NARRAN.ID, ANALISIS - Mundurnya Joe Biden sebagai calon presiden memberikan kesempatan kepada Kamala Harris jadi capres dalam Pemilihan Presiden 2024 di Amerika Serikat, November nanti. Hampir pasti Harris menjadi capres resmi Partai Demokrat karena partai itu tampak solid mendukungnya.
Harris bisa jadi alternatif dari krisis kepemimpinan bangsa adidaya itu di dekade terakhir ini. Dua capres, Joe Biden (81) dan Donald Trump (78), sudah amat lanjut usia. Padahal, bangsa besar itu membutuhkan pemimpin muda yang energik, penuh vitalitas, dan visioner.
Bagaimana peluang Harris jadi presiden AS? Apakah bangsa Amerika, terutama kaum Demokrat, bisa mengatasi krisis kepemimpinan dengan majunya Harris sebagai capres?
WASP dan WASPM
Dalam pelajaran sistem politik AS, saat masuk topik seleksi dan suksesi presiden, saya mengenalkan kepada mahasiswa tiga hal, yaitu dalil WASP, teori Lichtman, dan jajak pendapat.
WASP adalah singkatan dari White Anglo-Saxon and Protestant. Dalam beberapa buku teks, disebut-sebut capres WASP lebih berpeluang menang. Dalil itu sampai akhir 1950-an mutlak benar dan masih kuat sampai sekarang. Buktinya, dari 46 presiden AS, ada 43 yang berkriteria WASP. Hanya tiga yang tak murni WASP, yaitu John F Kennedy (Katolik), Barack Obama (hitam), dan Biden (Katolik).
Dari empat huruf itu, saya berani menambahkan satu huruf lagi, yaitu M, singkatan dari male. Jadi WASPM. Alasannya, rekor laki-laki itu sampai sekarang belum terpecahkan! Belum satu perempuan pun jadi presiden di AS! Tantangan Harris lebih berat ketimbang Kennedy, Obama, dan Biden.
Namun, jika berhasil memenangi pilpres nanti, Harris jadi perempuan pertama dan keturunan Asia pertama yang jadi presiden negara adidaya itu. Tergantung dirinya dan tergantung Trump, saingannya. Hitungannya selalu zero-sum: kekurangan Trump adalah kelebihan Harris atau sebaliknya.
Dalil WASPM itu menempatkan posisi Harris tak menguntungkan. Namun, hal itu bukan harga mati dan tak bisa diatasi.
Partai Demokrat pernah tiga kali mengatasi dalil WASP itu dengan menjadikan Kennedy, Obama, dan Biden sebagai presiden. Harris yang bukan W dan bukan A tentu bisa diterima oleh Demokrat dan oleh Republikan yang tak cocok dengan Trump yang mereka anggap sering melanggar nilai-nilai dasar keamerikaan.
Sebagian besar rakyat AS tentu tak mudah melupakan Trump membangun tembok di perbatasan dengan Meksiko, juga mendata dan memeriksa imigran asal Suriah supaya tak masuk AS. Padahal, salah satu nilai dasar keamerikaan adalah bangsa kaum imigran.
Dalam soal umur, Harris (60) lebih diuntungkan ketimbang Trump (78). Usia yang 18 tahun lebih muda bisa dikapitalisasi tim kampanyenya agar Harris tampak lebih energik daripada Trump. Beberapa sifat dan sikap Trump—rasis, anti-asing (xenofobia), suka kelahi (belligerent), cenderung sinis, dan menghujat bangsa-bangsa lain sehingga berpotensi mengganggu stabilitas global—tentu melemahkan posisi Trump.
Teori Lichtman
Selain pendekatan dalil WASP itu, ada pendekatan yang lebih kuantitatif yang ditawarkan Allan Lichtman. Lichtman menemukan 13 kunci partai petahana bisa menang pilpres. Atas dasar itu, prediksinya tak pernah salah sejak Pilpres 1984. Bukunya, The Keys to the White House (1996), membahas 13 kunci itu. Partai atau presiden petahana menang kalau pegang minimal tujuh kunci.
Memang teori Lichtman menjelaskan yang head to head adalah partai (Demokrat dan Republik), tetapi tetap mesti dicatat bahwa yang bertarung kali ini adalah wapres (bukan presiden) petahana.
Kunci itu adalah: (1) partai petahana menang di DPR dalam pemilu legislatif terakhir; (2) pencalonan partai petahana mulus tanpa pesaing; (3) kandidat adalah presiden petahana; (4) tak ada partai ketiga yang menonjol; (5) ekonomi tak sedang resesi; (6) pendapatan per kapita riil sama atau melebihi delapan tahun terakhir.
Selain itu, (7) petahana mampu membuat perubahan penting kebijakan nasional; (8) tak ada kerusuhan sosial selama masa jabatannya; (9) petahana tak terkena skandal besar; (10) petahana tak menderita kegagalan besar dalam militer atau luar negeri; (11) petahana mencapai keberhasilan besar dalam militer dan luar negeri; (12) petahana karismatis; serta (13) penantang tak karismatis.
Sebelum Pilpres 2016, Lichtman memprediksi Hillary Clinton kalah karena kehilangan tujuh kunci (1, 3, 4, 7, 11, 12, dan 13). Prediksi Lichtman saat itu melawan arus karena semua jajak pendapat memprediksi Hillary menang. Menjelang Pilpres 2020, Lichtman mengatakan, Trump akan kalah karena kehilangan tujuh kunci, yaitu kunci 1, 5, 6, 8, 9, 11, dan 12.
Karena Trump kehilangan karismanya pada 2020, maka dalam hitungan saya saat ini, Harris memegang setidaknya delapan kunci: 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, dan 13. Kita perlu menunggu prediksi Lichtman menjelang Pilpres 2024.
Sementara Harris unggul
Beberapa jajak pendapat setelah Biden mundur menunjukkan Harris (44 persen) unggul 2 persen atas Trump (42 persen). Masih ada 14 persen yang belum diketahui ke siapa suaranya.
Sebelum mundur, Biden kalah 2 persen dari Trump karena kelihatan letih dan kalah dalam debat. Biden mundur, Harris segera menyelamatkan head to head lawan Trump.
Jajak pendapat akan dinamis sampai hari pilpres. Kalau Demokrat bisa memperkuat soliditasnya, dukungan dana kampanye, dan meningkatkan keunggulannya dalam jajak pendapat, Demokrat akan mengantarkan Harris mencetak sejarah sebagai perempuan pertama dan keturunan Asia pertama yang menjadi presiden negara adidaya itu.[]