor. Sampai sebelum pandemi Covid-19, toko sepeda motor yang menawarkan penjualan dengan kredit menjamur hingga ke dalam perkampungan. Untuk mendapatkan sepeda motor bekas dan baru cukup membayar uang muka Rp 500.000 yang juga sebagai cicilan bulan pertama.

Selama 2012-2022, jumlah sepeda motor di dalam negeri bertambah sekitar 48,9 juta unit atau tumbuh 64 persen. Sesuai data Statistik Indonesia 2023 yang dirilis BPS, pada akhir 2022 total ada sekitar 125,3 juta unit sepeda motor di Indonesia.

Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta jiwa atau lebih kurang 67,5 juta keluarga, maka rata-rata tiap keluarga memiliki 2 sepeda motor. Di perkotaan seperti Jakarta, tidak aneh melihat satu keluarga bisa memiliki 2-4 sepeda motor.

Pada 2022, BPS mencatat semua provinsi di Jawa menduduki peringkat teratas sebagai daerah yang memiliki sepeda motor terbanyak. Urutan pertama Jawa Timur dengan 20,7 juta unit sepeda motor, diikuti DKI Jakarta dengan 17,3 juta unit. Namun, dalam skala aglomerasi Jabodetabek, jumlah total sepeda motor jauh lebih besar dari Jawa Timur. Seiring bertambah pesatnya jumlah sepeda motor, pemerintah turut mendongkrak tingkat pembelian mobil.

Sebelumnya, di 2003, pemerintah memberi lampu hijau pada dunia industri otomotif untuk menjual mobil murah low multipurpose vehicle (LMPV) produk dari Toyota dan Daihatsu sekitar Rp 90 juta per unit. Pada 2013, kebijakan low cost green car (LCGC) digulirkan dengan harga termurah sekitar Rp 100 juta per unit. Di saat kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor, terus didorong pertumbuhan penjualannya, fasilitas jalan yang tersedia tidak bertambah banyak.


BPS mendata, pada 2022 ada 17,1 juta unit mobil dari 148,2 juta unit kendaraan bermotor di Indonesia. Angka itu masih lebih kecil dari sepeda motor yang mencapai 125,3 juta unit. Pada 2023, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menargetkan ada tambahan 5,6 juta-5,8 juta unit sepeda motor baru yang akan diserap masyarakat.


Pemerintah lewat kementerian terkait selalu menyatakan industri otomotif berjasa besar dalam penyerapan tenaga kerja hingga penyumbang pajak yang memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus naik. Mulai tahun ini, produk kendaraan bermotor listrik, termasuk sepeda motor listrik pun digenjot penjualannya dengan alasan lebih ramah lingkungan.

Walakin, pada saat kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor, terus didorong pertumbuhan penjualannya, fasilitas jalan yang tersedia tidak bertambah banyak.

Pada 2012, Kementerian Pekerjaan Umum mencatat panjang jalan di Jakarta 7.208 kilometer atau baru memenuhi 60 persen dari kebutuhan 12.000 km. Padahal, pertumbuhan kendaraan bermotor saat itu mencapai 1.117 unit per hari.

Sepuluh tahun kemudian, ada proyek terowongan dan jalan layang untuk menghindari pelintasan sebidang dengan jalur kereta api. Namun, kasatmata terlihat lebih banyak proyek berupa akses tol baru. Jalan reguler baru rata-rata hadir di sekitar tol, tetapi tak terlalu signifikan jumlahnya.

Akibatnya, kemacetan tetap terjadi dan semakin parah di berbagai ruas jalan di Jakarta serta kawasan di sekitarnya. Hal ini kian dirasakan oleh para pengguna sepeda motor yang tidak memiliki akses ke jalan tol atau fasilitas tertentu lainnya.

Di Indonesia, hanya Jalan Tol Suramadu dan Bali Mandara yang memberi ruang bagi sepeda motor. Ada pembatas di kedua tol itu yang memisahkan jalur kendaraan roda empat atau lebih dan sepeda motor.

Dalam kondisi seperti itu, sebagian besar masyarakat pengguna sepeda motor tetap tidak bisa beralih ke angkutan umum seperti anjuran pemerintah. Faktor biaya dan waktu tempuh perjalanan tetap membuat orang bertahan dengan mobilitas andalan sebagian besar warga ini.

Dengan 1 liter pertalite seharga Rp 10.000 atau pertamax seharga Rp 13.300, misalnya, sepeda motor bisa menempuh jarak hingga lebih dari 50 kilometer. Bagi pesepeda motor, semua urusan antarbarang pesanan, mengantar anak ke sekolah, belanja, bekerja, dimudahkan.

Semacet-macetnya lalu lintas di Ibu Kota, naik sepeda motor tetap lebih cepat sampai ke tujuan daripada pakai mobil atau angkutan umum, khususnya bus.

Selain itu, angkutan umum berbasis rel, seperti KRL, MRT, dan LRT, masih sangat terbatas jangkauan layanannya. Belum lagi harus ada tambahan biaya untuk angkutan lanjutan dengan bus ataupun ojek daring. Total biaya sehari perjalanan bagi pengguna sepeda motor tetap jauh lebih murah daripada naik angkutan umum.

Namun, pesepeda motor yang rata-rata dari kelas menengah ke bawah kini dituding sebagai biang kerok masalah, mulai dari sebagai salah satu penyumbang utama polusi udara, pembuat kekacauan di jalan, juga pelanggar aturan lalu lintas terbanyak.

Inilah sebuah ironi negeri sepeda motor yang diciptakan sendiri oleh para pembuat dan eksekutor kebijakan. Si ”kuda besi” dijadikan ”kambing hitam”. [Red]

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Berharap Magis Motor Listrik

Trending Now

Iklan

iklan