Iklan

Perayaan Mati Rasa: Cinta Segitiga Gas Elpiji

narran
Rabu, 05 Februari 2025 | Februari 05, 2025 WIB Last Updated 2025-02-05T12:23:43Z
Perayaan Mati Rasa: Cinta Segitiga Gas Elpiji
Foto: ANTARA FOTO/Putra M. AKbar

NARRAN.ID, OPINI – Jakarta, 5 Februari 2025 – Isu distribusi LPG 3 kg kembali mencuat setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengeluarkan kebijakan yang melarang pengecer untuk menjual gas bersubsidi tersebut. Langkah ini bertujuan untuk menertibkan distribusi LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat, khususnya para pelaku usaha kecil dan rumah tangga yang merasa kebijakan ini justru memperburuk akses mereka terhadap bahan bakar tersebut.

Bahlil Lahadalia: Niat Baik yang Berujung Kontroversi

Menteri Bahlil menyampaikan bahwa kebijakan ini diambil setelah ditemukan adanya penyalahgunaan distribusi oleh pengecer. Pemerintah berusaha agar distribusi LPG 3 kg dapat lebih efisien dan sampai kepada kelompok yang benar-benar membutuhkan. “Kami ingin memastikan bahwa LPG bersubsidi ini hanya sampai ke masyarakat yang berhak,” ujar Bahlil dalam sebuah konferensi pers yang dilansir oleh Detik.com(2025).

Namun, kebijakan tersebut memicu ketidakpuasan dari berbagai kalangan. Para pengecer yang selama ini menjadi penghubung antara produsen dan konsumen kini tidak lagi bisa menjual LPG 3 kg. Hal ini, menurut mereka, menambah kesulitan masyarakat yang membutuhkan akses mudah dan cepat ke gas bersubsidi tersebut.

Sufmi Dasco Ahmad: Klarifikasi yang Datang Terlambat

Menyusul keputusan Bahlil, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, segera mengeluarkan klarifikasi bahwa kebijakan tersebut bukan berasal dari Presiden Prabowo Subianto, melainkan kebijakan internal Kementerian ESDM. Dasco menegaskan bahwa larangan pengecer menjual LPG 3 kg tidak memiliki dasar kebijakan langsung dari pemerintah pusat. Ia juga meminta agar masyarakat tidak menghubungkan kebijakan ini dengan kebijakan Presiden.

Namun, klarifikasi dari Dasco ini tidak serta merta meredakan keresahan yang ada di masyarakat. Banyak yang menilai bahwa meskipun keputusan tersebut tidak langsung dikeluarkan oleh Presiden, dampak dari kebijakan ini tetap dirasakan langsung oleh rakyat. "Kami cuma ingin gas yang terjangkau, bukan penjelasan yang malah membingungkan," ungkap seorang pedagang warung makan di Jakarta dalam wawancara dengan Kompas (2025).

Dampak pada Masyarakat dan Ekonomi Kecil

Banyak kalangan merasa bahwa kebijakan ini lebih mengutamakan efisiensi dan ketepatan sasaran, namun mengabaikan realitas di lapangan. Sejumlah warung kecil dan rumah tangga yang selama ini mengandalkan pengecer gas 3 kg merasa terhimpit oleh kebijakan tersebut. Mereka tidak bisa lagi mengakses LPG dengan harga yang lebih terjangkau. Hal ini berpotensi merugikan ekonomi rumah tangga mereka, terutama bagi kalangan menengah ke bawah.

Sebagaimana dikutip dalam laporan Tempo (2025), seorang ibu rumah tangga di Jakarta Selatan mengungkapkan kekhawatirannya: “Kami yang ada di bawah ini benar-benar bergantung pada gas 3 kg. Kalau harganya naik, bagaimana kami bisa bertahan?”

Empati yang Terabaikan dalam Kebijakan Publik

Polemik ini mencerminkan ketimpangan dalam pengambilan kebijakan publik yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat. Kebijakan yang diambil dengan niat baik untuk menertibkan distribusi justru berujung pada ketidakpastian dan keresahan di kalangan masyarakat kecil. Jika kebijakan dibuat tanpa mengedepankan empati dan pemahaman terhadap kondisi masyarakat, maka ia hanya akan menjadi aturan kosong yang tidak menyentuh kebutuhan riil rakyat.

Sejumlah pakar ekonomi dan sosial berpendapat bahwa kebijakan ini mencerminkan kegagalan dalam menyeimbangkan antara kebutuhan administratif dan kebutuhan dasar rakyat. Seorang ekonom yang juga pengamat kebijakan publik, Dr. Anwar Hidayat, menuturkan, “Sebuah kebijakan harus mampu membaca situasi sosial yang ada. Tidak cukup hanya melihat angka dan statistik, tetapi juga harus peka terhadap dampaknya di lapangan.”

Mati Rasa dalam Kebijakan yang Tak Memihak Rakyat

Dalam kasus ini, kebijakan gas elpiji 3 kg yang dikeluarkan oleh pemerintah dan ditanggapi oleh para pemangku kepentingan, berakhir dalam perayaan mati rasa. Rakyat menjadi pihak yang paling terpinggirkan, terlepas dari segala niat baik yang dilontarkan oleh para pembuat kebijakan.

Dengan begitu banyak keputusan yang diambil tanpa mempertimbangkan kondisi riil masyarakat, kebijakan yang semestinya menjadi solusi malah menjadi beban. Ini adalah perayaan mati rasa—pada kebijakan yang seharusnya memiliki empati, pada kebijakan yang tidak bisa mendengar jeritan rakyat yang terimbas dampaknya. Akankah drama ini berakhir dengan solusi yang menguntungkan semua pihak, atau hanya berakhir dengan episode kosong yang merugikan mereka yang paling rentan?


Penulis:
Afiq Naufal

#LPG #Bahlil #Sosial #Ekonomi #PrabowoGibran 
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perayaan Mati Rasa: Cinta Segitiga Gas Elpiji

Trending Now