Foto: PSHK Indonesia/Film Dirty Vote |
Dibintangi oleh tiga ahli hukum tata negara, yakni Zaenal Arivin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, mengungkap sisi gelap dari penyelenggaraan pemilu tahun ini. Berisi potongan video dari hasil wawancara wartawan dengan Presiden Jokowi dan beberapa data hasil riset seakan-akan mengajak masyarakat untuk membuka mata bahwa ada banyak kejanggalan yang terjadi selama proses pemilihan umum berlangsung.
Dirty Vote bukan film pertama, Dandhy pernah meluncurkan film kontroversi dengan judul Sexy Killer yang menceritakan tentang keterlibatan elite dalam proyek pembangkit listrik dan tambang batu bara yang berperan dalam Pemilihan Presiden pada tahun 2019.
Yang membedakan antara film Sexy Killer dan Dirty Vote ialah objek dari analisis yang di mana Dirty Vote lebih cenderung mengungkap data proses pemilihan yang memang sudah dikonsumsi publik dan lebih cenderung hanya menjahit beberapa fakta, lalu diramu menjadi asumsi, meski ada beberapa bocoran rekaman.
Sedangkan film Sexy Killer banyak mengungkap fakta yang memang jarang ditemukan oleh banyak masyarakat dan lebih cenderung membahas tentang eksploitasi alam serta orang yang ada di belakangnya.
Film Sexy Killer yang diunggah pada tanggal 14 April 2019 berhasil menggaet 37 juta penonton di kanal YouTube-nya. Film ini hampir sama dengan film Dirty Vote yang diunggah menjelang pemungutan suara. Lalu, timbul pertanyaan apakah ini memang bertujuan untuk mengedukasi atau agenda propaganda untuk menjatuhkan karier politik Jokowi.
Munculnya unggahan yang menggiring opini publik untuk tidak lagi percaya pada Jokowi secara tidak langsung menguntungkan kandidat capres dan cawapres lain. Seolah-olah, permainan gelap dalam konstalasi pemilu saat ini berasal dari skenario Jokowi.
Sialnya, meski Jokowi saat ini sudah tidak mencalonkan lagi, anak kandung dari Jokowi sendiri terjebak dalam kontestasi, sehingga secara tidak langsung akan memengaruhi elektabilitas dalam memperoleh suara di momentum injury time saat ini.
Serangan fajar ini, apakah akan berhasil memutus karier perpolitikannya yang terkenal tidak pernah menelan kekalahan selama mengikuti kontestasi. Namun ada yang berbeda, kali ini bukan lagi Jokowi, melainkan anak kandungnya sendiri.
Peperangan di portal media, baik sosial maupun berita, seolah-olah memperpanjang suasana gaduh pada momen tenang menjelang pemilihan. Klarifikasi di mana-mana, perdebatan tidak ada habisnya. Akankah karya yang berdurasi 1 Jam 57 Menit ini akan merugikan sosok pasangan calon yang ada di badan Jokowi?
Fakta menarik jika kita mengenal tiga aktor utama Dirty Vote, Bivitri Susanti, Zaenal Arifin Mochtar dan Feri Amsari merupakan anggota Tim Reformasi Hukum Menkopolhukam yang dijabat Mahfud MD, yang kebetulan saat ini mencalonkan diri sebagai cawapres.
Film dokumenter ini bisa jadi untuk mengedukasi banyak masyarakat atau menggiring suara masyarakat untuk tidak memilih pasangan capres dan cawapres yang dekat dengan Jokowi.
Skenario menarik dari Dandhy Laksono ibarat pepatah yang sering dikenal, “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui”. Dengan satu video mampu meraup keuntungan dari jumlah penonton di portal YouTube, menjatuhkan elektabilitas Jokowi, menaikkan elektabilitas capres dan cawapres lain.
Penulis:
Nur Muhaimin
#Pemilu #Pilpres #Kecurangan #Analisis #Opini #Konspirasi #Kepentingan #PostTruth #Jokowi #AniesBaswedan #PrabowoSubianto #GanjarPranowo #MuhaiminIskandar #GibranRakabuming #MahfudMD #Sosial #Hukum #Politik #Ekonomi