Sumber: Republika |
Perkembangan terkini mengenai bergabungnya Kaesang Pangarep dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan langsung menjadi ketua partai, telah memicu perdebatan publik tentang pentingnya kaderisasi partai politik. Kaesang, yang dikenal sebagai pengusaha dan putra Presiden Joko Widodo, merupakan sosok publik figur yang memiliki popularitas tinggi. Namun, keikutsertaannya dalam politik telah menuai kritik dari sejumlah pihak, yang menilai bahwa PSI lebih mementingkan popularitas daripada kualitas kader.
Kritik tersebut tidak sepenuhnya salah. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah partai politik di Indonesia memang cenderung lebih mementingkan publik figur daripada kader internal. Hal ini terlihat dari banyaknya partai yang mengusung figur-figur populer, seperti artis, atlet, atau pengusaha, sebagai calon legislatif atau calon kepala daerah.
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi fenomena ini. Pertama, partai politik di Indonesia cenderung lebih berorientasi pada hasil pemilu. Oleh karena itu, mereka lebih memilih figur-figur populer yang dianggap dapat menarik suara pemilih. Kedua, partai politik di Indonesia sering kali kekurangan kader internal yang berkualitas. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti minimnya pendidikan politik dan kompetisi yang ketat dalam internal partai.
Fenomena ini tentu memiliki dampak negatif bagi demokrasi di Indonesia. Partai politik menjadi lebih mengutamakan popularitas daripada kualitas kader. Akibatnya, partai politik tidak mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
Menjadi keharusan bagi partai politik di Indonesia untuk kembali fokus pada kaderisasi internal. Kaderisasi internal merupakan proses untuk mencetak pemimpin masa depan yang berkualitas dan berintegritas. Proses ini harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dengan mengedepankan aspek pendidikan politik, kepemimpinan, jiwa kebangsaan, jati diri, integritas dan moralitas.
Selain itu, partai politik juga perlu meningkatkan anggaran untuk kaderisasi. Anggaran yang memadai akan memungkinkan partai politik untuk memberikan pelatihan dan pendidikan yang berkualitas kepada para kadernya.
Untuk meningkatkan kualitas kaderisasi partai politik di Indonesia, partai politik di Indonesia harus memiliki rencana pengembangan kompetensi sumber daya manusia yang terstruktur dengan baik. Langkah yang dapat dilakukan, pertama, pembentukan lembaga kaderisasi yang independen dan profesional. Lembaga kaderisasi ini harus memiliki kurikulum dan metode yang terstandarisasi.
Kedua, peningkatan anggaran untuk kaderisasi. Anggaran yang memadai akan memungkinkan partai politik untuk memberikan pelatihan dan pendidikan yang berkualitas kepada para kadernya. Anggaran dapat bersumber dari APBN, karena negara demokrasi memiliki kewajiban memberdayakan partai politik. Juga dapat bersumber dari fundraising yang dilakukan secara terbuka dan transparan.
Ketiga, pembukaan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk bergabung dalam partai politik. Hal ini akan membantu partai politik untuk mendapatkan kader-kader yang berkualitas dari berbagai latar belakang.
Biaya kaderisasi partai politik merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan oleh partai politik dalam melaksanakan program kaderisasinya. Biaya kaderisasi ini dapat meliputi biaya penyelenggaraan, biaya transportasi, biaya konsumsi, dan biaya lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, biaya kaderisasi partai politik di Indonesia bervariasi, mulai dari Rp15,4 juta hingga Rp200 juta per tahun. Biaya yang paling tinggi dikeluarkan oleh Partai Golkar, sedangkan biaya yang paling rendah dikeluarkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Biaya kaderisasi yang dikeluarkan oleh partai politik tentu tidak terlepas dari faktor-faktor seperti jumlah peserta kaderisasi, tingkat kesulitan materi yang diajarkan, dan metode yang digunakan. Namun, penting bagi partai politik untuk mempertimbangkan biaya kaderisasi secara bijak. Biaya kaderisasi yang terlalu tinggi dapat menjadi hambatan bagi masyarakat untuk bergabung dalam partai politik.
Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran kaderisasi partai politik, pertama, partai politik perlu menyusun anggaran kaderisasi secara realistis, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah peserta kaderisasi, tingkat kesulitan materi yang diajarkan, dan metode yang digunakan. Kedua, partai politik perlu meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran kaderisasi, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal.
Ketiga partai politik perlu meningkatkan transparansi penggunaan anggaran kaderisasi, dengan melaporkan penggunaan anggaran secara berkala kepada publik, sevara terbuka, akuntabel dan transparan.
Fenomena partai politik yang lebih mementingkan publik figur daripada kader internal tentu memiliki dampak negatif bagi demokrasi di Indonesia. Hal ini karena partai politik menjadi lebih mengutamakan popularitas daripada kualitas kader. Akibatnya, partai politik tidak mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
Oleh karena itu, penting bagi partai politik di Indonesia untuk kembali fokus pada kaderisasi internal. Kaderisasi internal merupakan proses untuk mencetak pemimpin masa depan yang berkualitas dan berintegritas. Proses ini harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dengan mengedepankan aspek pendidikan politik, kepemimpinan, jiwa kebangsaan, jati diri, integritas dan moralitas.
Dengan meningkatkan kualitas kaderisasi, partai politik di Indonesia dapat melahirkan pemimpin masa depan yang berkualitas dan berintegritas. Hal ini akan menjadi kontribusi penting bagi kemajuan demokrasi di Indonesia.