![]() |
Foto: Istimewa |
NARRAN.ID, OPINI - Dinilai bisa mengangkat kebanggaan budaya Indonesia justru menuai kontroversi. Finalis Putera Puteri Sulawesi Selatan 2025 melakukan sesi pemotretan dengan mengenakan sarung yang dimodifikasi di atas lutut, menampilkan potret yang dianggap jauh dari nilai-nilai budaya asli.
"Mengaku melestarikan, tapi malah merusak?" Publik pun geram. Sarung, yang selama ini menjadi simbol kehormatan dan kesopanan dalam budaya Indonesia, malah ditampilkan dengan cara yang dianggap tidak pantas. Banyak yang mempertanyakan, "Apakah modernisasi budaya memang harus sampai sejauh ini?"
Lalu, setelah kritik membanjiri media sosial, pihak penyelenggara akhirnya angkat bicara. Mereka mengklarifikasi bahwa modifikasi itu bukan untuk melecehkan budaya, melainkan memberikan "sentuhan modern" agar lebih menarik. Mereka juga mengakui bahwa hal ini menimbulkan persepsi negatif dan meminta maaf kepada masyarakat.
Kalau kita berbicara antara inovasi dan pelestarian, kasus ini kembali menyoroti batasan antara kreativitas dan pelestarian budaya. Memang, budaya harus beradaptasi dengan zaman agar tetap relevan, tetapi bukan berarti meninggalkan nilai-nilai asli yang sudah diwariskan turun-temurun. Budaya adalah identitas. Jika ingin memperkenalkan budaya dengan sentuhan modern, harus ada keseimbangan. Inovasi boleh, tapi jangan sampai melunturkan esensi dari budaya itu sendiri. Sebab, tidak semua yang "tren" itu baik, dan tidak semua yang "lama" itu harus ditinggalkan.
Penulis:
Aulia Siagian (Digital Storyteller)
#SulawesiSelatan #PuteraPuteriSulsel2025 #Budaya #Distorsi #Daerah