Sumber: AFF |
Ambisi besar UEFA itu ternyata menimbulkan persoalan. Setidaknya masalah bermunculan dalam urusan transportasi, yang menjadi salah satu simbol misi keberlanjutan Euro 2024 karena mengutamakan bus dan kereta listrik ketimbang layanan penerbangan. Padahal, enam tahun lalu, Jerman memenangi voting lelang penyelenggara Euro karena—salah satunya—dinilai lebih siap memenuhi ekspektasi keberlanjutan lingkungan dibanding Turki.
Kendala yang dialami rombongan tim nasional Prancis menjadi contohnya. Setelah memenangi laga melawan Austria di Stadion Düsseldorf Arena pada Senin, 17 Juni 2024, anak asuhan Didier Deschamps itu tak bisa cepat-cepat beristirahat. Mereka terpaksa menunggu hingga pukul 03.00 dinihari ketika bus listrik yang akan membawa mereka kembali ke hotel di Bad Lippspringe tiba. Tiga jam perjalanan darat harus ditempuh dibanding 30-40 menit penerbangan dari Düsseldorf karena Federasi Sepak Bola Prancis berkomitmen mengurangi jejak karbon tim mereka sebagaimana yang dikampanyekan oleh UEFA.
Rombongan tim nasional Belanda mengeluhkan hal yang sama ketika melakoni laga melawan Austria di Berlin pada Selasa lalu atau Senin waktu setempat. Sejak awal pelatih Belanda, Ronald Koeman, menyatakan memilih naik kereta cepat ketimbang pesawat terbang dari basecamp di Wolfsburg. Namun, Senin itu, layanan kereta hanya memungkinkan untuk keberangkatan ke Berlin.
"Kami tidak bisa kembali setelah pertandingan karena tidak ada lagi kereta yang bisa membawa kami ke Wolfsburg," kata Koeman, seperti dikutip dari Deutsche Welle pada Rabu lalu. "Jerman mengklaim akan menjadi tuan rumah kejuaraan Eropa yang berkelanjutan. Namun mereka tidak mengelolanya."
Keluhan juga dilontarkan para suporter. Meski tim yang didukungnya menang di Stadion Arena AufSchalke pada Selasa, 20 Juni 2024, ribuan suporter Spanyol harus senasib sepenanggungan dengan suporter Italia yang gundah karena tim asuhan Luciano Spalletti kalah. Malam itu, mereka berjejal di jalanan Gelsenkirchen dan jembatan penyeberangan menuju stasiun trem, persis seperti yang dialami suporter Inggris dan Serbia sepekan sebelumnya di kota tersebut.
Isu kekacauan layanan transportasi dalam penyelenggaraan Euro 2024 ini belakangan merembet ke urusan politik dalam negeri Jerman. Kritik tajam mengarah ke pemerintah, Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB), hingga perusahaan nasional perkeretaapian Deutsche Bahn—yang menjadi salah satu sponsor Euro 2024.
Michael Peterson, anggota Dewan Direksi Deutsche Bahn yang bertanggung jawab pada perjalanan jarak jauh, telah menyampaikan permintaan maaf perusahaannya atas keterlambatan dan pembatalan sejumlah layanan selama fase awal Euro 2024. Dia menyatakan Deutsche Bahn bisa memahami kekecewaan dan kritik suporter.
"Saat ini Deutsche Bahn belum menawarkan kualitas yang diharapkan semua orang," kata Peterson, seperti dimuat dalam harian Bild pada Rabu lalu. "Namun, pada saat yang sama, kami berupaya semaksimal mungkin mengantar penumpang ke tujuan mereka."
Di tengah janji upaya perbaikan tersebut, tim Turki akhirnya memilih terbang menyewa pesawat dari Hannover ke Hamburg untuk menghadapi Republik Cek di Volksparkstadion, Rabu lalu. Belum terang apakah keputusan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya persoalan pada layanan transportasi darat. Namun pergantian ini kembali memantik pandangan miring kalangan pegiat lingkungan, yang sudah lama ragu beragam strategi ramah lingkungan UEFA dalam penyelenggaraan Euro 2024 akan ditegakkan.
Kendati baru ramai dibicarakan sekarang, visi menjadikan penyelenggaraan Euro 2024 sebagai turnamen ramah lingkungan sebenarnya telah dicanangkan sewindu lalu, ketika UEFA mulai membuka proses penawaran penyelenggara kompetisi. Kala itu dokumen persyaratan turnamen telah mencantumkan aspek keberlanjutan sebagai salah satu kriteria yang wajib dipenuhi calon tuan rumah.
Negara pendaftar, misalnya, harus menawarkan rencana mereka dalam melakukan efisiensi energi dan optimalisasi pemanfaatan air. UEFA juga mensyaratkan perencanaan ekonomi sirkular hingga penyediaan fasilitas pengolahan sampah.
"Tujuan UEFA adalah membuat operasinya efektif dan efisien, bertanggung jawab secara sosial, serta berkelanjutan," demikian tertulis dalam dokumen Persyaratan Turnamen Euro 2024 yang dipublikasikan UEFA pada awal Maret 2017.
Jerman, yang sejak 2013 menyatakan minatnya menjadi tuan rumah Piala Eropa, akhirnya terpilih sebagai penyelenggara Euro 2024. Jerman meraup 12 suara dalam voting Komite Eksekutif UEFA yang digelar pada Maret 2018. Turki, satu-satunya pesaing, hanya mengantongi empat suara.
Sejak saat itu, berbagai langkah dilakukan UEFA, pemerintah Jerman, dan DFB untuk menyiapkan detail strategi penyelenggaraan turnamen yang memenuhi kriteria keberlanjutan. Detail strategi tersebut akhirnya dipublikasikan pada Juli tahun lalu dalam dokumen bertajuk "UEFA Euro 2024 Environmental, Social, and Governance Strategy".
Sejumlah rencana aksi tercatat dalam dokumen tersebut. Diskon tiket kereta jarak jauh, termasuk lintas negara, diberikan kepada pemegang tiket pertandingan untuk mengurangi perjalanan suporter via layanan penerbangan. Tiket stadion juga terintegrasi dengan tiket transportasi publik lokal. Sementara itu, EUFA menyiapkan investasi dana iklim sebesar 32 juta euro atau senilai Rp 560 miliar untuk menopang aksi iklim, termasuk proyek efisiensi konsumsi energi dan air pada infrastruktur turnamen.
Berbicara di sela penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-28 (COP28), Desember 2023, Direktur UEFA untuk Kelestarian Sosial dan Lingkungan Michele Uva menegaskan tekad lembaganya untuk menjadikan Euro 2024 sebagai acuan turnamen olahraga internasional yang berkelanjutan. "Kami bertekad menjadi bagian dari solusi untuk mengukur dan mengurangi dampak sepak bola terhadap lingkungan," kata Uva di Dubai, Uni Emirat Arab, pada Desember 2023.
Beragam strategi keberlanjutan tersebut menjawab studi kelayakan Euro 2024 yang disusun oleh Oeko-Institut, organisasi nirlaba yang berbasis di Jerman. Dipublikasikan pada 2022, laporan final studi kelayakan itu menaksir emisi karbon yang dihasilkan selama sebulan turnamen Euro 2024 sebesar 490 ribu ton setara karbon dioksida (CO2e). Lebih dari 70 persen di antaranya disumbang oleh sektor transportasi, terutama jejak karbon dalam penerbangan internasional yang dilakoni para suporter.
Karena itu, penanganan layanan transportasi dinilai lebih signifikan mengurangi dampak lingkungan selama penyelenggaraan Euro 2024. Dalam kalkulasi Oeko Institute, emisi karbon dapat berkurang sekitar 38 ribu ton CO2e seandainya 10 persen suporter internasional beralih dari dari layanan penerbangan ke kereta.
"Potensi penghematan terbesar untuk mengganti penerbangan dengan perjalanan kereta ada di antara penonton karena jumlahnya yang banyak," demikian tertulis dalam laporan Oeko-Institut. "Namun tim nasional juga memainkan peran penting karena fungsinya sebagai panutan."
Hingga saat ini belum ada analisis yang menghitung dampak emisi dari lalu lintas perjalanan suporter Euro 2024. Data sementara menunjukkan sebanyak 1,85 juta orang telah duduk memenuhi kursi penonton di 10 stadion penyelenggara selama babak penyisihan dua pekan terakhir. Adapun UEFA memperkirakan sedikitnya 2,5 juta orang akan datang ke Jerman selama turnamen.
Namun sejumlah kalangan mulai mempersoalkan implementasi strategi ramah iklim Euro 2024. Travel Smart, koalisi kampanye yang diinisiasi lembaga advokasi energi dan transportasi bersih Transport & Environment (T&E), mengkritik rendahnya komitmen tim peserta turnamen untuk tidak menggunakan pesawat terbang selama penyelenggaraan Euro 2024.
Riset Travel Smart yang dipublikasikan awal bulan ini menunjukkan hanya tim nasional Swiss yang berkomitmen menggunakan kereta, baik ketika pergi menuju Jerman maupun selama menjalani babak penyisihan. Sementara itu, beberapa negara lain menempuh setidaknya satu perjalanan udara dari tiga pertandingan di fase grup.
“UEFA dan tuan rumah Jerman telah berupaya keras memangkas emisi transportasi selama turnamen," kata Manajer Kampanye Travel Smart Erin Vera. "Sayangnya, tim nasional sejauh ini gagal memberi contoh."
Klaim Euro 2024 sebagai turnamen paling ramah lingkungan, yang terus dikampanyekan oleh UEFA, juga mulai diragukan. Kenyataannya, penghitungan emisi dan aksi mitigasi krisis iklim yang digembar-gemborkan UEFA hanya berkaitan dengan penyelenggaraan turnamen yang diikuti 24 tim selama sebulan di Jerman. Padahal tahap kualifikasi sejak Maret tahun lalu diperkirakan lebih masif menghasilkan emisi karbon karena diikuti 53 tim yang berlaga di 239 pertandingan dan dihadiri 5,3 juta penonton.
Belakangan, kritik juga datang dari koalisi yang dimotori Fossil Free Football, kelompok masyarakat sipil berbasis di Belanda. Mereka menilai inisiatif ramah lingkungan dalam penyelenggaraan Euro 2024 dibayangi masalah promosi perusahaan-perusahaan penghasil polusi.
Dirilis pada 12 Juni lalu, laporan Fossil Free Football mencatat rekam jejak perusahaan yang menjadi sponsor penyelenggaraan Euro 2024 dan mitra resmi tim peserta. Sebagian di antara pihak sponsor itu dinilai bermasalah, seperti kontraktor minyak Petrol dan ENI; penyandang dana bisnis bahan bakar fosil Credit Agricole, UBS, La Caica, dan JP Morgan Chase; serta sejumlah produsen mobil dan maskapai penerbangan.
Fossil Free Football menilai Euro 2024 telah menjadi platform raksasa bagi perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari bahan bakar fosil. "Mereka mencoba melindungi status quo mencemari lingkungan menggunakan iklan dalam olahraga untuk memperlambat perubahan dan menekan reaksi terhadap keterlibatan mereka dalam krisis iklim."
Laporan Fossil Free Football ini persis menggambarkan pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, sepekan sebelumnya. Merespons data terbaru pemanasan global yang memburuk setahun terakhir, Guterres menyebut perusahaan migas dan batu bara sebagai biang kekacauan iklim.
Menurut Guterres, korporasi energi fosil tanpa malu-malu telah mencuci bisnis kotornya menjadi seolah-olah "hijau" dengan lobi, tindakan hukum, dan kampanye iklan besar-besaran. "Saya mendesak setiap negara melarang iklan dari perusahaan bahan bakar fosil," kata Guterres di New York, seperti dikutip BBC pada Rabu, 5 Juni 2024.